Part 8

Jelita menatap apron ditangannya, sedikit ragu tapi akhirnya dia memakainya juga. Sebelum berjibaku didapur dengan alat masak. Jelita sudah browsing-browsing di internet mencari panduan memasak beberapa menu sederhana. Dia ingin membuatkan Evan sarapan pagi ini. Sebagai istri dia juga ingin melayani suaminya sesekali.

Langkah awal, Jelita memotong bawang putih dan bawang merah, kemudia menghaluskan beberapa bumbu sesuai petunjuk di internet.

Jelita memastikan kembali semua bumbu sudah lengkap sesuai perunjuk di internet. Setelah bumbu masih ada yang harus dia kerjakan. Membersihkan udang, sebab menu masakannya memakai udang sebagai pelengkap.

Tapi masalahnya Jelita tak tau cara mengupas udang. Walau begitu dia terap berusaha mengupas udang sesuai kemampuan yang dia punya.

Jari tangannya sudah merah oleh kerasnya kulit udang. Tapi satupun udang belum ada yang berhasil dia bersihkan.

Jelita menyeka keringat dikeningnya menggunakan punggung tangan. Dia tak menyadari kalau ada sepasang mata tengah memperhatikan segala gerak geriknya.

"Ingin masak apa?" Tanya Evan yang sudah berdiri dibelakang Jelita.

"Tadinya ingin membuatkanmu sarapan. Tapi tidak tau kalau memasak serumit ini." keluh Jelita sembari menyodorkan udang gala yang berusaha dikupasnya pada Evan.

"Udang ini serahkan padaku. yang lain kerjakan sendiri olehmu," ujar Evan.

Seperti yang dikatakan Evan jelita mulai memasak bahan-bahan yang sudah disiapkan.

Langkah awal Jelita menumis potongan bawang merah dan bawang putih bersamaan. Saat Jelita akan memasukkan bumbu giling, Evan mencegahnya.

"Tinggu sampai bawang berwarna kuning kecoklatan baru masukkan bumbu halus."

"Begitu?"

"Hemm."

Seperti kata Evan, Jelita menumis bumbu halus setelah bawang berwarna kecoklatan.

"Setelah bumbu halus apa lagi yang dimasukkan?"

"Udang, setelah itu sayur, setelah sayurnya sedikit layu, baru masukkan mie." jelas Evan sembari berdiri di belakang Jelita.

Sesua instruksi Evan Jelita menyelesaikan menu sarapan paginya. Dia tak menyangka membuat satu menu saja sesulit ini. Bagaimana Evan bisa sesantai itu membuat beberapa menu, bukankah dia layak menjadi pria yang dikagumi.

"Sudah selesai?" Tanya Evan yang masih setia berdiri disamping Jelita. Jelita mengangguk mengiyakan.

"Kamu siapin diatas piring, biar aku beresin dapur." Titah Evan. Jelita baru sadar kalau dapur mereka kacau balau, sisa irisan sayur dan sampah kulit bawang berserakan. Saat Evan yang masak kenapa dapur terlihat tak serusuh ini.

Evan sudah selesai membereskan dapur, dia menarik kursi disamping Jelita, lalu duduk disana.

"Aku.." ucap Jelita ragu.

"Ada apa?" Tanya Evan sembari menarik piring berisi mie kearahnya.

"Itu, cicipi dulu. Aku tidak yakin dengan rasanya," ucap Jelita malu-malu.

Evan mulai menyendok mie memasukkan kedalam mulutnya. Sementara Jelita menatap Evan dengan tatapan takut, takut Evan akan memuntahkan masakannya karena rasanya.

Jelita menyondongkan tubuhnya menatap Evan tak sabar. " Bagaimana?"

"Enak."

"Bener?"

Evan menyodorkan sendok berisi mie ke Jelita. Sedikit ragu Jelita menerima suapan dari Evan tapi kemudian wajah Jelita tampak sumringah. Masakannya benar enak, walau tak seenak masakan Evan.

"Aku tidak bohong bukan. Ini sangat sempurna untuk pemula." ujar Evan sembari melahap mie.

Jelita tersipu dengan perasaan tak menentu, pagi ini dia berhasil membuatkan suaminya sarapan pagi. Walau semua itu tak lepas dari bantuan Evan.

Jelita mengunyah mie dimulutnya perlahan. Sudut matanya enatap Evan.Wajah datar tanpa ekpresi itu membuat Jelita melakukan sesuatu yang tak pernah Jelita lakukan.

"Evan sudah berapa lama kau bekerja pada papaku?" Tanya Jelita sembari menatap wajah Evan penuh.

Evan membalas tatapan Jelita, memindai wajah cantik itu tak tersisa. "Sudah dua belas tahun," sahut Evan tanpa melepas tatapannya.

"Selama itu? kenapa kita tidak pernah bertemu?" Tanya Jelita. Sudah dua belas tahun bekerja dengan papanya tapi tak sekalipun dia bertemu Evan.

"Tapi aku selalu bertemu kamu," Sahut Evan sembari memalingkan wajahnya pada gelas berisi air putih didepannya.

"Benarkah? Tapi kapan kenapa aku tidak tau."

Belum sempat Evan menjawab perkataan Jelita, tiba-tiba ponselnya berdeging. Evan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Sekilas Jelita dapat melihat nama Kiara tertera dilayar ponselnya.

"Sebentar aku terima telpon."

Jelita hanya mengangguk, netranya mengikuti kepergian Evan, dia dapat melihat Evan bicara sangat serius. Tapi tetap saja hatinya tak suka Evan menerima telpon dari Kiara.

Lima menit kemudian dia kembali kemeja makan melanjutkan sarapannya.

"Hari ini tidak kuliahkan?" Evan menatap Jelita, Jelita mengangguk.

"Ikut aku kemarkas mau?" Tanya Evan masih dengan tatapan lekatnya.

"Kemarkas, apa tidak apa-apa aku ikut kemarkas?"

"Tidak apa, untuk beberapa waktu ini, aku sedikit merepotkanmu. Kamu tidak bisa pergi tanpa pengawalanku, aku harap kau bisa bekerjasama denganku."

"Ada apa, apa seseorang mengincar keselamatan aku dan papa?" Tanya Jelita kawatir. Evan mengangguk pelan.

"Selesaikan sarapanmu kita berangkat sekarang."

"Baiklah."

Evan membawa Jelita kemarkas, tentu saja mengundang bisik-bisik teman sepropersinya. Hal itu juga tak lepas dari perhatian Kiara. Tak semua orangnya Sasongko tahu pernikahannya dengan Jelita.

Jelita masuk keruangan kerja Evan, ruang ini lebih mirip ruang monitor. Ada banyak monitor yang tersambung dengan kamera Cctv di jediaman Sansongko bahkan apartemen mereka.

Jadi selama ini Evan memantau geraknya di apartemem. Hanya kamar saja yang tak ada Cctv.

"Apa ini?" Tanya Jelita dengan wajah cemberut. Eementara jarinya mengarah pada monitor yang memperlihatkan situasi mansion mereka.

"Kau pewaris satu-satunya keluarga Sasongko. Pengamanan seperti itu aku kira wajar."

"Aku tau, tapi tempat ini siapa saja bisa melihat apa yang aku lakukan dirumah." Protes Jelita. Orangnya Evan bisa melihatnya sedang apa saja dirumah, bukankah menyebalkan.

"Ini ruang kerjaku. Hanya aku yang bisa melihat monitor ini, orang lain takkan berani melihatnya tanpa seizinku."

"Kamu yakin."

"Tentu saja."

"Baguslah," jawab Jelita bersungut sungut.

"Bersantailah, aku menyelesaikan pekerjaanku dulu, setelah itu kita keluar makan siang."

"Benar ya."

"Hemm."

Jelita berbaring diatas sofa sembari bermain gawainya, sesekali dia melirik dengan sudut matanya. Bekerja begitu serius membuatnya terlihat begitu tampan.

"Kiara kau bisa keruanganku." Suara tegas dan dingin terdengar memanggil Kiara melalui interkom.

Mendengar Kiara akan datang, Jelita merubah posisi tubuhnya keposisi duduk. Tak berapa lama Kiara masuk kedalam ruangan Evan.

Begitu masuk Kiara langsung kemeja Evan, berdiri sangat dekat dengan posisi Evan duduk. Bahkan saat menyerahkan berkas gesturnya terlihat begitu manja. Sikap yang berbeda yang ditujunjukkan pada Evan selama ini. Entah apa tujuannya. Hal itu tentu saja tak lepas dari perhatian Jelita.

'Begini ternyata setiap harinya.' batinnya kesal.

Sementara Evan seperti tak perduli, dia juga menyadari keanehan sikap Kiara, tapi menegurnya didepan Jelita bukanlah sikap yang bijaksama. Dia menerima laporan Kiara, memeriksanya dengan seksama.

"Hanya ini yang kau dapat setelah dua hari?!" Tanya Evan dengan nada suara naik satu oktaf.

"Maaf mereka terlalu licin untuk diselidiki."

"Waktu yang aku berikan padamu dua hari Kiara! Bukan dua jam."

"Maaf Van."

"Kalau kau tidak becus, silahkan mundur dari kasus ini. Aku bisa meminta orang lain melakukannya. Jangan membuang waktuku yang berharga dengan ketidak becusanmu ini!" Sentak Evan sembari menatap Kiara tajam, manik hitam itu menatap penuh kegelapan seakan ingin menelan Kiara hidup-hidup.

"Beri aku waktu sampai besok pagi. Apa yang kau inginkan aku jamin akan aku dapatkan."

"Baiklah aku beri kau kesempatan, tapi bila masih gagal, aku harap kau mengundurkan diri dengan suka rela. Kau boleh pergi." Titah Evan. Tapi Kiara tak langsung pergi, dia sedikit ragu mengucap sesuatu.

"Evan aku mengajakmu makan siang bisakah?" Evan menatap Kiara sekilas, lalu memiringkan wajahnya menatap Jelita yang menatapnya dengan wajah cemberut.

"Kau tidak lihat ada istriku disini. Aku ada janji makan siang dengan dia," ujar Evan tegas.

Wajah Kiara berubah kecewa. "Maaf, aku permisi dulu."

"Hemm."

Evan kembali pokus pada pekerjaannya. Sementara Jelita masih masih kesal melikat sikap manja Kiara barusan.

"Katanya hanya pasangan kerja tapi sikapnya seperti pasangan kekasih." gumam Jelita sembari melirik Evan.

Evan yang sedang focus pada pekerjaannya, beralih menatap wajah masam istrinya.

"Kau cemburu?"

"Cih! siapa yang cemburu." cebik Jelita kesal sembari membuang muka.

Evan tersenyum simpul, kemudian beranjak bangkit melangkah pelan kearah Jelita yang tengah menatapnya gugup.

"K-kau mau apa?" Tanya Jelita dengan jantung berdebar kencang. Saat Evan duduk disampingnya, mengulurkan tangan menyentuh pundaknya.

"Aku mau meperlihatkan sikap sebagai pasangan, agar kau bisa membedakan mana teman kerja mana pasangan," sahut Evan sembari meraih tubuh Jelita mendekat kearahnya.

"Evan jangan macam-macam!" Bentak Jelita panik, dia berusaha mejauh dari Evan tapi sia-sia. Dia hanya bisa memejamkan matanya saat Evan mendekatkan wajahnya seperti ingin menci umnya.

Sentuhan yang terasa begitu lembut mendarat dipuncak kepala Jelita.

"Jangan berprasangka pada suami sendiri, kalau tidak tahu kenenarannya." Bisik Evan. Pipi Jelita seketika bersemu merah, ini pertama kalinya seorang lelaki menciumnya. Dan lelaki itu adalah Evan suami sahnya.

Anehnya dia tidak merasa marah sama sekali, seperti saat Boy beeusaha menyentuhnya. Hatinya menghangat, ada gelenyar halus menjalari aliran darahnya. Dia menyukainya.

To be continuous.

Terpopuler

Comments

Rose Mustika Rini

Rose Mustika Rini

ealaahh pantesan Evan bilang sering liat jelita rupanya di awasin dr cctv...dan pantes wkt disuruh nikah sm jelita mau aja dia rupanya dia suka tuh sm jelita dr cctv kan ngeliatiiinn trus

2024-03-27

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KLIATAN LO YG CMBURU, HRSNYA LO SENANG, JDI LO BISA HEPI2 DGN BOY... SEBAGAI PNGAWAL, SEBAGAI LAKI2 DN SUAMI, SBNARNYA LO SDH MNGINJAK HARGA DIRI DN KHORMATAN EVAN DGN TTP JALIN HUBUNGN DGN BOY.

2024-04-05

1

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wkwkwkwkwk ingin memanasi Jelita, Tapi dapat malu di marahin depan Jelita 😂😂

2023-07-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!