Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. Cerita masih datar ya, karena tokoh utama belum bertemu, masih kita kupas latar belakang para tokoh utama dulu biar nanti asyik di cerita selanjutnya.
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
-------------
“Gue setuju ama elo Nto, kasihan kalau jadi beban karena gosip. Kita yang tau ya wajib kasih support lah ke dia, kita kan pernah deket ama dia,” sahut Steve.
Sambil bicara, Leo malah men dial no HP Dini. Tak lama sambungan telepon tersambung. Leo memberi tanda diam, dia mengatur telepon dengan speaker sehingga mereka bertiga bisa mendengar isi pembicaraan, Leo meletakkan telunjuk di mulutnya. “Hallo Din, sibuk?” tanyanya saat Dini mengangkat teleponnya.
“Ga Yo, habis cuciin kaki Amora, mau bobo dia, nih dia minta ngomong ama lo,” kata Dini.
“Hallo cantiknya Om, mau bobo ya?” sapa Leo pada keponakannya yang sudah berusia 3 tahun. “Sudah sikat gigi?” lanjutnya lagi.
“Om ain sini, Moya anen,” jawab Amora.
“Ya nanti om kesana ya, sekarang Amora bobok dulu, kasih HP nya ke bunda karena om mau bicara dengan bunda dulu,” balas Leo. Anto dan Steve tersenyum mendengar suara gadis kecil yang tadi Dini sebut bernama Amora.
“Beney? Ndak bo’on?” rajuk Amora.
“Bener, om ga bohong,” sahut Leo. “Met bobo sayangnya Om, kasih HP ke bunda ya sayang,” bujuk Leo.
“Kenapa Yo,” sapa Dini.
“Din, kita teman-teman Rawasari mau bikin reuni, tadi sore baru aja pada ketemuan buat bikin planningnya. Tadi juga sudah terbentuk panitia sementara, lo mau ga jadi panitia?” tembak Leo, membuat Anto dan Steve membelalak matanya seakan menegur Leo mengapa malah menawarkan Dini menjadi panitia.
“Kayaknya gue ga bisa deh Yo, lo tau kan gue akan sibuk dengan urusan cerai gue, belum lagi transisi mau pindah ngajar,” jawab Dini.
“Ayolah Din, lo kan paling hebat kasih ide buat acara, dan paling teliti kalau jadi panitia, mau ya … ya …ya ,,,,”bujuk Leo. “Eh tunggu, lo mau pindah kemana?” cecar Leo.
“Sementara ini jangan Yo, gue bantu non formal aja, ga usah masuk di kepanitiaan ya, kapan kalian ketemuan lagi, kasih tau gue aja, semoga gue bisa datang,” janji Dini.
“Ok, nanti gue kabarin lagi kapan kita ketemuan. Tapi lo belum jawab lo mau pindah kemana?” desak Leo.
“Soal pindah, nanti aja gue kasih tau pas kita ketemuannya, sekarang belum pasti sih di mana penempatannya,” jawab Dini.
“Siip, eh ada yang mau ngomong ama elo nih, kangen berat katanya,” Leo memberikan HP nya pada Anto, namun Anto menggelengkan kepala sambil menggoyangkan tangan memberi tanda tidak. Tak enak dengan Dini, maka Steve yang mengambil HP dari tangan Leo.
“Hallo sayangku, masih inget ga ama pacarmu yang ganteng ini,” goda Steve
“Siapa ya, agak kenal suaranya, tapi gue lupa,” sahut Dini. “Sammuel atau Jack?” tanya Dini.
“Ya ampuuun sayangku, koq jahat gitu sih melupakan kekasihmu ini?” goda Steve. Leo dan Anto senyum-senyum mendengar candaan itu.
“Haaaa Steveeeeee,” teriak Dini dari ujung sana. “Apa khabar lo? Kangeeen tau….” lanjut Dini lagi.
“Gue juga kanget berat ama elo, makanya gue langsung punya ide bikin reuni ini. Lo beneran mau bantu kan, jadi panitia kan?” kata Steve seakan tidak tahu persoalan yang sedang di hadapi Dini saat ini.
“Sorry Steve sayangku, gue lagi ga bisa jadi panitia, tapi gue janji akan datang di pertemuan selanjutnya dan gue kasih pendapat gue deh besok pas kita ketemuan,” balas Dini.
“Janji ya sayangku. Muah muah deh buatmu. Daaag,” kata Steve menutup telepon. Sejak dulu memang mereka memanggil sayang dalam sapaan mereka. Teman-teman yang mengenal mereka tahu, sehingga tidak aneh atau cemburu. Dini memang supel dan mudah membuat siapapun jatuh hati padanya. Namun sejak dulu Steve yang seumuran Harry, atau 3 tahun lebih tua dari Dini, sadar mereka berbeda agama, oleh karena itu sejak awal dia membentengi dirinya untuk tidak jatuh cinta pada gadis pujaan banyak pria tersebut.
“Lo kenapa ga mau ngomong ama Dini?” tanya Leo pada Anto, walau sejak awal dia tahu Anto tidak akan terima, tapi dia sengaja melakukan hal tersebut untuk mengetahui sikap Anto.
“Lo tau kan, gue bilang ga akan hubungi Dini lebih dulu saat ini. Biar dia lebih tenang dan gue juga tenang, gue belum siap liat dia hancur untuk kedua kalinya. Gue takut gue yang nangis saat telepon ama dia” jelas Anto.
***
Senin hari yang padat, Miranda mengajak bertemu di kantornya yang di Jakarta, Steve meluncur dengan Andini sekretarisnya atau yang biasa di panggil Andin. Soal kerjaan Andin jagonya, soal wajah Andin adalah idola banyak cowok, namun jangan harap soal cinta darinya. Di balik wajah lembut dan tutur kemayunya dia ternyata belok, dia penyuka sesama jenis dan anehnya dialah yang bertindak sebagai cowoq, setahu Steve bila penyuka sesama maka yang jadi cowoq pasti penampilannya macho. Haha Steve tidak mau perduli urusan pribadi staff nya, yang penting kerjaan beres. Walau sesekali dia berupaya menarik kembali Andin ke garis normal. Kembali menjadi wanita yang menyukai lelaki.
“Hallo Steve, kena macet ya,” Miranda menyapa ketika Steve memasuki ruangannya.
“Engga seberapa macet mbak, mungkin karena belum jam makan siang,” balas Steve sambil bersalaman.
Tidak butuh waktu lama merevisi beberapa item yang agak kurang pas. Steve dan Miranda puas mereka bisa bekerja sama. untuk meng apresiasi kerja mereka, Steve mengajak Andin makan siang sehabis dari kantor Miranda. Steve dan Andin sebenarnya pernah satu sekolah ketika SD dulu, Steve mengetahuinya dari CV Andin saat dia melamar menjadi sekretarisnya, mereka satu kelas ketika kelas 1 dan 2 SD saat masih di Jogja, sesudah itu Steve pindah sekolah ke Jakarta karena papi dan maminya meninggal akibat kecelakaan. Namun tentu saja kebersamaan ketika awal SD itu tidak membuat mereka saling mengenal sifat masing-masing. Mereka mulai dekat beberapa bulan sejak Andin memperlihatkan kinerja yang bagus, karena biasanya Steve malas berhubungan dengan rekan kerja perempuan karena takut akan berimbas pada rumors tak sehat.
“Kamu sejak kapan tinggal di Jakarta Ndin?” tanya Steve sambil mereka menunggu pesanan mereka di resto yang mereka datangi.
“Lulus SMA, aku kuliah di ASMI Pulo Gadung. Aku tinggal di sekitar kampus situ,” Andin menerangkan hal yang di tanya Steve.
“Steve …,” panggilan manja terdengar sedikit kencang saat Andin dan Steve baru saja akan memulai makan siang mereka.
Steve menolehkan wajahnya melihat siapa yang memanggilnya. Paula, salah satu mantannya menghampiri meja Steve. Kenapa ya wanita ini tak punya malu menghampiri dirinya, padahal mereka sudah putus lama sebelum Steve menjalin hubungan dengan Cindy.
“Hallo sayang, pa khabar?” Paula mencium pipi Steve yang tetap duduk dan tidak menghiraukannya
“Gue baik, oh iya kenalin Andin, tunangan sekaligus sekretaris gue,” balas Steve sambil memperkenalkan Andin pada Paula.
“Kamu ga perlu bersandiwara gitu Steve, aku tau kamu baru aja putus ama Cindy, jadi ga mungkin kamu sudah bertunangan dengan dia,” kilah Paula tak mau kalah.
“Kalau gue baru putus ama Cindy lalu lo mau apa? Mau balik gitu? Lo tau kenapa gue putus ama Cindy? Karena dia marah gue udah punya tunangan! Iya kan honey?” Steve meminta kerjasama Andin bersandiwara.
-------------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments