Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. Ada yang ga sabarana ga kapan tokoh utama pria ketemu dengan tokoh utama wanita?
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
--------------------
Sari baru saja selesai membereskan buku-buku yang habis dia pakai untuk referensi tugasnya, sambil nge print saat HP nya yang dia letakkan di meja bergetar. Terlihat nama Teddy di sana. Teddy Ardiansyah nama lengkap teman masa SMA nya itu, anak tunggal jendral Soekardi, begitu data yang Sari ingat saat SMA dulu. Walau anak tunggal seorang jendral namun perilaku Teddy sangat humble, dia berteman dengan siapa saja, tidak pernah di antar dengan mobil atau bawa mobil sendiri, dia lebih asyik dengan motor biasa yang juga bukan motor jenis terbaru.
“Assalamu’alaykum Tedd, kenapa?” sapa Sari.
“Wa alaykum salam, ganggu ga?” Teddy bertanya karena mendengar suara printer saat Sari berbicara.
“Engga, ni sudah selesai koq ngerjain tugas buat lusa, udah santai. Apa khabar kamu, koq pindah ga pamit tiba-tiba ngilang aja,” keluh Sari.
“Hehe sorry, waktu itu mama sakit dan papa langsung panik bawa ke Singapore dan langsung mutusin pindah ke sana. Seminggu di sana baru ngurus surat pindah sekolah. Jadi ga sempat pamit,” jelas Teddy.
“Wah aku baru tau alasan pindahmu ini. Sekarang mamamu sudah sehat kan?” Sari bertanya penuh attensi..
“Mama sudah ga ada hampir 2 tahun ini,” jelas Teddy.
“Turut berduka, maaf kalau pertanyaanku membuatmu sedih,” Sari jadi tidak enak saat pertanyaannya membuka luka lama Teddy.
“Gapapa Ri, forget it, aku sudah terbiasa tanpa mama 3 tahun ini (dihitung sejak mamanya sakit ga bisa bangun ya), sama denganmu yang biasa tanpa papa kan? Walau kita merindunya, tapi kita ga bisa membuat mereka kembali,” Teddy meminta Sari melupakan pertanyaannya tadi. “Besok jadwal kuliahmu penuh ga? Kita ke gang kelinci lagi yok? Kangen makan disana lagi,” ajak Teddy.
“Aku ada kelas sampai pk 13.45. Habis itu kosong,” jawab Sari.
“Aku juga ada kelas sampai jam 14.00, kamu bisa tungguin aku sampai 14.30 ga? Aku jemput kamu di kampusmu,” Teddy mencoba meminta waktu Sari.
“Siaaaaap. Sampai besok siang ya,” Sari mengakhiri percakapan mereka.
***
“Seperti biasa kan? pangsit rebus pisah kuah dan tanpa daun bawang? Atau jangan-jangan udah berubah?” tanya Teddy memastikan menu favorite Sari.
“Belum berubah dan ga akan berubah,” jawab Sari. “Cuma barusan kamu kurang dikit.”
“Apa?” Teddy mencoba mengingat-ingat apa yang kurang dari menu yang akan dia pesan untuk Sari.
“Ekstra jamur,” jawab Sari.
“I see, sorry I forgot about that,” Teddy berbicara sambil menempelkan telapak tangannya di dahi.
Mereka berbincang akrab saling bertukar info selama mereka berpisah.
Teddy mengantarkan Sari hingga ke rumahnya, namun tidak mampir karena sudah hampir maghrib sedang sekarang rumahnya bukan daerah Cempaka Putih seperti saat dia SMA. Sejak kembali ke Indonesia papanya memilih tinggal daerah Duren Sawit karena rumah di Cempaka Putih penuh kenangan akan istrinya.
***
“Us, kemaren aku lihat pasangan kencan lho,” Endah memulai percakapan mereka saat jeda antar mata kuliah yang mereka ambil hari ini.
“Kencan … siapa … di mana?” tanya Sari, tidak sadar bila yang jadi topik utama pembicaraan Endah adalah dirinya sendiri.
“Iya siapa dan di mana Ndah?” Uswahpun bertanya seakan penasaran.
“Kemaren sore di Pasar Baru, kayaknya sih habis makan, karena aku liat pas baru keluar dari gang kelinci jalan mengarah ke Pasar Baru,” jelas Endah.
“Siapa?” tanya Uswah penasaran, sedang Sari bingung karena menjadi terdakwa.
“Aku ga kencan. Dia sahabat kecilku. Aku masih memegang komitmen ga akan pacaran apalagi ama anak kuliahan,” jawab Sari.
“Hahahaaaa, merasa ya kamu,” ledek Endah.
“Kamu lihat koq ga manggil? Dan kamu sama siapa hayo?” balas Sari sambil memukul lengan Endah.
“Kami berdua lah. Kan kamu tau kemaren kita mau cari sepatu di Pasar Baru. Kamu ga bisa ikut karena katanya janjian dengan temanmu, dan menunggu dia jemput kan?” balas Uswah.
“Jadi kamu barusan pura-pura ga tau waktu Endah cerita? Kalian jahat ya,” Sari merasa di goda kedua sahabatnya.
“Tapi andai kamu mau pacaran juga gapapa Sar, kita kan ga bisa ngatur kapan jodoh mendekat. Karena sepertinya aku akan mendahului kalian,” Uswah memberi tahu kedua sahabatnya itu.
“Maksudmu?” Sari dan Endah bertanya hampir bersamaan.
“Abi kemaren memberitahuku kalau akhir tahun ini aku akan menikah dengan pria yang orang tuanya sudah berbicara dengan Abi untuk menjodohkan kami. Kalian tahu kan 3 kakakku semua menikah karena perjodohan. Buat keluarga kami, jodoh wajib keturunan Arab,” Uswah mendesah pelan.
“Kamu berserah aja Us, semua orang tua pasti menghendaki yang terbaik bagi anaknya,” hibur Endah.
“Bener Endah Us, aku setuju ma dia. Tumben dia agak waras kali ini,” Sari ikut menghibur Uswah.
“Aku kemaren sudah bilang ke Umi, aku setuju menikah asal tetap di perbolehkan melanjutkan kuliah dan bekerja nantinya. Dan sepertinya calonku menyetujui syaratku,” Uswah kembali bercerita.
“Cie cie cie yang udah punya calon, sekarang beda ya bicaranya,” goda Sari.
“Kamu tu,” sekarang giliran Sari yang di pukul Uswah sambil tersipu.
“Jadi cuma aku nih yang belum ada pasangan,” Endah mengernyitkan alisnya.
“Hahahaa, aku kan juga masih single,” sanggah Sari.
Mereka kembali ke kelas untuk mengikuti mata kuliah berikutnya.
***
Sudah seminggu sejak makan bareng, Sari maupun Teddy tak bertukar berita. Saat ini akhir semester, mereka sibuk dengan banyaknya tugas mata kuliah. Namun hari ini tanpa sengaja mereka bertemu di toko buku Gunung Agung Kwitang.
“Hunting apa Ri?” sapa seseorang dari sebelah belakang Sari saat Sari mencari beberapa buku resep kue terbaru untuk mamanya.
Sari menoleh ingin tahu siapa yang menyapanya. “Hai, kamu cari apa? Aku habis cari buku buat mata kuliahku, sekarang lagi liat buku resep buat mama,” jawab Sari saat melihat Teddy ada di belakangnya dengan beberapa buku tebal di tangannya.
“Kamu sendirian?” tanya Teddy.
“Engga, ama Endah, dia lagi cari buku menyulam,” Sari menjawab pertanyaan Teddy sambil celingak celinguk mencari keberadaan Endah.
“Aku kira sendiri, jadi bisa pulang bareng,” cetus Teddy.
“Ya udah Sari ama elo aja, biar nanti Endah ama gue,” tiba-tiba Bram mencetuskan idenya.
“Lho, ada Bram juga? Kalian janjian atau berangkat bareng ke sininya?” tanya Sari.
“Tadi gue ke kampus Teddy dan ngajakin dia ke sini, jadi emang niat ke sini, pas dia ada buku yang mau di cari,” cerita Bram panjang lebar.
“Udah dapat Sar buku buat mamamu?” tanya Endah yang baru menghampiri mereka
“Sudah, yok kita pulang,” ajak Sari.
“Ndah, gimana kalau kita makan dulu?” ajak Bram.
Endah memandang Sari seakan minta pendapat sahabatnya itu.
“Udahlah ga usah tanya Sari, mumpung kita ketemuan,” Bram membimbing Endah mengajaknya jalan ke kasir.
Karena agak rame maka Sari dan Endah mengantri di jalur yang berbeda. Di depan kasir Teddy yang lebih dulu meletakkan buku-bukunya meminta buku yang hendak di beli Sari. Dia taruh di tumpukan meja kasir lalu semua dia bayar namun meminta di pisahkan membungkusnya.
“Kamu tu masih aja kebiasaan deh mbayarin buku-buku yang aku ambil,” Sari berbisik pada Teddy sambil cemberut.
“Hehe, santai aja kenapa sih?” balas Teddy sambil menyerahkan tas berisi buku-buku yang di beli Sari tadi.
“Kita mau makan di mana bro, takutnya kita ke pisah lampu merah,” tanya Bram pada Teddy.
“Bakmi GM Medan Merdeka,” jawab Teddy pasti.
“Siap” jawab Bram.
------------------------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Mae allis01
mungkin ciri khas ceritamu seperti ini ya thor. aku baru baca 2 judul. dan 2"nya sungguh membingungkan..karena bgtu banyak tokoh dan menceritakan kisah tokoh masing" dalam 1 judul novel. membingunkan memang.
2022-09-09
1