Lamaran Terakhir

“Astaga Mas Kaivan!” seru Gendis seraya menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, ia hampir saja berteriak di tengah malam.

Gendis yang tengah menginap tidur bersama Shila, tiba-tiba terbangun ditengah malam karena haus. Saat berjalan kedapur ia dikejutkan dengan sosok pria yang tengah termangu duduk diruang tengah keluarga, dan memandang kearah jendela. Karena pencahayaan yang minim, Gendis baru menyadari bahwa sosok pria itu adalah Kaivan.

Kaivan yang mendengar seruan Gendis nampak menoleh kearahnya tersenyum tipis sesaat dan kembali mengarahkan pandangannya kearah jendela menatap bulan yang tengah berbentuk lingkaran penuh.

Gendis kemudian melanjutkan kembali langkahnya menuju kedapur dan dengan cepat mengambil dua buah gelas kemudian mengisinya dengan cokelat hangat.

“Kamu tuh horror banget sih Mas, tengah malem duduk sendirian sambil ngelamun deket jendela lagi!” ujar Gendis seraya menyodorkan sebuah gelas kepada Kaivan. Cokelat hangat, minuman yang sangat sulit ditolak oleh Kaivan.

“Siapa yang ngelamun… Aku sih lagi lihatin bulan purnama tuh.” sahut Kaivan seraya menyeruput minumannya.

Gendis yang mendengar ucapan Kaivan ikut menatap kearah bulan yang ditunjukan oleh Kaivan. “Sejak kapan kamu jadi suka lihat bulan Mas? Bukannya kalo difilm-film Bulan purnama itu petanda ada vampir atau manusia serigala ya?”

Kaivan menjitak pelan kepala Gendis. “Dasar nggak romantis… pantesan aja belum punya pacar!”

Gendis hanya meringis kecil. Untuk sesaat keduanya seperti flash back kemasa kecil mereka, yang saling jahil dan mengejek.

“Jadi gimana persiapan kamu ke Singapura? Udah beres semua?” tanya Kaivan tiba-tiba.

Gendis mengangguk pelan. Kemudian mengalihkan pandangannya dari Kaivan dan memilih menunduk.

Seolah tahu apa yang dipikirkan Gendis, Kaivan dengan santai mengacak-acak puncak kepala Gendis pelan. “Tenang aja.. nanti lama-lama Shila juga ngerti alasan Kamu pergi kok!”

“Aku juga berat ninggalin Shila” Ucap Gendis pelan.

Kaivan nampak kaget mendengar ucapan Gendis, pelan-pelan ditatapnya perempuan dihadapannya ini, kedua matanya mulai berkaca-kaca. Diam-diam Kaivan menganggumi hubungan kedekatan Gendis dengan Shila, bagaimana seorang Gadis berusia 21 tahun dengan anak usia 6 tahun memiliki kedekatan selayaknya Ibu dan anak, padahal keduanya baru bertemu 2-3 bulan belakangan ini.

Dalam hati Kaivan juga kembali teringat ucapan Ibunya, bahwa Gendis memang bukan Gadis biasa, ia terlihat dewasa dan keibuan melebihi usianya. Kaivan pun kini mengakuinya. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Kaivan.

“Kalau kamu berat meninggalkan Shila, maka Kamu nggak usah pergi.” Ucap Kaivan tiba-tiba memecah keheningan keduanya.

Gendis hanya terdiam dan menatap lekat Kaivan.

“Seperti kata Gendis, kamu bisa bekerja sama Aku… kalau Kamu mau…” ucap Kaivan pelan, nadaa bicaranya seoalah ia tidak percaya diri.

“Maksudnya apa Mas?” tanya Gendis bingung.

Kaivan nampak terdiam sesaat sebelum akhirnya bicara. “Sebut aku egois, sebut aku nggak berperasaan dan nggak pengertian… tapi Aku mau mengajakmu menikah denganku.”

Gendis nampak mengernyitkan dahinya bingung. Apa-apaan ini, ia kembali mendengar ajakan menikah dari Kaivan untuk kedua kalinya.

“Aku nggak bisa bilang kalo Aku mengajakmu menikah karena cinta. Jujur untuk saat ini Aku memang nggak punya cinta yang bisa aku tawarkan untukmu. Aku mengajakmu menikah untuk Shila” ucap Kaivan dengan pandangan nanar, ada kegundahan disana.

“Aku tahu Shila sangat menyukaimu, dan kamu juga begitu menyayangi Shila. Keluargaku tidak lengkap, dan tidak akan pernah lengkap tanpa kehadiran Ibu untuk Shila. Dan aku menginginkanmu menjadi Ibu Shila untuk saat ini.” Jelas Kaivan lagi.

Gendis masih nampak terdiam. Ia kembali menunduk dalam.

“Aku tahu Kamu masih sangat muda Gendis, banyak impian dan bahkan cinta yang sesungguhnya yang ingin kamu rasakan dan raih. Tapi aku mohon… sebentar saja bantu aku untuk menjadi Ibu Shila, sampai ia sedikit menjadi lebih besar.”

“Sebentar? Maksudnya apa Mas?” tanya Gendis kesulitan mencerna penjelasan Kaivan.

“Akan sangat jahat bagiku jika menahanmu menjadi Ibu Shila untuk seumur hidup. Aku ingin kamu bertahan dalam pernikahan hanya untuk Lima.. ah tidak.. aku rasa Tiga tahun sudah cukup.” Jelas Kaivan lagi. “Nikahi aku selama Tiga Tahun demi menjadi Ibu Shila, kita hanya akan menjadi suami-istri dalam status, tidak ada hubungan lain. Setelah tiga tahun aku menjanjikan kebebasan untukmu. Aku akan menceraikanmu”

Kepala Gendis terasa sedikit berdenyut. Dalam semalam ia mendapatkan ajakan pernikahan dan perceraian sekaligus dari Kaivan.

