Selama 21 tahun hidup di dunia, Gendis baru menyadari jika menjadi terlalu baik juga bisa menjadi kesalahan. Ia tidak menyangka jika membiarkan Shila dekat dengan Ibu Kandungnya, Anna Marcella bisa berujung menjadi sebuah masalah. Padahal niatannya hanya untuk membuat hubungan antara Ibu dan anak itu menjadi semakin membaik.
Perlahan Gendis menyodorkan segelas cokelat hangat kehadapan Kaivan. "Di minum dulu, Mas" tawar Gendis kepada Kaivan.
Mendengar suara Gendis, Kaivan yang tengah mengecek beberapa file pekerjaanya dari laptop tampak reflek menoleh sesaat, kemudia kembali mengalihkan padangannya kembali ke layar laptop.
Gendis tampak menghela nafas panjang melihat sikap suaminya itu. Sudah dua hari ini, Kaivan memang mendiamkannya. Lebih tepatnya, ketika surat gugatan hak asuh anak dari Anna Marcella datang ke rumah ini.
"Mas, jangan diemin aku begini dong," ucap Gendis pelan seraya mengambil duduk disamping Kaivan.
Hening. Kaivan masih larut dalam pekerjaannya.
Dengan sedikit ragu-ragu, Gendis nampak menggamit lengan Kaivan. "Mas, ayo ngomong jangan diemin aku kayak gini terus. Mas," panggil Gendis dengan nada sedikit manja disana. Ia berharap dengan cara ini bisa menarik perhatian Kaivan.
Sepertinya cara Gendis cukup efektif. Kaivan sedikit terkejut terutama dengan tindakan Gendis yang lebih dulu menggamit lengannya dan bermanja dengan suaranya.
Sadar Kaivan sudah menatapnya. Gendis tersenyum senang. "Mas Kaivan udah nggak marah kan? Bisa kita diskusi baik-baik?"
Kaivan hanya bisa menghela nafas, diam-diam ia merutuki dirinya sendiri yang kepa begitu lemah menghadapi Gendis, terutama jika ia sudah disuguhi senyuman manis dan wajah imut menghiba sepertin ini.
...***...
"Jadi sudah dua minggu ini dan hampir setiap hari, Anna menemui Shila?" tanya Kaivan setelah mendengar cerita panjang lebar dari Gendis.
"Iya Mas, Mba Anna menemui Gendis setiap pulang sekolah. Ada aku juga kok Mas. Biasanya kami bertiga akan makan, jalan-jalan atau sekedar bermain bersama," jelas Gendis.
"Kok Kamu nggak cerita sama aku?" protes Kaivan sebal.
Gendis yang sadar ajan perubahan emosi Kaivan, mebuatnya langsung meraih tangan Kaivan dan mengelusnya pelan. "Mba Anna yang minta aku untuk nggak cerita dulu sama Mas Kaivan, karena takut Mas marah dan berujung melarang dia bertemu Shila lagi."
"Dan sepertinya Mba Anna benar.. toh buktinya sekarang Mas marah," sambung Gendis lagi yang dibalas dengan wajah masam Kaivan.
"Selagi bermain dengan Gendis, Mba Anna juga banyak cerita loh Mas, ia sudah selesai menjalani masa rehabilitasi dan sudah dinyatakan sepenuhnya bebas dari ketergantungan narkotika, hebat kan?!" ucap Gendis memuji Anna di depan Kaivan.
Kaivan masih tampak terdiam, meskipun wajahnya sudah tidak semasam tadi.
"Mba Anna juga ngucapin selamat buat pernikahan kita, dia juga bilang senang akhirnya Mas Kaivan ..." ucapan Gendis menggantung. Ia sedikit ragu menyampaikan ucapan Anna yang sesungguhnya.
"Apa? Senang akhirnya apa?" tanya Kaivan penasaran.
"Senang akhirnya Mas Kaivan punya pasangan lagi, gitu" jawab Gendis cepat. Ia mengurungkan jawaban sesungguhnya dari Anna yang mengatakan senang akhirnya Kaivan bisa menikahi gadis favoritnya sejak dulu. Gendis juga sebenarnya bingung dengan ucapa Anna, dan jika ia mengungkapkannnya kepada Kaivan akan terdengar sedikit narsis untuknya.
"Mas, Mba Anna jadi jauh lebih baik loh mas, bahkan Shila sendiri yang bilang jika Mamanya itu sekarang jauh lebih asik dan membuatnya senang," sambung Gendis lagi.
"Ya tapi bukan berarti Anna berhak merebut hak asuh Shila!" ucap Kaivan dengan gusar. Meskipun ia sudah mendengar segala kebaikan Anna dari Gendis. Namun, dalam pikirannya, Ia masih mengingat jelas bagaimana perilaku Anna dulu, terutama jika ia dalam fase kecanduan obat, ia bisa dengan teganya memukul dan memarahi Shila dengan kasar.
Gendis menghela nafas panjangnya. "Untuk masalah itu aku jujur juga nggak tahu, Mas. Karena selama kami bertemu, Mba Anna nggak ada sedikit pun menyinggung tentang hak asuh anak,"
"Tapi mungkin menurutku, mungkin ini loh ya Mas. Keinginan untuk mengambil hak asuh itu di dasari dari rasa rindu yang besar. Mba Anna kan sudah hampir dua tahun tidak bertemu dengan Shila sama sekali," ucap Gendis berhati-hati.
"Ya terus ... Anna nggak mikirin Aku gimana? Bagaimana perasaan Papanya yang ditinggalkan Shila jika ia mengambil hask asuh anaknya?! Belum lagi perasaan Ibu, bapak dan kamu sebagai Mama barunya?!" cecar Kaivan sebal.
