Flashback on
Saat itu usia
Ginara 3 tahun dan ia merasa bahagia sekali karena kedua orang tuanya selalu
ada untuknya dan sangat memanjakannya. Apapun yang dimintanya selalu dipenuhi
oleh orang tuanya dan memang menyebabkan Ginara menjadi anak yang manja. Tapi
kebahagiaan dan kemanjaan itu harus berakhir karena suatu peristiwa tragis yang
menimpa dirinya dan mama ketika hendak jalan-jalan di sabtu sore.
Sore itu Ginara
bernyanyi riang di mobil bersama mamanya dengan suka cita, mereka mau
menghabiskan malam mingguan di taman alun-alun Kota Batu, papa akan menyusul
setelah pekerjaannya selesai.
“Ma, nanti kalau
papa datang, boleh kan Nara renang. Nara pingin banget maa…”
“Iya sayang…apapun
untuk putri mama ini” Elus Maira pada kepala putri kecilnya.
“Yeeeyyy…..”
Keluarga kecil itu berencana menginap di hotel Batu untuk menghabiskan weekand
mereka.
Gadis itu kembali
bernyanyi ria mulai dari ‘naik kereta api’, ‘naik-naik ke puncak gunung’,
‘lihat kebunku’, ‘kelinciku’, dan masih banyak lagu anak-anak yang ia nyanyikan
dengan gembira. Sesekali mama juga ikut bernyanyi. Suasana jalanan waktu itu
agak padat, ada truk muat kayu gelondongan di depan mobil mereka. Dari
pertigaan Krebet truk itu sudah mulai melambat jalannya karena muatan yang
penuh bahkan cenderung berlebih, mama berusaha tenang menyetir mobil dengan
terus berdoa dalam hati.
Namun naas tak
dapat di tolak, tiba-tiba terdengan letusan yang keras dari arah depan. Rupanya
ban belakang truk itu meletus dan menyebabkan truk langsung oleng, sang supir
berupaya untuk mengendalikan laju truknya, tapi karena panik maka konsentrasi sopir
terpecah dan tiba-tiba truk mundur secara mendadak dan zig-zag. Maira juga
mengalami kepanikan dan tidak mampu berpikir jernih. Mendadak sebuah pikiran
buruk muncul di otaknya, wanita itu menoleh pada Ginara yang langsung menangis
ketakutan.
Tiba-tiba
terbersit di pikirannya untuk menyelamatkan putrinya agar bisa keluar dari
dalam mobil, karena untuk menghindar sangat tidak mungkin, posisi mobil mama
tepat di belakang truk tersebut, menghindar ke kanan atau ke kiri resiko besar
tetap terjadi. Hingga reflek mama membuka kunci otomatis dan pintu mobil
sebelah kiri langsung terbuka. Mama dengan cepat mendorong tubuh Ginara agar
keluar dari dalam mobil. Ginara menjerit histeris mengetahui mamanya ingin
menyelamatkannya, tenaga gadis kecil itu tak sanggup untuk menekan kekuatan
dorongan mamanya di tubuhnya, hingga tubuh Ginara terpental keluar.
Tangannya berusaha
untuk menggapai mamanya yang berada di dalam mobil. Tubuhnya tiba-tiba menjadi
kaku dan suaranya menghilang, hanya lelehan air mata yang terus membanjiri
wajahnya dengan pandangan yang lurus ke wajah mamanya. Kondisi mama dari
pinggang ke bawah terjepit pada bawah setir yang ringsek karena tergencet body
belakang truk dan salah satu kayu gelondongan yang meluncur turun dari truk. Mobil-mobil
di belakang mereka sontak berhenti dan mundur perlahan, kebetulan jalanan di
jembatan Kendalpayak agak menurun tajam,
Ginara hanya diam
terpaku memandang mamanya dengan tatapan kosong. Jiwanya seolah hilang,
pandangannya tetap lurus ke depan dan air mata masih terus mengalir tanpa ada
suara tangisan. Maira berteriak untuk menyuruh putrinya menghindar, kaki dan
separuh badannya terjepit badan depan mobil dan kepalanya berdarah banyak. Maira
berteriak meminta siapapun yang mendengar suaranya untuk menyelamatkan
putrinya. Namun gadis kecil itu tetap diam tidak bergeming.
Kebetulan saat itu
ada penumpang bapak-bapak di belakang mobil mama yang reflek keluar dari mobil
begitu melihat Ginara terlempar keluar dan menyelamatkan Ginara dengan menggendongnya,
karena kayu-kayu yang lain mulai perlahan terguling. Ginara hanya pasrah berada
di gendongan bapak tersebut. Ia masih sempat melihat ke wajah mamanya yang
menyiratkan sayang dan membaca gerakan bibir mama. “Mama sayang Nara” Setelah
itu mama tersenyum dan memejamkan matanya.
Sejak saat itu,
dunia Ginara berubah 180 derajat. Kebahagiaannya lenyap dalam sekejap, ia
menjadi anak yang pendiam, mengurung diri di kamar, selalu menyalahkan diri
sendiri, selalu bermimpi buruk tentang kecelakaan yang menyebabkan ia akan
berteriak-teriak histeris namun lama kelamaan kondisi itu menyebabkan Ginara
tiba-tiba menjadi bisu. Kejadian kecelakaan di depan matanya dengan jelas
selalu tergambar dan menghantui mimpinya. Papa dengan telaten membawa Ginara
untuk menemui psikiater walaupun perubahannya tidak besar. Yang membuat Ginara
semakin terpukul, oma yang sangat disayanginya dan tante adiknya mama yang
selalu memanjakannya menyalahkan kecelakaan itu padanya. Gara-gara Ginara minta
rekreasi menyebabkan anak dan kakak tersayang mereka meninggal. Padahal papa
dan opa sudah menerima kejadian itu sebagai takdir dari Tuhan. Sejak saat itu
Oma dan tante Windi enggan menemui Ginara.
Tiga tahun berlalu
dan trauma akibat kecelakaan Ginara lambat laut mulai membaik, walaupun dia
masih kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Tahun
ketiga pasca meninggalnya mama, papa menikah lagi dengan Bunda Tiara, suaminya
sudah lama meninggal dan meninggalkan seorang putra berumur 10 tahun. Bunda
begitu menyayangi dan penuh perhatian pada Ginara, dengan telaten bunda merawat
dan berusaha untuk mengembalikan Ginara pada suasana bahagia. Bunda begitu
miris dan nyeri hatinya ketika menyaksikan saat Ginara terbangun dari tidur dan
langsung melempar benda apapun yang ada di sekitarnya, sampai tangannya
tergores gelas kaca. Bunda berusaha menenangkan putrinya dengan memeluk erat
memberikan ketenangan dan kenyamanan sambil membisikkan semua akan baik-baik
saja. Berkat ketelatenan dan kasih sayang tulus Bunda Tiara perlahan Ginara
sembuh dari traumanya namun bicaranya masih sulit. Baru beberapa waktu gadis
itu sembuh, musibah baru datang yaitu insiden kecelakaan kembali terjadi ketika
usia Ginara 7 tahun dan menyebabkan adiknya belum sempat terlahir ke dunia.
Traumatis kembali
mendera Ginara, sehingga ia yakin kalimat yang selalu didengungkan oma dan
tante Windi bahwa dia selalu membawa sial untuk orang di dekatnya semakin
melekat. Dia harus menerima kompensasi yang lebih besar dengan kebencian dari
oma dan tante Windi. Ginara di vonis mengidap cherophobia oleh dokter psikiater
teman abangnya, dimana apabila pasien terlalu bahagia, maka sesuatu yang buruk
akan segera terjadi. Sejak saat itu Ginara takut bahagia karena menurutnya
kebahagiaan hanya akan membawa kesialan, dan ia akan menjadi orang jahat ketika
sedang bahagia. Buktinya mama meninggal ketika Ginara bahagia, Ginara juga
harus kehilangan adik perempuannya ketika dia sudah mulai menerima kehadiran
bunda dengan kebahagiannya.
Flashback off
Cherophobia adalah
sebutan bagi orang yang mengalami rasa takut berlebihan terhadap rasa bahagia.
Pengidap cherophobia merasa, apabila mereka terlalu bahagia, sesuatu yang buruk
akan segera terjadi. Mereka akan menghindari aktivitas dan suasana yang bisa
membawa kebahagiaan. Ciri-cirinya lebih mengarah pada ketakutan akan hal buruk
yang akan terjadi ketika dia merasa bahagia yang akhirnya mengarahkan kepada
kematian dan kesialan terus menerus. Bahkan pengidap traumatik ini akan merasa
menjadi jahat karena orang terdekatnya meninggal karena kebahagiaannya.
Hiks hiks hiks,
aku nangis pas ngetik ini sist…Coment nya ya kakak…. lagi semangat up nih…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments