1000 Alasan untuk Menolak

Gendis tampak menghela nafas melihat Shila yang masih terjaga. Diam-diam Gendis nampak menghitung buku-buku dongeng yang tampak berserakan disampingnya, ada satu, dua, tiga bahkan sudah empat buku yang ia bacakan untuk anak itu tapi ia belum tertidur juga.

“Shila kenapa belum tidur juga?” tanya Gendis pelan seraya mengusap lembut kepala Shila.

Shila nampak menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Shila belum ngantuk, Ayo.. bacain Shila cerita yang lain lagi Tante..” sahut Shila dengan suara yang agak parau. Suara khasnya ketika sudah mulai mengantuk.

Gendis menangkupkan telapak tangannya kewajah Shila, menatap lekat-lekat mata Shila yang tampak sayu. Jelas-jelas anak ini mengantuk tetapi kenapa menolak untuk tidur. “Coba cerita ke Tante.. kenapa Shila nggak mau tidur padahal matanya sudah mengantuk begini?”

Tiba-tiba Shila merangsek masuk ke pelukan Gendis. “Habisnya kalo Shila tidur, Tante Gendis pasti langsung pulang. Tante kan udah nggak mau nginep dikamar Shila lagi.”

Gendis ikut sedih mendegar ucapan Shila. Ia tidak menyangka anak itu tahu jika ia sekarang menghindari menginap tidur bersamanya. Sebenarnya bukan hanya itu, Gendis sekarang juga lebih senang mengajak Shila bermain diluar rumah dibandingkan didalam rumah. Ia memang berusaha sebisa mungkin menghindari bertemu dengan keluarga Wasesa, terutama Kaivan. Karena sejak ajakan menikah yang muncul dari Kaivan, membuat Gendis terasa canggung jika harus bertemu dengannya.

...***...

“Gendis… kamu itu punya banyak impian…” ucap Gendis perlahan pada dirinya sendiri. Ia kembali menatap wallpaper layar laptopnya yang berisi kolase dari beberapa foto dan gambar yang ia edit sendiri. Gendis menyebutnya Papan Impian, gambar yang menyimbolkan impian-impian yang hendak dicapainya.

Gendis memimpikan setelah wisudanya nanti, ia bisa mulai berkarier profesional sambil menabung untuk melanjutkan S2 nya, membeli sebuah rumah, mobil, dan travelling ke beberapa negara favoritnya. Namun, impian terbesarnya memang menjamin kehidupan orangtuanya. Gendis ingin Ayah dan Ibunya berhenti bekerja di rumah Keluarga Wasesa, ia ingin Kedua orangtuanya berbahagia di masa tuanya tanpa harus memikirkan sibuk bekerja lagi.

Gendis sangat tahu bagaimana perjuangan kedua orangtuanya dalam merawat dan membesarkannya. Dengan keadaan ekonomi keluarga yang sangat sederhana, keduanya selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan Gendis. Terbukti, meski harus bersusah payah, sejak kecil Gendis selalu bersekolah dengan taraf Internasional.

Gendis bersyukur, kedua orangtuanya selalu mendukungnya dengan memberikan pendidikan terbaik. Meski Gendis adalah seorang anak tunggal, tapi kata manja sangat jauh darinya. Ia selalu berusaha menjadi anak yang terbaik untuk membalas semua kebaikan kedua orangtuanya.

Namun kehadiran Shila, terlebih ajakan menikah dari Kaivan mengusik tekadnya untuk mengejar impian-impiannya. Gendis memang menyukai Shila, namun ia tidak pernah membayangkan jika harus menjadi Ibu sambungnya.

Gendis juga mengenal Kaivan dengan baik, dibalik sikap kaku dan seriusnya, Gendis yakin dia adalah pria yang baik dan sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya, namun ia juga tidak pernah terpikirkan menjadi Istri untuknya.

Gendis kembali menatap dream visionnya dan baru menyadari, bahkan tidak ada foto pernikahan disana. Gendis memang belum memikirkan pernikahan sebagai bagian dalam impian yang harus ia kejar dalam waktu dekat ini.

Piip…Piip… sebuah nada notifikasi masuk dihandphonenya, membuyarkan kegalauan Gendis saat ini.

Gendis nampak tersenyum tipis saat menatap layar handphonenya. Notifikasi panggilan Video call grup dari kedua sahabatnya Tina dan Robby.

“Hellooo my girl Gendiss!!!!” seru Tina heboh saat mengetahui Gendis memasuki Video Call Grup.

Tampak Robby juga reflek langsung mengernyitkan dahinya saat mendengar suara Tina. “Eh.. Tina.. Gila ya suara lo kenceng banget ngalahin sirine ambulan tau!”

Gendis tertawa kecil melihat keduanya yang memang jarang sekali akur. Gendis, Tina dan Robby adalah teman sekelasnya saat berkuliah di Singapore. Ketiganya semakin akrab karena hanya merekalah warga negara Indonesia di angkatannya. Tina adalah anak General Manager dari sebuah Mall besar di Jakarta, sementara Robby adalah anak dari pengusaha Telekomunikasi terbesar di Indonesia.

Meski berasal dari keluarga yang berada, Tina dan Robby tidak pernah membedakan Gendis yang hanya sebagai mahasiswa sederhana yang menerima beasiswa. Ketiganya memiliki impian yang sama, seusai kuliah ingin segera memasuki dunia kerja dan kembali menempuh S2 bersama. Mereka ingin memulai hidup mandiri secepat mungkin.

“Lo bener-bener ya Gendis! Lulus sidang skripsi langsung cabut ke Indonesia! Jahattt! Mana nggak bilang-bilang lagi! Udah ngapain aja Lo di situ? udah mulai magang cari gawe ya? apa jangan-jangan Lo udah mulai daftar kuliah S2?” Tanya Tina panjang lebar memberondong Gendis.

“Heh Tina! Lo itu lagi Nanya apa lagi wawancara si Gendis sih? Kurang banyak pertanyaan Lo” ledek Robby mendengar ocehan Tina.

Gendis kembali tertawa mendengarnya. Rasanya ia sudah lama tidak tertawa lepas akhir-akhir ini, selain bersama Shila. Hari-harinya selalu sibuk memikirkan cara untuk menghindari Kaivan.

“Tenang.. tenang.. Aku belom mulai kerja apalagi kuliah kook.. Aku masih di Semarang bareng orangtua ku!” sahut Gendis menenangkan Tina.

“Eh.. Tapi Tina.. masa sih kamu nggak tau kalo Aku pulang ke Indonesia? Robby aja tahu kok… itu Loh Tin.. yang aku cerita menang acara kuis online, nah.. hadiahnya tiket pesawat ke Indonesia.. daaan pas banget lagi tiket yang aku menangin itu Singapore ke Semarang! Semuanya berkat Robby.. dia yang ngasih tahu acara kuis itu” lanjut Gendis lagi.

Tina tampak mengernyitkan dahinya mendengar cerita Gendis. “Masa sih? Kuis apaan memangnya?”

“Makanya Lo jangan sibuk pacaran mulu sama Michael! Jadi nggak nyimak deh omongan Gendis!” sahut Robby tiba-tiba memotong ucapan Tina.

“Eh, btw berita bagus apaan nih Tina yang mau Lo ceritain ke kita?” sahut Robby lagi mencoba mengubah topik pembicaraan.

Tina kemudian menepuk dahinya pelan “O iyaa… tuh kan hampir Gue lupa nyampein hal yang penting malah!”

Gendis nampak menyimak baik-baik pembicaraan Tina dan Robby. Intinya Tina mendapat tawaran dari kolega orangtuanya di Singapore untuk masuk ke sebuah perusahaan agency periklanan di Singapura, statusnya memang hanya sebagai pegawai sementara tapi jika hasil pekerjaannya bagus, bukan tidak mungkin akan ada pengangkatan sebagai pegawai tetap.

Tina juga mengajak Robby dan Gendis sebagai partnernya dan memasuki perusahaan itu bersama. Terlebih lagi jam kerja yang ditawarkan cukup fleksibel, sehingga memungkinkan jika ketiganya memulai bekerja sambil lanjut kuliah S2.

Sekali lagi Gendis merasa keberuntungan berpihak kepadanya. Mendapat tawaran bekerja sekaligus berkesempatan melanjutkan kuliah bersama sahabat-sahabatnya. Mendengarnya saja sudah membuat Gendis merasa senang.

Gendis juga merasa ini adalah jalan keluarnya menghindari kecanggungannya bersama Kaivan. Pergi ke Singapura sama seperti ia tidak lagi bertemu dengan Kaivan. Meskipun ia sekali lagi, harus berpisah jauh dengan orangtuanya.

...***...

“Mas.. kamu udah denger kalo Gendis bakal balik ke Singapura? Katanya dia dapet tawaran kerja disana?” Tanya Kaila takut-takut kepada Kaivan. Ia memang menjadi setengah takut kepada kakaknya itu, semenjak ia dimarahi habis-habisan karena kejadian ia menghasut Shila untuk meminta Kaivan menikahi Gendis.

Jika saja bukan karena permintaan Ibunya yang memaksanya untuk berbicara kepada Kakaknya hari ini, Kaila masih sangat takut dan enggan bertemu dengan Kaivan.

Kaivan nampak menghela nafas panjang mendengarnya. Sudah banyak orang yang membahas rencana kepergian Gendis kepadanya dihari ini. Dimulai dari Ibunya, Ayahnya dan sekarang Adiknya. Tenyata selain Shila, keluarganya sudah benar-benar sudah sangat menyukai Gendis.

“Yah.. terus apa hubungannya sama Aku?” ucap Kaivan dingin berusaha acuh dan memilih terus berusaha fokus dengan layar laptopnya.

Kaila tampak menatap heran Kakaknya. “Kamu beneran nggak peduli Gendis pergi? Shila Gimana Mas?”

Wajah Kaivan tiba-tiba tampak mengeras. “Yah terus aku harus gimana lagi? Semua orang nyuruh aku menikahi Gendis, nggak kamu, nggak Ibu, nggak Ayah semua sama aja. Gimana Aku mau nikahin Gendis kalo dianya aja nolak Aku?!”

Kedua mata Gendis nampak membulat. Ekspresi khasnya saat terkejut. “Gendis nolak kamu Mas?”

Kaivan reflek menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Ia merasa keceplosan, selama ini ia tidak pernah menceritakan ke siapapun bahwa ia pernah memberi ajakan menikah kepada Gendis yang berakhir dengan penolakan secepat kilat juga.

“Pak… pak… Shila sesak nafas pak..” Ucap Bu Iyem tiba-tiba, ia memasuki ruangan kerja Kaivan dengan panik. Pembicaraan keduanya tiba-tiba terpotong, dan segera bergegas menemui Shila.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!