Mama Untuk Shila

“Gendis itu cocok jadi Mamanya Shila loh Kai..” ucap Bu Anggi sedikit berhati-hati. Ia terus memperhatikan ekspresi wajah Kaivan, anak laki-laki satu-satunya itu.

Kaivan masih terdiam.

“Lihatlah perubahan sikap Shila saat bersama Gendis, jauh lebih penurut dan emosinya terkontrol. Kamu tahu sendiri sudah berapa kali Shila ganti pengasuh, semuanya tidak ada yang sanggup berlama-lama dengan Shila. Cuma Gendis yang paling didengar sama Shila saat ini.” Kali ini Pak Indra yang angkat bicara, mencoba membuka jalan pikiran Kaivan.

Kaivan menghela nafas panjang. “Kalo begitu jadikan Gendis pengasuh Shila aja Bu, Pak.. nggak mesti jadi Mamanya juga kan?!”

Bu Anggi mengelus pundak Kaivan dengan lembut. “Gendis beda Nak… yang Ibu dan Bapak maksud bukan cuma karena Gendis pintar mengurus Shila, tapi juga cocok menjadi pendamping kamu. Jadi istrimu Kaivan.”

Ekspresi wajah Kaivan kembali kaku.

“Toh kalian berdua kan sudah kenal dari kecil, lihat juga Gendis yang paling tahan sama sikap dingin dan keras kepalamu itu. Mau dicari dimana lagi gadis sebaik Gendis?” Bu Anggi kembali menjabarkan alasannya.

“Ibu tahu, Gendis masih 21 tahun Bu, anak itu baru lulus kuliah. Dia itu anak yang pintar, pasti banyak cita-citanya, jangan paksa dia tiba-tiba harus segera menikah dan mengurus anak. Bahkan usianya sama Aku jaraknya hampir 13 tahun loh bu..” Kaivan mencoba menjelaskan alasan penolakannya.

“Lagipula Aku belum tertarik nikah lagi Bu…” ucap Kaivan pelan.

“Kamu itu udah bercerai dua tahun lamanya loh Kai.. jangan menutup diri terus dong.. kasihan sama Shila dan dirimu sendiri” Ucap Bu Anggi dengan nada sedih. “Ibu yakin Gendis itu beda sama Anna”

“Tapi Bu…” Ucapan Kaivan terpotong.

“Yo wiss.. dipikirkan dulu baik-baik Kai… Ibu dan Bapak toh kan juga nggak maksa mesti sekarang juga kamu itu nikahin Gendisnya!” Ucap Pak Indra Bijak menengahi adu argumen antara Istri dan Putranya.

...***...

“Tuh lihat Pak… anak sebaik dan sesabar Gendis kok ya nggak dilirik Kaivan sih!” Gerutu kesal bu Anggi kepada Suaminya. Keduanya tengah melihat Gendis yang tengah mengajari Shila bermain bola bekel.

“Biarpun masih muda, Gendis itu telaten kok ngurusin Shila, coba lihat sekarang badan shila lebih kelihatan berisi, sehat ya karena makannya teratur diurusin sama Gendis.”

Pak Indra hanya terkekeh mendengar ucapan Istrinya. Ia tahu betul Bu Anggi sangat menyukai Gendis, bahkan dari dulu. Sama seperti dirinya juga. Mereka selalu menganggap Gendis adalah putri mereka juga. Apalagi jika membayangkan saat ini Gendis berkesempatan menjadi menantu mereka, tambah senang hati keduanya.

“Ya tapi kalo Kaivannya nggak mau ya masa di paksa Bu?” ucap Pak Indra bijak.

“Bukan nggak mau.. tapi belum mau! Kaivan aja yang belum sadar-sadar” Ucap Bu Anggi gemas yang hanya ditimpali tawa kecil dari Suaminya.

Dalam hati Bu Anggi ia tidak bisa juga mengharapkan Pak Indra untuk mendukung rencananya menjodohkan Kaivan dengan Gendis. Karena, Ia tahu betul suaminya bukan tipe yang suka memaksa dan mengatur anak-anaknya.

Pip! Pip!

Tiba-tiba ponsel bu Anggi berdering. Tertera nama Kaila dilayarnya. Putri keduanya yang tengah berkuliah di Jakarta. Bu Anggi dengan sumringah mengangkat teleponnya. Sebuah ide baik melintas dikepalanya.

...***...

“Tante Kailaaaa!!!” Pekik Shila senang, seraya menghambur ke pelukan gadis berpostur tubuh mungil dengan potongan rambut pendek sebahu.

Kaila Adzani Wasesa, yang tidak lain adalah adik kandung Kaivan.

Gendis yang tengah menemani Shila membaca buku dibangku taman, ikut tersenyum mendekati keduanya. “Apa kabar Kaila?”

Kaila yang mendengarnya tersenyum sumringah dan memeluk Gendis. Sahabat semasa sekolahnya sejak SD, keduanya hanya terpisah saat dibangku Kuliah. “Gendisss… Gue kangen bangettt.. ngettt..”

Tapi tak lama Kaila kemudian mencubit pinggang Gendis dengan gemas, yang membuat Gendis spontan meringis kesakitan.

“Kenapa sih Lo udah selesai skripsi aja? kecepetan tau nggak! Kan Gue jadi ditanya-tanyain kapan lulus juga sama nyokap bokap Gue!” gerutu Kaila kesal.

Gendis hanya tertawa menanggapinya. Ia cukup takjub mendengar gaya bicara Kaila cukup berubah, logat bicaranya sudah sangat seperti orang Jakarta.

“Sok gaul banget kan emang Kaila ini! Baru juga kuliah di Jakarta empat tahun tapi udah berasa jadi orang sana beneran kayaknya dia” ledek Bu Anggi seolah tahu apa yang dipikiran Gendis.

Kaila yang mendengarnya hanya menegerucutkan bibirnya kesal. Ekspresi yang mirip dengan wajah kesal Shila.

“Kaila.. Ibu mau ngomong sebentar coba..” bisik Bu Anggi kepada Kaila.

...***...

“Apa? Ibu mau jodohin Mas Kaivan sama Gendis? Memangnya mas Kaivan mau?” seru Kaila usai mendengarkan cerita Ibunya.

“Ya itu.. Mas mu itu kan kerasnya minta ampun, dia nolak mentah-mentah. Segala bilang Gendis masih muda, jarak usia mereka jauh. Ada-ada aja alasannya…” keluh Bu Anggi.

Kaila mengangguk-angguk. Sebenarnya alasan Kakaknya itu ada benarnya juga. Gendis memang masih muda, ia masih seusia dengannya. Untuk Kaila membayangkan menikah saja sudah sulit, ditambah lagi harus menjadi Ibu untuk anak usia 6 tahun.

“Iya Ibu tahu… Gendis masih muda, pintar juga pasti masih banyak cita-cita kariernya. Tapi Ibu lihat Gendis itu cukup dewasa, bahkan jauh dewasa dari Kamu. Jadi ibu rasa ia cukup mampu jadi istri Mas mu dan ibunya Shila” Bu Anggi kembali meyakinkan Kaila, ia harus membuatnya berada dipihak mendukungnya.

“Ya… ga usah pake nyindir banding-bandingin dewasa sama aku dong Buu..” Rajuk Kaila kesal. “Tapi Gendisnya gimana? Dia mau sama Mas Kaivan?”

Bu Anggi nampak menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ibu belum nanyain Gendis sih.. tapi bukannya kalo masalah kayak gini harusnya pihak lelaki yang maju duluan? Kalo Kaivannya maju kan Gedis jugan nanti mau juga.”

“Ini nih.. Ibu masih kuno berarti” ucap Kaila meledek ibunya. “Yang mau dijodohin itu kan dua orang bu.. Mas Kaivan sama Gendis, lah kalo Mas Kaivannya mau tapi Gendisnya nolak ya sama aja..”

“Jadi Ibu mesti gimana?” Jawab bu Anggi bingung.

“Masalah hati bu.. nggak usah banyak dipikirin tapi dirasain buu…” Ucap Kaila sok tahu. “Udah Ibu nggak usah nanya-nanyain lagi ke Mas Kaivan atau ke Gendis.. kita itu cukup bikin pancingan-pancingan diantara keduanya, kalo makin dipaksa makin jauh nanti mereka. Ibarat ikan biar mereka yang makan umpannya dan sadar sendiri.”

Kaila diam-diam tersenyum memikirkan berbagai ide dikepalanya. Ia tidak menyangka rencana perjodohan antara Kakaknya dan sahabat kecilnya ini terasa menyenangkan.

...***...

“Enak bangettt kamu mas.. main handphone aja bukan nemenin anaknya main noh!” gerutu Kaila saat mendapati Kaivan duduk menatap handphonenya di taman belakang.

“Sembarangan kamu! Ini Mas lagi ngecek email tahu, kerja!” Kaivan menyahuti ucapan Kaila tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphonenya.

“Mas kamu nggak capek apa bolak-balik Semarang- Jakarta tiap minggu?” tanya Kaila sambil menatap wajah Kakaknya yang memang benar kata ibunya, kantung mata Kaivan semakin jelas nampak, menandakan kelelahan disana.

“Lumayan.” sahut Kaivan singkat.

“Yah.. habis gimana ya.. Kalo Shila dibawa ke Jakarta nanti nggak ada temennya kalo aku kerja, kan kamu juga sibuk kuliah. Kalo Ibu atau bapak yang aku bawa buat nemenin Shila, urusan mereka juga banyak disini. Jadi aku yang ngalah, Shila yang tinggal disini dan biar Mas yang bolak-balik ke Semarang.” jelas Kaivan.

“Makanya cari temen buat Shila dong.. temen buat kamu juga mas..” ucap Kaila pelan.

Kaivan menghela nafas panjang. Ia sepertinya tahu kearah mana pembicaraan adiknya ini. “Kamu pasti udah diceritain Ibu deh masalah perjodohan Mas sama Gendis ya? Disuruh Ibu bujukin Mas ya?”

Kaila mengangkat bahunya pelan. “Tapi coba dipikir deh Mas, omongan Ibu ada benernya juga loh.. Kalo kamu ada pendamping, Shila kan jadi ada yang nemenin, kamu bisa tinggal bareng Shila dan nggak jadi capek-capek bolak-balik Jakarta-Semarang teruss..”

“Dek kamu kan tahu..” ucapan Kaivan terpotong. “Iya tahu.. Gendis masih muda.. masih seumuran Aku juga, tapi kan Gendis juga bukan gadis dibawah umur juga Mas.. masalah perbedaan umur kalian yang jauh.. aah.. itu mah udah ga jaman Mas.. di luar negeri dan bahkan mungkin di Indonesia ada juga yang jarak antara suami istri sampai 20 tahun loh.. happy.. happy aja tuh…”

Kaivan terdiam mendengar ucapan Kaila.

“Sekarang itu yang penting coba lihat Shila dulu deh Mas.. dia seneng banget loh sama Gendis. Kamu sadar nggak sih Mas, Shila jadi jauh lebih ceria dan penurut kalo didekat Gendis?” Kaila kembali menasehati Kakaknya.

“Lagian masa kamu nggak tertarik sama Gendis sih Mas? Gendis itu manis dan cantik loh!” goda Kaila seraya mengangkat dagunya sebagai isyarat menunjuk kearah Gendis yang tengah menemani Shila naik sepeda.

Dan entah mengapa adegan Gendis tertawa riang dengan rambut panjang hitamnya yang sesekali tertiup angin seperti adegan slow motion dalam sebuah film. Bohong kalau Kaivan tidak mengakui Gendis itu menarik.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!