Suka

“Masih ada kerjaan lagi?” tanya Kaivan dengan nada setengah mengeluh.

“Iya pak.. Bapak nggak mau ngecek hasil follow up dari hasil rapat proyek kemarin?” tanya Wira dengan nada sedikit heran, karena tidak biasanya boss-nya itu mengeluh masalah pekerjaan yang banyak.

“Deadlinenya kapan sih?” tanya Kaivan memastikan sambil sesekali melirik jam tangannya.

Wira dengan cepat mengecek data yang berada pada Ipad yang ada di genggamannya. “Eumm.. minggu depan sih pak..” ucapan Wira tiba-tiba terpotong.

“Oke! Kalau begitu Saya bisa nggak harus mengeceknya sekarang juga kan?!” Seru Kaivan seraya beranjak bangun dari kursinya dan merapikan tas kerjanya. “Jadi saya bisa pulang sekarang kan?!”

Wira nampak terkejut dengan sikap boss-nya yang akhir-akhir ini ingin pulang on time. Memang kekuatan pengantin baru tidak bisa dikalahkan. Ia berkeyakinan pasti boss-nya itu ingin cepat pulang karena ingin bertemu dengan Istrinya.

“Oh Ya.. jangan lupa ya.. Saya cuti tiga hari kedepan ya!” seru Kaivan mengingatkan Wira seraya melangkah keluar ruangan.

...***...

“Eyang Uti… Eyang Kakung… Shila sudah datang niih!!” seru Shila ceria saat melangkah masuk kerumah Kakek dan Neneknya.

Dari dalam ruangan nampak Bu Anggi dan Pak Indra nampak setengah berlari menyambut cucunya tersebut. “Shila sayang!” seru Bu Anggi seraya tersenyum lebar.

Secara tiba-tiba Kaivan memutuskan mengambil cuti dan pergi mengunjungi Orangtuanya di Semarang. Sebenarnya semua berasal dari kejadian ‘ciuman’ antara Kaivan dan Gendis, setelah itu hubungan keduanya menjadi canggung dan kaku, Kaivan sudah berusaha untuk mencairkan suasanan, tapi Gendis terlihat terus menjauhinya.

Kaivan akhirnya ‘curhat’ kepada Kaila tentang Gendis yang terlihat menjauhi dirinya meskipun ia tidak menceritakan detail masalahnya. Kaivan hanya bercerita ia dan Gendis sedang tidak cocok. Kemudian Kaila menyarankan Kaivan untuk membawa Gendis dan Shila untuk pergi berlibur ke Semarang, karena mengingat sifat Gendis yang sangat menghormati Orangtua dan Mertuanya, pasti Gendis tidak akan mungkin mengacuhkan Kaivan disana.

Benar saja, semenjak pulang ke rumah keluarganya di Semarang, Gendis tidak menolak untuk digandeng dan diajak bicara oleh Kaivan. Dan yang paling membuatnya senang adalah, mau tidak mau Gendis akan sekamar dengannya, dan tidak ada sofa juga di kamar milik rumah orangtuanya itu.

Kaivan sebenarnya tidak bermaksud apa-apa, apalagi berpikiran mesum. Ia hanya berpikir dengan sekamar bersama Gendis akan mencairkan suasana tegang diantara keduanya.

...***...

“Ya ampun Kaivan.. itu Gendisnya nggak bakal hilang.. kenapa dipegangin terus begitu sih?” ucap Bu Anggi dengan nada menggoda, saat melihat putranya tidak juga melepaskan genggaman tangan Gendis, meski keduanya hanya sedang menonton tayangan televisi.

Gendis hanya tersenyum malu menanggapi ucapan ibu mertuanya dan berusaha melepaskan tangannya, namun berbanding terbalik dengan dirinya Kaivan justru semakin mempererat genggaman tangannya, seolah tidak peduli dengan ledekan orangtuanya.

“Gendis tambah ya yang diurusin, selain Shila yang manja sekarang juga Papanya!” kali ini Pak Indra yang ikut mengomentari sikap putranya. Diam-diam Ia dan Istrinya senang melihat perubahan sikap Kaivan yang jauh lebih ceria semenjak menikah dengan Gendis.

“Cck..ck.. Bapak sama Ibu ini kayak nggak tahu saja deh sifatnya Mas Kaivan.. kalo dia sudah suka sama sesuatu ya bakal dipegangin terus aja kayak begitu, nggak boleh diliat apalagi dipegang sama orang lain! Dasar bucin!” seru Kaila meledek.

Kaivan seperti tertohok mendengar ucapan Kaila. Diam-diam Ia berpikir apa ia memang sebegitunya menyukai Gendis, maka Ia sangat tidak suka melihat Gendis berduaan dengan Robby hingga melampiaskan kekesalannya kepada Gendis dan berujung salah paham.

...***...

“Tuh kan.. kalo sudah nyampe kamar tinggal berdua, Kamu pasti diemin Aku lagi.” Protes Kaivan saat melihat Istrinya sudah terbaring dikasur dengan posisi membelakanginya, tidak lupa guling dan bantal yang rasanya jumlahnya dua kali lipat banyaknya dibanding yang ada dirumahnya di Jakarta.

Gendis masih terdiam.

“Gendis.. jawab dong.. Aku tahu Kamu belum tidur.” Panggil kaivan seraya memunguti satu persatu bantal yang mengahalangi mereka.

“Kenapa sih Mas?” sahut Gendis akhirnya menyerah dan duduk terbangun menatap Kaivan.

Kaivan yang tengah memindahkan bantal dan guling yang dijadikan pemabatas kasur diantara keduanya, nampak seperti ‘tertangkap’, Kaivan dengan spontan menghentikan kegiatannya dan tersenyum kikuk dan canggung. “Euumm.. Itu.. Aku mau minta maaf..” ucap Kaivan dengan suara amat pelan bahkan nyaris tidak terdengar.

Gendis nampak terdiam. Melihat Gendis terdiam Kaivan nampak beringsut memendekan jarak duduk antara dirinya dengan gadis itu.

“Aku minta maaf sudah bikin kamu kesel dan marah belakangan ini” ujar Kaivan dengan canggung. “Aku janji nggak akan nuduh-nuduh Kamu suka sama Robby lagi. Please.. maafin aku dan cuekin aku lagi ya?”

Gendis mengangguk pelan. “Jadi kamu nggak akan marah-marah lagi kalo ngelihat Aku ketemu dan deket-deket sama Robby ya..”

Kaivan tampak mengernyitkan dahinya. “Ngapain Kamu mesti ketemu dan deket-deket sama Robby?”. Sadar takut membuat Gendis marah lagi, Kaivan segera meralatnya “Iya kamu boleh ketemu tapi sekali-kali saja, terus jangan deket-deket banget juga.”

Gendis tampak memandang Kaivan dengan bingung.

“Ya kan.. bagaimana pun juga kan Kamu itu Istri Aku.. masa Kamu mau deket-deketan sama laki-laki lain, apa kata orang nanti ya kan?” ujar Kaivan beralasan. “Atau kalo Kamu mau ketemu Robby ajak Aku juga saja..”.

“Aneh Kamu Mas..” keluh Gendis. Kaivan terlihat senang, karena setidaknya Gendis sudah menanggapi pembicaraannya, tidak lagi mendiamkannya seperti patung es lagi.

“Jadi Kita sudah baikan kan? Sudah bisa tidur? Yuk!” Kaivan diam-diam mulai memunguti bantal-bantal pembatas disampingnya.

“Kamu Cuma minta maaf hal itu saja? Yang lain nggak?” tanya Gendis lagi.

Kaivan kembali menghentikan aktivitasnya dan menatap Gendis. “Yang lain? Apa?”

Gendis nampak canggung. “Itu.. kejadian itu..”

“Itu apa sih? Coba Kamu ngomong yang jelas..” tanya Kaivan ikut bingung.

“Itu.. waktu di tempat parkir.. kamu.. aku..” Gendis nampak tergagap sendiri menjelaskannya. “Ah.. tahu deh.. kalo Mas sudah lupa ya sudah..” Gendis akhirnya memilih untuk tidur, ia segera beranjak menjauhi Kaivan dan pergi kebagian kasurnya.

Kaivan diam-diam tersenyum geli melihat tingkah Gendis yang terlihat begitu menggemaskan sekarang. “Maksud kamu..ciuman kita?”

Tubuh Gendis menegang mendengar ucapan Kaivan. Mas Kaivan inget! Dia sama sekali nggak lupa.. Ya ampuun..

Kaivan mendekati Gendis yang tengah berbaring membelakanginya. “Aku nggak mesti minta maaf dong.. kan itu hal yang wajar antara suami istri!” ucap Kaivan dengan nada menggoda.

Gendis masih tidak bergerak. Ia sibuk menutupi wajahnya dengan selimut dan telapak tangannya.

Kaivan tidak tahan lagi Ia tergelak tertawa melihat sikap Gendis. “Gendis.. kamu lucu banget deh.. kaya anak kecil saja deh.. Jangan bilang ini ciuman pertama kamu?!”

Gendis masih terdiam. Merasa tidak medapat respon, Kaivan justru terkejut sendiri. “Ini.. beneran? Jadi aku yang pertama?”

Kaivan spontan memegang pipinya yang terasa menghangat. Kini bukan hanya Gendis saja yang malu. Tapi juga dirinya. Ya ampuun… Gendis.. Kamu itu gemesin banget…Gue kan jadi makin suka…

Kaivan meyakinkan dirinya jika ia harus segera menyatakan perasaanya kepada Gendis.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!