"Mama... hari ini Shila nggak pergi sekolah lagi?" tanya Shila seraya mencorat-coret buku gambar dihadapannya ini dengan malas-malasan.
Gendis hanya bisa mengangguk pelan menjawab pertanyaan Shila. Sudah hampir satu minggu, Kaivan melarang Shila pergi ke sekolah bahkan keluar rumah pun tidak. Begitu juga dengan dirinya, ia diminta Kaivan selalu mengawasi keberadaaan Shila.
Semua ini karena pertemuan Kaivan dan Anna di minggu kemarin. Gendis salah, pertemuan keduanya tidak menemukan titi tengah sama sekali. Sepulang dari pertemuan, Kaivan justru menjadi semakin gusar dan menjadi overprotektif terhadap Shila. Kaivan tidak menceritakan detailnya kepada Gendis, tapi yang pasti Kaivan menyatakan menolak ajuan Anna untuk mengambil hak asuh Shila.
Gendis menepuk pelan bahu Kaivan yang tidak sengaja tertidur di kamar Shila. Akhir-akhir ini Kaivan memang sengaja pulang lebih cepat dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Shila. Sama seperti hari ini, bahkan Kaivan belum sempat berganti pakaian dan makan malam, karena semenjak pulang ia menemani Shila bermain sepeda, bulu tangkis sampai melukis. Akibat rasa bosan karena tidak pergi sekolah, Shila melakukan berbagai macam aktifitas dirumahnya untuk mengusir rasa bosannya.
Kaivan nampak menggeliat bangun karena tepukan dari Gendis. Ia membuka matanya sebantar kemudian menutupnya lagi. "Malam ini aku tidur sama Shila aja," ucap Kaivan dengan suara parau karena terbangun dari tidur.
"Yakin kamu Mas? Bisa sakit badan kamu nanti loh," ingat Gendis kepada Kaivan. Panjang tempat tidur Shila tetrlalu pendek untuk tinggi badan Kaivan yang jenjang. Bahkan posisi tidur Kaivan saat ini terlihat begitu tidak nyaman, hampir seluruh badannya bergelung menekuk menghadap Shila yang juga tengah tertidur.
Merasa tidak disahuti oleh Kaivan. Gendis kembali menepuk bahu Kaivan dengan lembut. "Setidaknya mandi, ganti baju dan makan dulu yuk, Mas " ajak Gendis lembut.
Kaivan yang sebenarnya tidak sepenuhnya tidur itu akhirnya menuruti ucapan Gendis. Perlahan beranjak bangun dari tempat tidur Shila beriiringan keluar kamar bersama Gendis.
...***...
"Mas, kamu mau sampai kapan ngurung Shila di rumah terus? Shila sudah mulai mengeluh bosan dan kangen sekolah loh," ucap Gendis seraya membereskan piring kotor bekas makan Kaivan.
"Apa aku panggilin guru private ke rumah aja ya buat Shila? Jadi dia bisa sekolah dari rumah," ujar Kaivan cepat.
"Shila juga butuh ketemu dan main dengan teman seumurannya loh, Mas " ucap Gendis mengingatkannya.
"Atau kita pindah kota aja ya? Balik ke Semarang? Atau kota lain? Atau pindah negara aja sekalian ya? Pokoknya tempat dimana Anna nggak akan bisa nemuin Shila," ucap Kaivan berandai-andai, ada nada ketakutan disana.
Sadar akan kekhawatiran Kaivan, Gendis perlahan mendekatinya dan mengusap lembut wajah Kaivan. "Kamu kenapa sih Mas?" tanya Gendis lembut.
Bukannya menjawab, Kaivan justru memeluk Gendis secara tiba-tiba. Meskipun awalnya kaget, akhirnya Gendis membalas pelukan Kaivan seraya menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Biarpun aku sudah punya Ibu, bapak, kaila dan kamu, bukan berarti aku bisa ngelepas Shila begitu aja ... aku nggak bisa.. aku nggak bisa ..." ucap Kaivan gusar.
Gendis mengernyit heran. Ia tidak menangkap pembicaraan Kaivan.
Perlahan Kaivan melepaskan pelukannya dari Gendis. "Anna tetap meminta hak asuh Shila kembali padanya. Dia beralasan tidak memiliki siapapun kecuali Shila," Kaivan mecoba menjelaskan permintaan Anna kepadanya di minggu kemarin kepada Gendis.
Akhirnya Gendis mengerti keadaannya sekarang. Pasti berat untuk Kaivan yang harus melepas Shila, buah hatinya meskipun kelak ia akan tinggal dengan Ibu Kandungnya sendiri. Di sisi lain, Anna juga terlihat menyedihkan karena tidak memiliki siapapun disampingnya terutama di saat-saat baru menata kembali hidupnya usai dari rehabilitasi. Ternyata perceraian tidak hanya menyakitkan bagi anak, tetapi juga untuk mantan istri dan suami.
...***...
"Syukurlah! Akhirnya kamu angkat telepon dari aku, Gendis!" pekik Anna senang, meskipun hanya dari suara, Gendis tahu betul jika Anna begitu senang ketika teleponnya berhasil ia angkat.
"Iya, mba" sahut Gendis bingung. Sebenarnya ia merasa tidak enak mengangkat telepon dari Anna karena Kaivan sudah melarangnya sebelumnya. Tapi di sisi lain ia juga merasa bersalah jika terus menerus mengabaikan Anna.
"Apa kabarnya kamu, Gendis? Shila gimana? Sehat kan?" ujar Anna memberondong semua pertanyaannya dalam satu kali nafas. Ia begitu merindukan sosok putrinya.
"Sehat mba ... kami semua sehat ..." sahut Gendis.
"Boleh aku ngomong sama Shila?" pinta Anna kemudian.
Gendis menghela nafas panjang. Ia sudah tahu dari awal kemana arah pembicaraan Anna. Ia pasti akan meminta Shila berbicara kepadanya. Namun, ia juga tidak setega itu jika terus menghalangi hubungan Ibu dan anak.
"Sayang, ada telepon dari Mama" ucap Gendis seraya menyodorkan handphonenya kepada Shila yang tengah bermain boneka.
Shila menghentikan kegiatannya sesaat dan menatap Gendis bingung. "Loh ini kan Mama? Masa mama telepon aku padahal kan kita lagi ketemu?"
"Maksud Mama, ada telepon dari Mama Anna, sayang" jelas Gendis yang disambut dengan anggukan kepala dari Shila.
Gendis sekarang mengerti, memang panggilan Mama dari Shila di khususkan untuk dirinya sedangkan Mama Anna ya untuk Anna. Sebenarnya ada rasa senang ketika akhirnya Gendis mengerti. Tapi tetap terbesit sebuah rasa bersalah, seolah Anna hanya menjadi mama yang lain bagi Shila.
Gendis akhirnya memperhatikan Shila yang berbincang panjang lebar dengan Anna lewat telepon. Ia merasa harusnya seperti ini lah hubungan keduanya. Harusnya hubungan Kaivan dan Anna bisa berjalan baik, sehingga Shila bisa berhubungan akrab dengan kedua orangtuanya dengan bebas.
...***...
"Ma.. kata Mama Anna besok hari ulangtahunnya, terus Mama Anna ngajak Shila ketemu dan jalan-jalan katanya," ucap Shila usai menutup telepon dari Anna.
"Terus Shila jawab apa?" tanya Gendis seraya meraih handphonenya dari Shila.
"Shila jawab mau tanya Mama sama Papa dulu," jawab Shila cepat.
"Shila mau pergi ketemu Mama Anna?" tanya Gendis lagi seraya mengusap lembut kepala Shila.
"Terserah sih... kalo Shila di izinin ya Shila mau ..." jawab Shila menggantung.
"Memang kalau Shila nggak di kasih izin, nggak apa-apa gitu kalau Shila nggan ketemu Mama Anna?" tanya Gendis seraya memperhatikan ekspresi Shila.
Shila terdiam seraya mengerucutkan bibirnya. "Emm.. nggak apa-apa deh ... daripada Mama dan Papa jadinya berantem,"
Gendis terkejut mendengar ucapan Shila. Jadi anak ini menyadari jika belakangan ini Papanya terlihat gusar dan beberapa kali adu argumen dengan dirinya. Gendis takjub dengan kecerdasan Shila sekaligus Iba, anak sekecil itu harus menjaga perasaan orangtuanya. Gendis tidak mau jika Shila menjadi bersikap dewasa lebih cepat dari usianya sendiri.
...***...
"Mas besok aku antar shila ke dokter ya ... besok kan jadwal imunisasi Shila, " ucap Gendis seraya membantu Kaivan melepas dasinya.
"Jam berapa? Biar nanti aku izin benatr dari kantor buat nemenin kalian ..." ucapan Kaivan terpotong.
"Nggak usah Mas! Aku naik taksi online aja sama Shila, nggak apa-apa kok. Sekalian nanti pulangnya kami mau mampir ke toko buku, mau beli peralatan lukis Shila yang sudah habis," sahut Gendis cepat ada nada panik disana.
"Beneran nggak perlu aku anter?" tanya Kaivan lagi yang dibalas anggukan kepala cepat dari Gendis.
Degup jantung Gendis terasa sedikit lebih kencang. Ia memang tidak pandai berbohong. Besok ia berencana mengizinkan Shila bertemu dengan Anna usai dari imunisasi.
Begitu Kaivan masuk ke kamar mandi. Gendis dengan cepat mengetik sebuah chat kepada Anna. "Mba, besok jadi ya. Kita ketemuan sekitar jam 11 ya."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments