Terimakasih masih ngikutin cerita ini, saat ini. Mulai denga tokoh lain yok, kita mulai mendekat ke tokoh calon kakak ipar ya.
Biar ga penasaran kita langsung baca bab berikutnya yok
------------------------------
Sabtu pagi Steve mencoba menghubungi Anto, sejujurnya dia masih penasaran bagaimana Anto yang lurus dan alim bisa menjadi suami Shinta yang player.
“Assalamu’alaykum,” sapa Anto lebih dulu saat Steve menghubunginya.
“Hallo, nTo, ni gue Steve,” jawab Steve.
“Hallo bro, eh pa khabar lo, gue kira lo ga serius mau telepon gue,” sahut Anto.
“Khabar baiklah gue, makanya bisa telepon elo, kalo sakit gue ga telepon lah,” canda Steve. “Lo hebat ya, tau-tau nikah ama anak bos gue aja, padahal semua lajang di kantor ngarep banget nikah ama tambang emas itu,” lanjut Steve lagi.
Tak di sangka Anto menjawab ketus seperti ingin menerkam Steve : “Emang gue nikahin dia karena harta? Ambil aja tu harta kalo lo mau.”
“Hahahaa, jangan panas gitu bro, gue cuma kasih tau kondisi di kantor gue doang,” sahut Steve. “Udah ah, gue mau ngajak lo ketemuan buat bikin acara reuni, lo punya nomor siapa aja yang bisa kita ajak ngumpul buat bahas planning kita, biar gue yang hubungi mereka deh, by the way kita bisa ngobrol pertama besok siang ga, lokasi di café dekat kantor gue,” kejar Steve.
“Gue cuma ada beberapa nomor HP, tapi ada juga yang pakai nomor rumah karena gue belum punya nomor HP nya. Paling Rully, Hans, Tuti, Arie, Murni, Ita, Yanti, Samuel, Jaka, yang lain gue ga punya,” jawab Anto, “Biar mereka gue yang hubungi gapapa, jam berapa kita mau ketemuan?”
“Jam 3 aja bro, sesudah makan siang. Gue punya no HP Sammy, Ivan, Leo, Gadis, Diah, Wies, Andy, Hamzah, Donald. Eh tunggu … tunggu … masa lo ga punya nomor Dini?” tanya Steve penasaran.
“Gue lost kontak sejak dia nikah, ada nomor rumah nyokapnya, tapi gue ga pernah berani telepon karena takut Harry salah paham. Udah kita hubungi yang ada dulu, nanti dari teman-teman lain kan kita akan dapat banyak nomor yang lain,” jawab Anto.
“Ok, see you tomorrow, gue mau langsung hubungi teman-teman yang ada di nomor gue, lo juga langsung hubungi yang ada di HP lo ya,” putus Steve.
Semangat yang ditularkan Steve membuat Anto juga antusias menghubungi teman-temannya untuk berkumpul di café “selaras” yang di tetapkan oleh Steve, esok hari jam 3 sore.
***
Karena acara dadakan, maka tidak banyak yang bisa hadir, namun teman-teman yang tak bisa hadir hari ini bersedia membantu agar acara reuni yang akan di adakan nanti menjadi acara yang sukses.
Heboh temu kangen perdana mereka membawa kebahagian tersendiri bagi yang hadir, di sela canda tawa, mereka tetap sukses menyusun panitia kecil dan akan di kembangkan lagi di pertemuan berikutnya.
Beberapa di antara mereka juga sempat menyanyi untuk menghibur yang hadir. Anto pun mengajak Steve maju ke panggung buat nyanyi, suara Steve sangat bagus dan dia juga biasa nyanyi di gereja. Anto mengambil gitar dan mendekatkan mike pada gitarnya, dia memberitahu Steve untuk menyanyikan lagu tertatih dari kerispatih. Sambil memainkan piano, Steve pun bernyanyi :
aku berjalan di dalam kesendirian
aku mencoba tak mengingatmu dan mengenangmu
aku tlah hancur lebih dari berkeping-keping
karna cintaku karna rasaku
yang tulus padamu
begitu dalamnya aku terjatuh
dalam kesalahan rasa ini
jujur aku tak sanggup, aku tak bisa
aku tak mampu dan aku tertatih
semua yang pernah kita lewati
tak mungkin dapat ku dustai
meskipun harus tertatih
begitu dalamnya aku terjatuh
dalam kesalahan rasa ini
aku tak sanggup, aku tak bisa
aku tak mampu dan aku tertatih
semua yang pernah kita lewati
tak mungkin dapat ku dustai
meskipun harus tertatih
“Yo, nanti gue mau ngobrol sebentar, bisa?” pinta Anto. Leo hanya menganguk sambil memberi tanda jempol saja, dia tahu Anto pasti akan menanyakan khabar Dini dan Harry.
Selesai sudah meeting pertama, kini mereka tinggal bertiga, Steve, Leo dan Anto. Waktu maghrib tiba, Anto ijin sholat dulu, kepada 2 sobatnya yang non muslim itu.
Sehabis sholat Anto langsung to the poin aja “Gimana khabar Dini? Jujur gue lost kontak ama dia setelah dia kasih tau habis akad nikah. Gue jaga jarak karena ga mau dia di marahin ama lakinya kalau ketemu gue, selain itu juga gue jaga hati gue biar ga jadi debu,” kata Anto menghisap rokoknya dalam-dalam. Leo kaget Anto merokok, karena sejak dulu dia tahu Anto sangat anti merokok.
“Sejak kapan lo ngerokok?” tanya Steve lebih dulu, haha dia juga heran atas perubahan yang terjadi pada sobatnya ini.
“Sejak gue liat Dini terakhir kali, sejak dia keluar dari rumah gue sehabis kasih tau dia sudah akad nikah ama Harry, gue hancur sehancur-hancurnya, padahal gue yang saranin dia nikah karena dia hamil, tapi saat itu terjadi, hati gue ga bisa terima.” jelas Anto.
“Gue bingung harus bilang apa, gue bingung harus cerita dari mana soal Harry dan Dini,” tukas Leo
“Ada apa dengan mereka? Mereka fine-fine aja kan?” kejar Steve. Dia tahu kasus Harry di amankan di Sentiong, karena sepupunya tinggal di sana, jadi dia dengar cerita itu, namun tidak tahu kisah selanjutnya. “Gue tau waktu kasus Sentiong,” lanjut Steve.
“Kasus Sentiong, ada apa?” tanya Anto kaget.
Akhirnya Leo menceritakan badai rumah tangga Dini dan Harry secara lengkap. Dia juga memberitahu sebelum Harry tertangkap Dini sudah meminta papanya untuk menyuruh Harry mengajukan gugat cerai, namun sampai saat ini belum di ajukan karena Harry keburu ketangkap, sedang Dini sibuk dengan kuliahnya. Leo yakin sehabis wisuda beberapa bulan lalu, Dini pasti sudah mempersiapkan gugatannya, kemarin Dini juga menundanya menanti hasil sidang pengadilan Harry.
“Masih berapa lama lagi dia di dalem?” tanya Steve mewakili keingin tahuan Anto.
“5 bulan lagi,” jawab Leo.
“Gue boleh minta no HP Dini? Buat prepare aja, gue ga akan hubungi dia kalau ga urgent,” jelas Anto, dia tidak ingin Leo atau Steve curiga. Leo memberikan no HP Dini untuk di save oleh Anto dan Steve. “Tadi dia lo masukin di kepanitia’an ga Yo?” Mereka memang panitia kecil, ketua sekretaris dan bendahara. Itulah sebabnya mereka masih ngumpul bertiga.
“Belum sih. Lo ada usulan dia di masukin jadi panitia? Mau jadi sie apa?” lanjut Leo.
“Gue pribadi ga pengen dia di masukin jadi panitia, takut ada gosip, kasihan dia lagi seperti itu. Tapi ga tau pendapat Steve,” kata Anto memberikan pandangannya.
“Gue setuju ama elo Nto, kasihan kalau jadi beban karena gosip. Kita yang tau ya wajib kasih support lah ke dia, kita kan pernah deket ama dia,” sahut Steve.
Sambil bicara, Leo malah men dial no HP Dini. Tak lama sambungan telepon tersambung. Leo memberi tanda diam, dia mengatur telepon dengan speaker sehingga mereka bertiga bisa mendengar isi pembicaraan, Leo meletakkan telunjuk di mulutnya. “Hallo Din, sibuk?” tanyanya saat Dini mengangkat teleponnya.
-----------------------
Terima kasih telah membaca cerita ini, nantikan update bab berikut ya. Namun jangan lupa kasih like, bintang dan vote ya
Salam manis dari yanktie di Jogja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments