Bertemu Kembali

  Saat Bu Hamidah dan Wina hilang dari pandangannya, Bu Maya pun dengan perasaan campur aduk membalikkan badannya dan berjalan menuju kedalam rumah.

  "Guntur!!! Mengapa tadi Kamu bicara begitu rupa, sehingga Bu Hamidah sampai tersinggung!!!" Serunya ketika berdiri didepan anak semata wayangnya.

  "Biar saja Dia tersinggung!!! Orang Dia yang mulai duluan menghina Sovia!!! Sebagai seorang suami, mana bisa Aku diam saja melihat istriku dihina begitu!!!" Balas Guntur dengan cukup keras.

  "Semua yang dikatakan Bu Hamidah kan memang kenyataan!!! Bukannya Aku nggak setuju Sovia menjadi istrimu, tapi Wina memang lebih segala-galanya dibandingkan dengan Sovia!" Seru Bu Maya.

  "Stop Bu! Jangan banding-bandingkan Sovia dengan perempuan lain! Sovia sekarang sudah menjadi pendamping hidupku!!! Jadi Aku nggak akan berpaling darinya!!! Walaupun diluar masih banyak yang lebih cantik dan kaya, tapi seluruh hatiku sudah milik Sovia!!!" Balas Guntur yang sedang duduk diatas sofa.

  "Kamu tahu nggak, Gun? Bu Hamidah itu orang kaya raya! Jauh lebih kaya dibandingkan dengan Kita! Toko emasnya saja cabangnya sudah banyak!! Kalau Kamu menikah dengan Wina, Kamu sampai anak cucumu nggak akan kekurangan uang dan harta lagi!!" Bujuk rayu Bu Maya.

  "Harta...!!! Harta...!!! Harta...!!! Yang ada pikiran Ibu selalu harta dan uang!!! Ingat Bu!!! Harta kekayaan nggak akan dibawa mati!!! Umur manusia nggak ada yang tahu!!! Buktinya Bapak! Kemarin sehat-sehat saja. Tapi begitu jantungnya kumat, Bapak langsung meninggal!!!" Balas Guntur dengan emosi.

  "Jadi Kamu mendoakan Ibu cepat meninggal???" Tanya Bu Maya dengan keras.

  "Guntur nggak bilang begitu! Guntur cuma mengingatkan Ibu! Kalau umur itu, manusia nggak ada yang tahu!" Balasnya. Sebelum Bu Maya kembali bersuara, tiba-tiba saja Sovia muncul kembali di ruang tamu.

  "Ada apa sih Mas?" Tanyanya.

  "Ibu tuh! Sudah tahu kalau Aku sudah mempunyai istri! Masih saja berusaha mendekatkanku dengan perempuan lain!" Balasnya.

  "Bu, Saya mohon! Terimalah Saya sebagai menantu Ibu! Ridhailah pernikahan Kami ini!" Pinta Sovia dengan menatap sayu kearah mertuanya.

  "Ya, Kamu sudah Ibu terima sebagai menantu Ibu!" Balas Bu Maya dengan sikap acuh tak acuh. Ia pun berjalan menuju sofa dimana tadi Bu Hamidah dan Wina duduk. Begitu sampai didepan sofa dan melihat kearah sofa, Bu Maya kaget ketika melihat sebuah benda berwarna merah muda berada diatas sofa. Bu Maya pun bergegas mengambil benda berbentuk persegi panjang itu.

  "Dompet! Ini pasti dompet Bu Hamidah ketinggalan!" Serunya sambil mengambil benda yang ternyata adalah sebuah dompet. Lalu ia membuka dompet yang berada ditangannya. Begitu dompet itu terbuka, Bu Maya melihat foto bergambar wajah seorang perempuan yang bukan lain adalah Wina. Bu Maya pun kembali berseru.

  "Oh, ternyata dompet punya Wina! Pasti ketinggalan karena tadi Bu Hamidah dan Wina pulangnya buru-buru! Lihat Gun! Kartu kredit dan atm-nya banyak sekali!" Bu Maya memperlihatkan isi dalam dompet kearah Guntur. Namun Guntur membuang mukanya kearah jendela dengan wajah ditekuk.

  "Guntur! Ibu minta tolong padamu! Tolong kembalikan dompet ini kepada Wina! Kasihan Wina! Sekarang pasti Dia sedang bingung mencarinya!" Pintanya.

  "Ibu saja yang pergi kesana! Guntur kan nggak tahu rumahnya!" Balasnya.

  "Jadi Kamu sudah berani merintah Ibu, Gun? Mengapa Kamu sekarang jadi begini, Guntur?" Tanyanya dengan keras. Kedua matanya berlinang air mata.

  "Tapi kan Guntur nggak tahu rumahnya!" Jawabnya.

  "Rumahnya di desa Randusari! Tanya saja rumah Bu Hamidah juragan emas! Pasti pada tahu!" Ucapnya sambil menyunggingkan senyum. Ia pun memberikan dompetnya kehadapan anaknya. Dengan sikap terpaksa, Guntur bangkit berdiri dari duduknya. Tangan kanannya menyambut dompet dari tangan ibunya.

  "Ya sudah Guntur kembalikan dompetnya sekarang! Kamu ikut nggak Dek?" Tanyanya sambil menatap wajah istrinya.

  "Nggak Mas!" Balasnya.

  "Ya sudah kalau begitu!" Ucapnya. Guntur pun melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Setelah berganti pakaian dan mengambil kunci motor, Guntur kembali ke ruang tamu.

  "Dek, Mas pergi dulu sebentar!" Ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya kehadapan istrinya.

  "Hati-hati di jalan Mas!" Pinta Sovia sambil menyambut tangan kanan suaminya dan mencium punggung telapak tangannya.

  "Iya Dek!" Balasnya.

  "Bu, Aku berangkat dulu!" Ucap Guntur sambil mengajak bersalaman dengan ibunya.

  "Ibu titip salam buat Bu Hamidah ya!" Pintanya.

  "Iya. Assalamu'alaikum." Salam Guntur sambil melangkah keluar rumah.

  "Wa'alaikumsalam." Jawab Sovia dan mertuanya berbarengan.

  Begitu menaiki motor dan menyalakan mesinnya, Guntur langsung menarik gasnya dengan kuat. Seketika motornya melaju dengan kencang menuju rumah Wina.

  Sekitar 30 menit didalam perjalanan, akhirnya Guntur sampai di desa Randusari. Ia pun bergegas bertanya pada salah seorang laki-laki yang berada di tepi jalan, mengenai kediamannya Bu Hamidah. Setelah mendapat arahan dan petunjuk dari salah satu warga, Guntur pun kembali mengendarai motornya menuju rumah Bu Hamidah.

  Tidak lebih dari sepuluh menit, akhirnya Guntur sampai didepan rumah Bu Hamidah. Rumah berlantai dua dan berpagar tinggi itu, terlihat sangat mewah. Pada bagian teras rumah, terdapat dua buah pilar yang menjulang tinggi dari lantai satu ke lantai dua. Didepan rumah berwarna putih itu, terdapat taman yang indah. Begitu memarkirkan motornya dibagian carport, dengan perasaan ragu-ragu, Guntur melangkahkan kakinya menuju pintu depan rumah itu. Ketika sampai didepan pintu, Guntur pun langsung memencet bel yang berada disamping pintu.

  Tiiinnggg... tooonnggg...

  Tidak berapa lama, pintu dihadapan Guntur terbuka dengan perlahan. Guntur pun berusaha bersikap tenang. Namun begitu pintu itu terbuka, ia melihat seorang perempuan yang bukan lain adalah seorang pembantu.

  "Ada yang bisa dibantu Mas?" Tanya pembantu itu.

  "Mba Wina-nya ada?" Guntur tanya balik.

  "Ada. Silahkan masuk! Biar Saya panggilkan!" Pintanya.

  "Terima kasih Mba." Balasnya. Guntur pun masuk kedalam rumah mewah itu, dan duduk diatas sofa mewah berwarna hitam yang berada di ruang tamu.

  Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya seorang perempuan berumur 45 tahunan muncul dihadapan Guntur. Dia bukan lain adalah Bu Hamidah.

  "Kamu!!! Untuk apa Kamu datang kesini? Apa belum cukup Kamu hina dan rendahkan Aku dan anakku?" Tanya Bu Hamidah dengan keras. Mukanya terlihat penuh dengan amarah.

  "Maafkan ucapan Saya tadi Bu. Saya tidak ada maksud untuk menghina dan merendahkan Ibu dan putri Ibu! Saya datang kesini cuma mau mengembalikan dompetnya Wina yang ketinggalan!" Jawab Guntur sambil bangkit berdiri dan berjalan menghampiri Bu Hamidah. Lalu dompet ditangan kanannya disodorkan kearah perempuan itu.

  "Dengan gampangnya Kamu minta maaf!!! Kamu mau tahu apa akibat ucapanmu tadi? Wina sejak tadi menangis didalam kamarnya! Setelah tiga bulan yang lalu, Wina kehilangan tunangannya, sekarang Kamu buat sedih Dia lagi!!!" Seru Bu Hamidah.

  "Kehilangan tunangannya gimana maksudnya Bu?" Tanya Guntur dengan terkejutnya.

  "Tunangannya meninggal kecelakaan! Padahal rencananya sebentar lagi mereka akan menikah! Baru beberapa minggu Wina mau keluar rumah. Tadinya Dia seperti kehilangan semangat hidupnya." Ucap Bu Hamidah dengan muka sayu. Air matanya seketika menetes dipipinya.

  "Dibalik kecantikan dan kekayaannya, ternyata Wina memendam kesedihan yang mendalam!" Ucap Guntur dalam hati.

  "Tolong antarkan Saya ke kamarnya Wina Bu!" Ucapnya. Mendengar ucapan Guntur, Bu Hamidah pun berjalan menuju kamar tidur Wina yang terletak di lantai dua. Begitu sampai didepan pintu kamar, Bu Hamidah pun mengetuk pintunya.

  Tokkk...tokkk...tokkk...

  "Siapa?" Tanya Wina dari dalam kamar.

  "Ini Ibu Win!" Balasnya.

  "Masuk saja, nggak dikunci!" Seru Wina. Bu Hamidah pun membuka pintu kamar Wina. Begitu pintu itu terbuka, Bu Hamidah dan Guntur melihat Wina sedang tengkurap diatas tempat tidur.

  "Wina, ini ada Guntur mau mengembalikan dompetmu yang ketinggalan!" Katanya. Mendengar ucapan ibunya, Wina pun menengokkan kepalanya kearah belakang. Begitu melihat wajah Guntur, Wina langsung bangkit berdiri dan menghampiri suami Sovia itu.

  "Wina, Aku mau mengembalikan dompetmu yang ketinggalan!" Ucap Guntur dengan sedikit gugup. Tangan kanannya diulurkan kearah Wina. Tanpa diduga oleh Guntur. Bukannya menerima dompet miliknya, Wina malahan menampik dompet itu dengan keras. Dompet itu pun terlempar dan jatuh diatas lantai.

  "Mengapa bukan Ibumu saja yang mengembalikan dompetnya? Apa ini kesempatan Kamu untuk menghina diriku dan Ibuku lagi?" Tanya Wina dengan keras. Air matanya membanjiri wajahnya yang cantik.

  "Maafkan ucapanku tadi Wina! Tidak ada maksudku untuk menghina Kamu dan Ibumu!" Balas Guntur dengan perasaan bersalah.

  "Apa Kamu tahu perasaanku saat dihina dirimu? Aku merasa sudah tidak berguna lagi untuk hidup! Lebih baik Aku mati saja menyusul Mas Satrio!!!" Teriak Wina dengan keras. Seketika Wina langsung berlari kearah meja rias yang berada didalam kamarnya. Ia pun mengambil gunting yang berada diatas meja. Dengan sangat nekad, Wina hendak menghujamkan gunting itu kearah perutnya sendiri. Melihat kejadian genting itu, Bu Hamidah berteriak histeris. Sedangkan Guntur berlari kearah Wina.

  "Wina!!! Jangan lakukan itu!!!" Teriak Bu Hamidah.

  "Wina!!! Jangan nekad!!!" Seru Guntur. Tangan kirinya langsung memegang pergelangan tangan kanan Wina yang memegang gunting.

  "Buat apa Aku hidup bergelimang harta, kalau nggak ada orang yang tulus mencintaiku selain Mas Satrio! Semua laki-laki hanya mencintai diriku hanya karena Aku anak orang kaya!!!" Seru Wina histeris dan tubuhnya bergetar hebat. Air matanya terus menerus mengalir dengan deras dipipinya. Gunting ditangannya lepas dari genggamannya.

  "Jangan berkata begitu Wina! Pasti ada laki-laki yang tulus mencintai Wina!" Guntur mencoba menenangkannya.

  "Benarkah yang Kamu katakan Mas?" Tanya Wina dengan perlahan. Guntur pun menganggukkan kepalanya. Tanpa sungkan dan ragu-ragu, Guntur langsung memeluk tubuh Wina. Wina pun membalas pelukannya.

  Setelah berhasil menenangkan Wina, Guntur melepaskan pelukannya. Guntur pun berpamitan dengan Wina dan ibunya.

  "Sekarang Kamu yang tenang! Jangan mau terhasut rayuan setan! Kamu pasti akan menemukan laki-laki yang terbaik untukmu!" Ucapnya.

  "Iya Mas." Balas Wina dengan sesenggukan.

  "Kalau begitu, Saya mau pulang dulu ya Wina!" Ucapnya.

  "Iya Mas. Hati-hati di jalan. Terima kasih sudah mau mengembalikan dompetnya." Balasnya.

  "Sama-sama. Wina, Bu Hamidah, Saya mohon pamit dulu. Assalamu'alaikum." Salamnya. Guntur pun berjalan menuju pintu depan rumah itu.

  "Wa'alaikumsalam." Jawab Wina dan ibunya berbarengan. Tidak berapa lama, terdengar suara motor milik Guntur pergi meninggalkan rumah milik Bu Hamidah.

  

  

Terpopuler

Comments

musuh pelakor

musuh pelakor

suami apaan yang kek gitu? kadang sakit bacanya:(

2024-04-22

0

Martifahsoemarno

Martifahsoemarno

pelakor ni

2022-01-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!