“Kamu menginginkan kawin kontrak denganku Mas?” tanya Gendis pelan yang dijawab dengan anggukan kepala cepat dari Kaivan.

Gendis menghela nafas panjang. Ia merasa kepala Kaivan pasti sedang bermasalah karena menawarkan pernikahan kontrak kepadanya. Namun alih-alih langsung menolaknya, Gendis justru menjawab akan mencoba mempertimbangkannya dahulu.

...***...

“Kalau Ibu dan Bapak memang lebih senang Aku tinggal dimana? Di Singapura atau di Semarang?” tanya Gendis seraya melipat pakaiannya yang nantinya akan ia tata masuk kedalam koper,

“Yo.. kalo dibilang pengen yo pasti tinggal di Semarang toh ya… bareng Ibu, bapak, Shila dan Mas Kaivan” jawab Ibunya yang juga tengah membantu melipat pakaian Gendis.

Gendis nampak menghentikan kegiatannya. “Kok Mas Kaivan disebut?”

Ibu tampak mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya melirik kearah Ayah Gendis, berharap Suaminya dapat membantu menjawab.

Pak Taufik yang cepat tanggap akan sinyal dari istrinya, bergegas meninggalkan kegiatannya yang tengah mengelap koper milik Gendis dan berjalan duduk mendekati putrinya itu.

“Bapak sudah dengar dari Pak Indra dan Bu Anggi, bahkan juga dari Mba Kaila, mereka memintamu jadi Istri Mas Kaivan.” ucap Ayah Gendis pelan. Ia menatap lekat-lekat putri tunggalnya itu, memperhatikan perubahan ekspresi wajahnya.

Jauh dari perkiraan Ayah dan ibunya, sikap Shila tampak tenang sekali. “Kalau menurut Ibu dan Bapak bagaimana?”

Ibu nampak beringsut mendekat kearah Gendis. “Ibu tentu senang kalau kamu setuju, bukan karena keluarga Wasesa yang kaya raya, tapi karena mereka keluarga yang baik dan kamu tahu itu Nduk.”

“Bapak juga senang, jika anak bapak tersayang mendapat suami dan keluarga yang baik. Namun, tetap pilihan kamu lah yang paling terpenting. Ibu dan Bapak akan selalu mendukung keputusanmu.” Bapak dengan perlahan memeluk Gendis dan mengusapnya lembut.

...***...

“Kaila nggak usah mindik-mindik gitu, Aku tahu kamu dibelakangku.” ucap Gendis seraya menahan tawanya. Benar saja, Kaila kemudian muncul dari belakangnya seraya menggerutu kesal karena rencananya mengejutkan Gendis gagal total.

“Kebiasaan mu yang suka ngaggetin itu nggak berubah-ubah.. yo jelas Aku tahu toh..,” ucap Gendis seraya tersenyum geli melihat wajah ngambek Kaila.

“Nah gitu dong ketawa jangan ditekuk terus muka Lo deh.. sayang cakep-cakep jadi kusutkan.. lagian mikirin siapa deh Lo sampe kaku gitu? Diapain lagi lo sama Mas Kaivan?” ucap Kaila panjang lebar. Merasa keceplosan bicara Kaila dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

Gendis mengernyitkan dahinya. “Memang Mas Kaivan cerita apa sama kamu?”

Kaila tersenyum canggung. “Eeum.. cerita kalo.. dia udah ngajakin Lo nikah.. tapi langsung ditolak juga sama Lo..”

“udah itu aja?” tanya Gendis lagi yang dijawab dengan anggukan kepala cepat dari Kaila.

Gendis diam-diam mensyukuri Kaila tidak mendengar cerita lamaran terbaru dari Kaivan, lebih tepatnya lamaran pernikahan kontrak.

“Kalo menurut kamu gimana?” tanya Gendis tiba-tiba.

“Eum… maksudnya Lo sama Mas Kaivan nikah gitu?” tanya Kaila balik, memastikan pertanyaan Gendis.

Gendis menganggukan kepalanya pelan. “Iya.. menurutmu, Aku kalo sama Kakakmu gimana?”

Kaila nampak tersenyum sumringah. “Gue rasa bakal cocok pake banget! Lo tahu kan Mas Kaivan itu kakunya udah kayak kanebo kering yang kayaknya emang mesti didampingin sama cewek kalem macem air danau kayak Lo gini biar kehidupannya jadi ikutan tenang dan lebih adem gitu…”

Gendis hanya tertawa kecil mendengar perkataan Kaila yang dengan kejamnya membandingkan Kakaknya dengan kanebo kering.

Tiba-tiba Kaila meraih kedua tangan Gendis dan menatap lekat kedua matanya. “Tapi serius deh Gendis… Gue tahu nggak bakal mudah menikahi Mas Kaivan di usia semuda kita, terlebih lagi Lo bakal langsung jadi Ibu buat Shila. Tapi percaya deh, dibalik sifat nyebelinnya Mas Kaivan, sebenernya dia orang baik dan romantis kok.. jadi bakal Gue jamin kehidupan pernikahan kalian pasti bakal menyenangkan.”

Mendengar kata romantis, membuat Gendis kembali terkekeh geli. Apa maksudnya sifat romantis Mas Kaivan itu ya memandang bulan purnama ditengah malam buta.

Sekarang rasanya semua orang tengah meminta Gendis untuk menerima tawaran pernikahan dari Kaivan.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!