Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. makasih banget yang udah kasih like di setiap habis baca bab. lope-lope dari yanktie untukmu
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
--------------------
Sore menjelang maghrib Sari hendak pulang saat adik kelasnya menyapanya ramah “Mbak, boleh tukar nomor HP ga?”
“Boleh dek” Sari membaca name tag di dada kiri adik kelasnya. “Mbak panggil kamu Sri atau apa?
“Yuni mbak, ini nomor saya ya mbak,” sahut Yuni manis, saat Sari memberitahu nomornya untuk di save, dia lalu misscall ke nomor Sari. “Mbak Sari tinggal di mana?” tanya Yuni lagi.
“Di Rawasari Selatan de,” Sari menjawab sambil menyimpan nomor Yuni.
“Wah sebelah mana mbak? Saya belakang lapas Salemba, dulu saya sekolah di SMAN 30 mbak, pulang bareng aja ya mbak?” Yuni ngeborong pertanyaan.
“Hahahaha, kamu tu de, mbak bingung ngejawabnya, rumah mbak di jalan raya Rawasari Selatan 2, kalau dari arah SMAN 30 ke rumahmu lewat jalan Percetakan negara ya pasti ngelewatin,” Sari terkekeh menjawab pertanyan polos adik kelasnya ini.
“Ayo mbak, itu kakak saya sudah datang, kita pulang bareng aja, kan kita searah,” ajak Yuni.
“Ga ngerepotin?” Sari ragu menerima ajakan adik kelasnya.
“Enggak lah mbak, wong searah koq,” desak Yuni.
Kakak Yuni turun menghampiri Sari dan Yuni. “Udah selesai neng?” tanya pria dengan pakaian kantor pada Yuni.
“Udah A, A’a ini kenalin senior eneng, rumahnya di Rawasari, jadi eneng minta bareng kita aja pulangnya,” Yuni menghampiri kakaknya dan memberi salim.
Pria dewasa itu mengulurkan tangannya pada Sari dan menyebut namanya “Galih.”
“Sari” ucap Sari memperkenalkan dirinya.
“Mbak depan aja, nemani A Galih, saya di belakang,” pinta Yuni. Sari tidak enak menolak, tapi serba salah bila menerimanya.
“Sudah semester berapa?” tanya Galih ketika mereka baru keluar dari parkiran kampus.
“Semester 5 kak” jawab Sari.
“Panggil A’a aja mbak, biar sama ama eneng,” Yuni memberi masukan pada Sari.
“Hahaha, adiknya A’a mah hobby maksa, maklum ya Sar, dia jaraknya jauh ama saya, saya kelas 2 SD baru dia lahir, jarak kami 7 tahun,” Galih menerangkan tentang Yuni pada Sari.
“Gapapa kak,” Sari mencoba mengerti, rupanya hubungan mereka seperti dirinya dan kakaknya, sangat akrab.
“Stop di depan warung sana itu kak,” pinta Sari menunjuk arah warung yang masih agak jauh di depannya.
“Rumahmu mana?” tanya Galih.
“Di seberangnya kak,” Sari menunjuk rumahnya. Galih memberi sign kanan dan menepi di kanan jalan persis depan rumah Sari, dia tidak menurunkan Sari di sisi kiri jalan.
“Jadi ngerepotin kak, mari mampir,” ajak Sari. “Ayo main Yun.”
“Lain kali aja mbak, hari ini saya cape,” tolak Yuni, “A’a mau mampir?” tanya Yuni pada Galih.
“Lain kali aja lah. Makasih ajakannya Sar,” sahut Galih.
“Saya yang berterimakasih, kak Galih dan Yuni mau nganterin saya,” balas Sari.
***
Minggu kedua perkuliahan, Sari dan Endah sekarang lebih banyak bersama sepulang kuliah, karena Uswah selalu segera pulang, mereka hanya bisa santai ngobrol bertiga di sela istirahat antar matkul saja.
HP Sari berdering, terlihat nomor baru yang tidak tersimpan di phone booknya. “Hallo,” sapa Sari sopan.
“Assalamu’alaykum, mbak Sari ini Yuni,” sahut orang diseberang sana.
“Eh iya Yun, kenapa?” tanya Sari heran, karena seingatnya nomor Yuni sudah dia simpan.
“Mbak masih di kampus ga?” tanya Yuni
“Masih, mbak masih ada 1 mata kuliah lagi sehabis ini” jelas Sari
“Eneng mau minta tolong bisa, HP dan buku eneng ketinggalan, sudah di tangan Hatta, bisa di titip ke mbak ga? Nanti pulang kerja biar A’ Galih ambil di rumah mbak Sari, karena hari ini Hatta pulang malam, antar bibi kondangan katanya,” pinta Yuni, Hatta adalah sepupu Yuni, dan kebetulan sudah di kenalkan pada Sari saat mereka bertemu minggu lalu.
“Ok, mbak ada di kelas 107, Hatta suruh ke kelas mbak aja ya,” Sari menyanggupi permintaan Yuni.
“Nuhun pisan mbak, ini nomor A’ Galih, save ya mbak,” Yuni mengucapkan terimakasih
“Mbak, ini HP teteh Yuni, tadi dia sakit perut langsung lari ke rumah sakit, jadi buku dan HP nya ketinggalan di kelas,” Hatta menyerahkan buku dan HP Yuni.
“Koq dia telpon pakai nomor Galih? Apa dia janjian dengan Galih?” tanya Sari penasaran
“Ga tau mbak, biasanya kalau teteh sakit emang A’a yang antar periksa. Jadi mungkin mereka ketemuan di sana” Hatta menjelaskan lalu langsung pamit karena perkuliahan Sari sudah akan di mulai.
***
Sari baru saja selesai sholat maghrib ketika mamanya bilang ada tamu mencarinya. Sari melihat ternyata Galih yang ada di teras rumahnya. “Masuk kak, masak di teras aja” ajak Sari ramah.
“Sini aja, enak adem,” Galih menolak untuk masuk ke ruang tamu.
“Mau ambil buku Yuni ya kak, sebentar saya ambilkan dulu ya,” Sari bergegas mengambil buku dan HP Yuni yang di titipkan padanya tadi siang. Dia keluar sekalian bawa cemilan dan teh hangat.
“Makasih ya, jadi ngerepotin kamu, eneng suka ceroboh kalau sudah keburu-buru, untung Hatta tadi sedang bersamanya jadi ga hilang ni buku dan HP,” Galih menerangkan tentang Yuni.
“Gimana kondisinya sekarang, tadi ketemuan di rumah sakit kah karena Yuni telepon saya pakai nomor kak Galih,” tanya Sari lagi.
“Sudah mendingan, maagnya kambuh barengan tamu bulanan, jadi dia sangat tersiksa, maka dia langsung lari ke dokter langganan kami. A’a menemaninya di rumah sakit, nganter dia pulang lalu balik lagi ke kantor,” jelas Galih.
“Di minum dulu kak,” Sari menawarkan minumannya pada Galih.
Akhirnya mereka ngobrol agak lama, saling bertukar info, lebih tepatnya Galih banyak bertanya mengenai Sari dan Sari menjawabnya.
“Kapan-kapan A’a boleh main lagi?” tanya Galih saat akan pamit pulang.
“Silahkan aja kak, boleh koq main ke sini, tapi kalau ga mau kecewa ya kabarin dulu aja, takutnya pas saya ga di rumah,” Sari tidak menampik siapapun yang ingin bersilaturahmi dengannya.
***
“Ambil HP nya koq lama A’?” goda Yuni pada kakaknya.
“Ya emang ga basa basi, langsung ambil aja. Udah di tolongin bukannya terimakasih,” jawab Galih.
“Udah dapat info apa aja A’? Hahahaha, info di kampus sih dia gunung es, ga mau pacaran ama anak kuliahan apalagi se kampus. Kalau dia mau mah banyak yang ngejar dia,” Yuni memberi masukan.
“Kalau dia gunung es, koq dia ramah ya, di tanya selalu jawab dengan manis, ga ketus,” sanggah Galih.
“Dia mah kayak A’a, maunya kuliah selesai dulu ga pacaran, nah kalau ada yang deketin dia juga ga ketus, dia tetap ramah ama semua yang dia udah tolak, jadi ga ada yang benci ama dia. Gitu kata teman-teman senior yang eneng tanya-tanya” lanjut Yuni.
“Obat sudah kamu minum belum? Istirahat sana, jangan telat makan lagi,” Galih memberi attensi pada Yuni, karena dia sangat menyayangi adiknya ini, karena dia sangat tahu betapa mamanya sangat sakit ketika melahirkan Yuni, sampai 2 minggu mamanya koma sedang Yuni masuk incubator.
***
Sejak kasus ambil buku di rumah Sari, Galih menjadi rajin sms dan telepon untuk sekedar tanya kabar atau sekedar say hello mengucapkan selamat pagi, malam atau selamat belajar. Sari menjawabnya dengan santun namun tak pernah memberi harapan lebih.
-------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments