Namaku Darren Tan

Sepulang sekolah, Alice memutuskan untuk menemui ayahnya di sebuah restoran cepat saji. Dari sekolah menuju restoran, ia menaiki angkutan perkotaan (angkot) karena lokasi restoran saat siang hari sangat ramai Alice memutuskan untuk melewati sebuah gang kecil yang biasa dilaluinya ketika ingin menemui ayahnya saat jam makan siang.

Jalanan gang kecil itu biasanya ramai namun hari ini entah mengapa terasa sunyi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, biasanya banyak pedagang dan orang lalu lalang namun kini jalanan begitu lengang bagaikan kota mati tak berpenghuni.

"Aneh sekali mengapa jalanan ini begitu sepi, tidak biasanya begini," gumam Alice.

Alice berjalan dalam kesunyian, ingar bingar kemacetan lalu lintas, kepulan asap kendaraan seolah tak mampu menembus kesunyian, ia terus berjalan tanpa menoleh kebelakang sama sekali. Alice berhenti sejenak saat mata indahnya menangkap segerombol pria bertato dengan penampilan menyeramkan berjongkok membentuk lingkaran kecil.

Ia mematung memperhatikan gerak gerik ketiga pria bertato, gadis itu hendak melarikan diri namun belum sempat kakinya bergerak pria bertato itu mendekati Alice.

"Eh, ada gadis cantik," ucap pria bertato, ia mencoba menyentuh dagu Alice namun gadis kecil itu menghindar.

"Kalian mau apa? Tolong biarkan Ice lewat,"

Alice ketakutan setengah mati karena baru pertama kali ada sekelompok pria asing menghalanginya.

"Mau kemana Neng?" tanya teman pria bertato.

Tubuh pria itu tinggi dan memiliki luka di wajah.

"Ice mau lewat om, tolong beri jalan," ucap Alice dengan wajah memucat dan napas mulai tersengal-sengal.

"Duh, si Neng kok panggil om segala. Kita masih muda panggil aja abang," timpal yang lain.

"Om mau apa? Tolong beri jalan untuk Ice lewat."

"Oh, jadi namanya Neng Ice. Bagus namanya. Ice berarti dingin ya. Wah kalau begitu biar abang menghangatkan dirimu," ucap preman itu.

"Om, tolong jangan ganggu Ice!"

Alice panik karena ketiga pria bertato sudah mengelilinginya, salah satu dari mereka mulai mendekati tubuh gadis kecil itu dan mencoba menangkap namun Alice secepat kilat berlari menghindari mereka. Ia berlari kencang tak mempedulikan suara teriakan dari arah belakang yang memanggil dirinya.

"Hei gadis kecil, tunggu. Jangan lari!"

Namun Alice tak menghiraukannya, ia terus berlari dan berlari hingga tak sengaja menabrak seorang pria. Jantung gadis itu mulai berdegup kencang, kaki dan tangannya terasa dingin dan tubuhnya bergetar hebat seperti terkena aliran listrik ia sudah pasrah jika memang nasibnya akan berakhir saat ini.

"Neng Ice, sini!" ucap salah seorang preman.

"Gak mau!" ucap Alice berteriak meninggikan suaranya.

"Kak, tolongin Ice," gadis itu menagkupkan kedua tangan dan memelas meminta pertolongan pada pria asing yang berdiri di hadapannya.

"Apa mereka berbuat macam-macam padamu?" tanya pria itu seraya menyentuh pundak Alice.

"Tidak Kak, tadi Ice sempat berlari sebelum mereka menyentuh."

"Eh kamu anak muda, sebaiknya lepaskan gadis itu dan segera pergi dari sini!" titah mereka.

"Enak saja, seharusnya kalian yang pergi!"

Darren menyembunyikan tubuh Alice dibelakang tubuhnya.

"Cih, memang kamu siapa?" ucap pria bertato seraya meludah ke tanah.

"Aku teman gadis ini."

Darren sudah mulai melepaskan tas ransel dan menggulung lengan seragamnya. Ia mengepalkan kedua tangan dan meletakannya ke depan serta kedua kaki terlentang selebar bahu.

Darren mulai melontarkan pukulan, ia menyerang daerah selangk*ngan dengan tendangan, memukul hidung dan wajah menggunakan siku.

Brugh!

Satu preman tumbang, kini tersisa dua lagi.

Preman itu tidak tinggal diam, ia mengepalkan tangan dan mengarahkan ke wajah Darren namun murid laki-laki itu menghindar.

Darren menangkis setiap gerakan pukulan, disaat mendapatkan kesempatan untuk menyerang, ia mengarahkan lututnya ke arah kaki dan memutar tubuhnya ke samping, memukul bagian kepala si preman hingga tersungkur ke tanah.

Dua orang preman lumpuh kini tersisa satu namun si preman tersebut tidak berani melawan Darren.

Ilmu bela diri Darren tidak bisa diragukan lagi, ia merupakan seorang atlet taekwondo. Sejak dini ia sudah berlatih dan banyak memenagkan kejuaraan nasional bahkan pernah mengharumkan nama SMA Merah Putih di Kejuaraan Taekwondo Indonesia.

"A-ampun Dek, Abang ngaku salah," ucap preman seraya bersimpu di hadapan Darren.

Darah segar mengalir dari sudut bibir dan pelipis serta wajah mereka babak belur. Mata, hidung dan pipi bengkak akibat dihajar oleh Darren.

"Jangan pernah macam-macam, kalau gue lihat loe gangguin gadis itu terima ganjarannya."

"S-siap bos."

Seorang preman dengan luka di wajah memapah kedua temannya menjauhi Darren. Bahkan ia mengompol karena takut melihat teman-temanya habis dihajar oleh Darren.

Alice tertawa terpingkal-pingkal.

"Ha-ha-ha, rasain loe. Suruh siapa gangguin orang lewat," teriak Alice.

"Terima kasih Kak."

"Apa Kakak terluka? Kalau iya, di depan adalah restoran tempat ayah bekerja. Kakak bisa ikut dengan Ice nanti akan diobati lukanya."

"Hanya tergores saja saat memukul perut mereka."

Alice melihat punggung tangan Darren berdarah.

"Sepertinya punggung tangan Kakak mengenai ujung ikat pinggang pria tadi."

"Ayo."

Darren mengikuti Alice.

"Ayah!" gadis kecil itu memanggil ayahnya dari balik pintu dapur restoran.

Ayah Alice dan teman-temannya langsung menengok ke sumber suara.

"Ice, kamu kenapa nak?" tanya Ayah Calvin.

"Yah, teman Ice terluka. Dia telah menolong Ice dari para preman di gang situ."

"Cepat ambilkan kotak obat!" perintah Ayah Calvin.

Salah satu teman Ayah Calvin berlari mencari kotak obat yang terletak di dekat tempat cuci piring.

"Sst!" Darren mendesis menahan perih akibat obat yang ditaburkan ke lukanya.

"Nak, terima kasih karena sudah menolong putriku," ucap Ayah Calvin disela-sela mengobati luka Darren.

"Iya om sama-sama. Kebetulan saja aku lewat."

"Ice, lain kali jangan pernah lewat gang itu lagi. Bahaya!"

"Mereka memang sering nongkrong di gang itu dan beberapa kali tertangkap basah sedang memalak anak sekolah namun saat ditangkap mereka melarikan diri," ucap salah satu teman Ayah Calvin.

"Tuh, kamu dengar sendiri jadi jangan lewat situ lagi."

"Baik ayah."

"Kak, sekali lagi terima kasih."

"Sama-sama."

"Aku Darren Tan."

"Hah? Kakak satu marga dengan Kak Airon?"

"Benar, dia sepupuku."

Nampak rona bahagia di wajah Alice, matanya bersinar dan dari tubuhnya ia merasakan muncul bunga bermekaran.

"Wah, kebetulan." ucap gadis itu lirih.

"Kebetulan apa?"

"Bukan apa-apa."

Alice tersenyum.

***

Sejak kejadian kemarin membuat Alice dan Darren semakin dekat. Murid laki-laki itu selalu menyapa Alice ketika berpapasan dengan gadis itu di jalan.

"Ice, loe kenal dengan kakak senior itu?" Tanya Elva.

"Iya, dia sepupunya Kak Airon."

"Wah, keluarga Tan banyak melahirkan generasi cerdas dan tampan."

"Kenapa loe gak pacaran aja dengan kakak itu? Kan sama-sama tampan."

"Gue dengan Kak Darren cuma teman. Hati dan cinta gue hanya untuk Kak Airon seorang. Selamanya akan tetap ada nama Kak Airon disini." Alice menyentuh dadanya, menunjuk letak hati berada.

"Astaga, loe lebay banget sih!" Goda Elva.

"Biarin!"

Blee....

Alice menjulurkan lidah.

Kedekatan Alice dan Darren memunculkan api cemburu di dalam hati Airon, perlahan-lahan ia mulai menyukai adik kelasnya. Hatinya mulai luluh atas semua kerja keras Alice untuk mendekatinya namun Airon gengsi mengakui bahwa ia telah menyukai gadis itu.

Airon membuang jauh perasaan yang ada di hatinya, ia mencoba mengalihkan pikiran dan perhatiannya ke hal lain. Ia kini lebih sering menghabiskan waktu di perpustakaan membaca buku atau hanya sekedar mengerjakan tugas sekolah.

Saat ia tak sengaja bertemu Alice di kantin, murid laki-laki itu mencoba bersikap dingin dan cuek seperti biasa. Alice melihat sikap dingin, cuek dan acuh semakin gencar mendekati Airon.

"Kak Airon," sapa Alice.

"Loe mau apa?"

"Udah sana jauh-jauh, bisa kena sial jika ada loe didekat gue!" ucapnya sarkas.

"Ih, kakak. Kejadian tempo hari benar-benar gak disengaja."

"Udah deh sana, ganggu aja loe!" bentak Airon.

"Ron, loe bisa gak sih bersikap lembut dikit ke Alice. Dia cuma mau kenalan doang tapi kenapa loe malah bentak-bentak dia!"

Darren mendengar sepupunya membentak Alice menjadi kasihan melihat gadis itu menjadi bahan tontonan semua murid yang sedang istirahat di kantin sekolah.

"Belain terus pacar loe!"

"Eh Ron, kalau ngomong hati-hati jangan tebar fitnah."

Emosi Darren meluap, kedua alisnya tertarik kebawah, matanya menatap tajam ke arah Airon, cuping hidung mengembang dan rahang menonjol keluar.

"Kak Darren sudah, tidak apa-apa."

"Loe berani ribut cuma gara-gara cewek ini? Mata loe udah dibutakan oleh cinta Ren!"

"Loe!"

Darren menunjuk wajah Airon dengan telunjuk.

"Gue balik ke kelas dulu, loe lanjutin aja bareng gadis aneh ini!"

Airon meninggalkan Darren dan Alice di kantin sekolah.

"Berhenti loe!" teriak Darren.

"Sudah Kak," Alice menahan lengan Darren.

"Ice tidak apa-apa," ucapnya seraya tersenyum.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!