Gendis hanya bisa mengelus kembali tangan Kaivan yang masih dalam genggaman tangannya. Berusah menenangkan Kaivan sebaik mungkin.
"Kalau untuk hal itu ya sebaiknya memang di bicarakan dengan Mba Annanya secara langsung," saran Gendis pelan.
...***...
"Papa mau ketemu sama Mama Anna juga?" tanya shila bingung, ketika melihat Papanya datang menjemputnya pulang sekolah bersama Gendis. Shila yang tengah menggandeng tangan Anna dengan cepat melepasnya.
Gendis yang melihatnya seketika merasa iba. Shila memang anak yang cerdas. Ia begitu pandai menjaga perasaan orangtuanya. Ia melapas gandengan tangan Anna di hadapan Kaivan. Begitupun kemarin-kemarin ia begitu patuh menuruti permintaan Anna untuk tidak menceritakan pertemuannya kepada Kaivan.
"Shila temani Mama Gendis ke minimarket sebentar yuk. Kita beli bahan-bahan buat bikin cupcake nanti di rumah ya?!" ajak Gendis seraya menggandeng tangan Shila.
"Asiik! Hari ini kita buat cupcake? Aku mau yang rasa cokelat dan strawberry ya Ma!" pekik Shila senang. "Mama Anna tau nggak kalo Mama ini pintar sekali membuat kue loh! Eh, nggak cuma kue deh yang lain juga dari Ayam Bakar sampai spageti! Shila juga selalu boleh bantu masak beda sama Eyang yang selalu ngelarang Shila dekat-dekat dapur!"
Gendis tersenyum canggung mendengar pujian dari Shila. Ia takut jika Anna menjadi tersinggung karenanya. Apalagi Shila yang terus menerus memanggilnya hanya Mama, tetapi jika memanggil Anna menjadi Mama Anna. Padahal sudah berkali-kali ia ingatkan untuk memanggilnya Mama Gendis jika dihadapan Anna. Entah karena kebiasaan atau lupa, Shila terus mengabaikannya.
"Mama Anna ikut kita belanja juga, Ma?" tanya Shila seraya bergelayut manja kepada Gendis.
Gendis menggelengkan kepalanya. "Mama Anna dan Papa mau pergi ke kafe dulu. Mereka mau berbicara dan makan dulu. Nanti kalau kita semua sudah seleusai dengan urusan masing-masing kita akan berkumpul lagi. Oke?!" jelas Gendis lembut yang dibalas dengan anggukan kepala dari Shila.
"Aku belanja dulu sama Shila ya Mba," pamit Gendis kepada Anna yang dibalas dengan anggukan kepala yang canggung dari Anna. Ia tahu jika pertemuan Anna dan Kaivan memang akan berlangsung canggung.
"Mas, ngobrol yang baik sama Mba Anna ya!" pesan Gendis dengan berbisik kepada Kaivan.
Kaivan menggamit lengan Gendis. Ia sebenarnya lebih berharap jika ada Gendis diantara pertemuanya dengan Anna.
Gendis yang sadar akan tatapan Kaivan, berusaha menenangkannya dengan mengelus pelan pundak Kaivan. "Aku pergi dulu sama Gendis ya, Mas. Nanti kalau sudah selesai, aku telepon ya," ucap Gendis seraya mencium tangan Kaivan berpamitan.
Kaivan akhirnya hanya mengangguk pasrah dan membalasnya dengan mencium kening Gendis.
Gendis berjengit dengan cepat. Ia canggung dan merasa tidak enak jika Mba Ana melihat sikap Kaivan kepadanya.
Anna hanya termangu melihat sikap Kaivan dan Gendis yang terlihat sangat manis didepannya ini. Berbebda sekali dengan pernikahannya terdahulu, ia dan Kaivan jarang sekali bersikap seperti itu, karena keduanya sangat sibuk.
...***...
"Sepertinya kamu sudah bahagia sekali ya Mas? Gendis baik sekali menjadi seorang Istri dan Mama ya?!" ucap Anna seraya menyeruput es kopinya.
"Yah, seperti yang kamu lihat. Kamu juga terlihat jauh lebih sehat sekarang," balas Kaivan. Ia mulai mempercayai Gendis yang mengatakan jika Anna sudah berhenti menjadi seorang pencandu.
"Kalau begitu kamu nggak keberatan dong jika aku mengambil hak asuh Shila?" ucap Anna tiba-tiba.
Kaivan berusaha mengatur nafasnya. Ia mengingat betul ucapan Gendis untuk mengatur emosinya ketika bertemu dengan Anna.
"Mana bisa seperti itu ..." ucapan Kaivan terpotong.
"Mas, kamu itu punya segalanya. Istri baru, orangtua dan keluarga yang hangat. Kamu punya banyak orang di sekeliling kamu Mas! Sementara aku tidak punya siapapun lagi kecuali Shila!" ujar Anna dengan suara tercekat menahan tangis.
Kaivan terdiam. Anna memang hampir tidak memiliki siapapun. Kedua oarangtuanya sudah lama meninggal, sementara dia sendiri adalah anak tungal. Keluarga besarnya sebagian besar juga berada di Amerika. Ia bahkan masih mengingat, betapa bahagiannya Anna saat menikahi dirinya yang memiliki keluarga yang lengkap dan hangat.
"Jadi aku mohon Mas, izinkan Shila bersamaku!" ucap Anna seraya menangis dan berlutut dihadapan Kaivan.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments