Langit masih terlihat sangat gelap dan jam pun masih menunjukkan pukul 04.00 dini hari tapi seorang Yuna sudah beranjak dari tidurnya, ada apa dengannya? Itu hanya kebiasaan Yuna setiap sabtu dan minggu pagi, dia akan bangun lebih awal untuk olahraga dan lari adalah pilihan utamanya agar tubuhnya kembali bugar. Yuna akan berlari berpuluh-puluh meter tanpa mengenal lelah, dimulai dan berakhir di depan gedung apartementnya.
Semenjak kejadian 7 tahun lalu, setelah dia mengetahui semua kebenarannya, satu persatu kejadian menyakitkan mendatanginya bahkan ia mengalami gangguan tidur hingga berbulan-bulan. Dia sempat tidak terima dilahirkan dari kedua orang tua yang sangat dia benci. Yuna selalu bertanya, kenapa harus dirinya yang terlahir dari ibu dan ayah yang seperti itu?
"Dasar anak tidak tahu diri! Beraninya menyebutku monster! Anak pembawa sial! Mati saja kau!"
Plak
Plak
"Lebih baik, kita bunuh saja anak itu, pah!"
Yuna berlari semakin cepat, keringat terus mengalir di dahinya. Dua kalimat yang terus terngiang-ngiang dipikirannya, kalimat itu selalu muncul ketika Yuna menginginkan ketenangan.
Dia melirik jam di tangannya, waktu memang berputar sangat cepat. Rasanya dia ingin terus berlari tanpa henti. Di kejauhan Yuna melihat seorang pria berperawakan tinggi yang berlari berlawanan arah mendekatinya, pria itu berhenti ketika Yuna semakin mendekat. "Selamat pagi, Yuna-ssi."
Yuna bergidik, ia berhenti dan menetralkan napas tepat dua langkah dari pria itu, Yuna berbalik kearahnya. "Jeongwoo-ssi?"
Yuna terpaku dengan Jeongwoo, bagaimana tidak? Coba bayangkan tubuh atletisnya saat memakai pakaian olahraga dan memperlihatkan otot-ototnya yang kekar tapi tidak terlihat ketika ia memakai pakaian biasa. Hey! Memikirkan apa dirinya, dia langsung menyadarkan dirinya.
"Sakitnya, aku tidak mendapat sapaan balik di pagi hari yang cerah, malah mendapat tatapan seperti itu," ucapnya dengan memegangi dadanya dan berpura-pura kesakitan. Ada apa dengannya? Apa dia habis terbentur sesuatu? Yuna menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan pria ini.
"Bercanda! Aku hanya bercanda. Tidak perlu seserius itu memikirkannya," ucapnya terkekeh. Jeongwoo mendekatinya dan menggenggam tangan kiri Yuna, menariknya paksa. "Ya! Ada apa denganmu? Kamu mau membawaku kemana?" Yuna berusaha menarik kembali tangannya.
"Tidak usah bawel, ikut aja!"
Yuna tidak ingin berdebat dan akhirnya dia menurut mengikutinya. Jengwoo melepas genggamannya, mereka berdiri tepat di pinggiran sungai han. "Teriaklah," tukas Jeongwoo memerintah. Yuna terdiam semakin tidak mengerti dengannya.
"Jeongwoo-ssi, ada apa denganmu? Kenapa kamu membawaku kesini ? Lalu, tiba-tiba menyuruhku berteriak?" Yuna bersuara. Jeongwoo tersenyum lebar mendengar celotehan wanita itu.
"Aku tahu kita baru satu minggu kenal sebagai bos dan karyawan. Setiap kali kita bersitatap, apakah kamu menyembunyikan sesuatu di matamu?" ucapnya serius dan menatapnya lekat. Yuna membelalakan mata, tak percaya pria ini dapat menemukan sesuatu di matanya. Ia terdiam cukup lama, Jeongwoo terus menatapnya tanpa mau berpaling.
"Bukan urusanmu!"
Yuna memalingkan wajahnya dan menatap sungai han yang damai.
"Baiklah. Lagipula, aku hanya seorang karyawan yang tidak berhak mencampuri urusan bosku, kan?" tukasnya santai lalu terduduk menghadap ke sungai han.
Yuna lagi-lagi terdiam dan menatap punggung pria itu. Dia menghembuskan napas. "Bu-bukan ... bukan itu maksudku!" Dia tergagap. "Aku hanya tidak terbiasa bercerita pada orang lain!" Yuna menunduk, mengepalkan kedua tangannya.
"Apa kamu tidak memiliki teman?" tanyanya lalu berbalik menatap Yuna yang terlihat bergetar dan seperti menahan tangisnya. Apa Jeongwoo salah bertanya? Kenapa dia?
Jeongwoo berdiri dan mendekatinya perlahan tapi Yuna memundurkan langkahnya, dia berjongkok. Jeongwoo menautkan sebelah alisnya, membiarkannya dengan segala cara dia mengeluarkan perasaan dan pikirannya, menangis. Sepertinya harus perlahan agar ia mau terbuka padanya.
****
Tiga hari berlalu, Yuna dan Jeongwoo bersikap seperti biasa layaknya tak saling mengenal setelah kejadian itu. Sebenarnya Yuna ingin menceritakan semua hal yang dia pendam, tapi sulit bagi Yuna hanya untuk sekadar membuka mulutnya.
Hari ini hujan telah membasahi seluruh kota Seoul, bukan hanya Seoul. Lebih tepatnya, sebagian kota di Korea telah di guyur oleh hujan sejak pagi-pagi buta hingga saat ini.
Sejak tadi, pria bernama Park Jeong Woo itu tengah menatapnya. Dia sadar ada yang memperhatikannya, tapi Yuna tidak peduli. Baginya, apapun yang dia lakukan tidak merugikan orang lain dan juga dia tidak berbuat salah padanya.
Yuna sudah terbiasa di perhatikan orang lain, banyak yang menganggapnya dingin, tidak murah senyum dan sedikit bicara. Tidak masalah ia di anggap seperti itu karena bagi Yuna mereka tidak berpura-pura simpati padanya, tetapi Yuna paling benci jika ada orang yang mendekatinya karena kasihan dan itu sama saja tidak benar-benar tulus padanya.
Yuna menatap jam dinding besar di kafenya, dia beranjak dari duduknya, Jeongwoo menghampirinya dan menarik lengannya paksa, dia terkejut. Seluruh pengunjung kafe menatap ke arah keduanya termasuk ketiga pegawai kafenya, mereka saling pandang karena kebingungan.
"Ya! Park Jeongwoo! Lepaskan!" Yuna berusaha menarik tangannya, namun genggaman itu semakin kuat. Jeongwoo tidak berkata apa-apa, dia hanya terus membawanya keluar dan beruntungnya hujan sudah reda di luar. Jeongwoo melepas genggamannya, Yuna meringis karena tangannya terasa sakit.
"Wae neoya, Jeongwoo-ssi?"
Jeongwoo menghebuskan nafas panjang dan menatap Yuna tajam dan begitu pun sebaliknya. "Maafkan aku! Kamu setuju atau tidak, aku tetap akan menjadi temanmu. Aku tahu ada dinding sangat tinggi yang kamu buat agar tidak ada yang mendekatimu, tapi aku ... aku akan menghancurkan dinding itu! Cobalah untuk jujur pada dirimu sendiri."
****
- Wae neoya, Jeongwoo-ssi : Kamu kenapa, Jeongwoo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments