Mulut Densha dan Moa menganga lebar melihat benda-benda tidak terpakai melayang begitu saja kesana-kemari, mereka berdua tercengang melihat Ryn yang tersenyum sembari membersihkan ruangan bawah tanah itu seorang diri.
Densha beralih menatap Fuu yang saat ini sedang ia gendong ala bridal style, dengan senyumnya yang hangat ia membisikkan sesuatu pada Fuu yang sedang tertidur.
"Dia bilang dia putri kita loh" ucap Densha lembut.
Moa yang tanpa sengaja mendengar suara Densha berbisik pada Fuu dengan sangat hati-hati itu, tersipu malu sendiri. Pria berambut pirang itu mengalihkan pandangan ke arah lain, saat ini Moa benar-benar sedang menahan senyumnya.
Kau manis sekali bung! - Moa.
"Nah, sudah selesai" pungkas Ryn senang.
"Hei, apa Mod akan baik-baik saja kita tinggal sendirian di kamar??" Moa menatap ke arah anak tangga yang menuju ke lantai atas.
"Tenanglah!" Densha memandang Moa, "Setelah dia sadar nanti, pasti dia akan kemari mencari kita. Sama seperti aku tadi"
"Begitu ya?? Dia akan mengingat semuanya kan??"
"Iya, Moa jangan khawatir" jawab Ryn senang.
"Baiklah, sekarang kami harus apa??" Moa memandang area luas di depannya.
"Hah?? Kami??" Densha mendelik, "Kau tidak lihat aku sedang menggendong Fuu? Jadi sisanya kalian berdua saja yang urus"
Begitulah, bos tetaplah bos. Dimana pun Densha berada dialah bosnya, tidak ingin di suruh siapapun dan tidak ingin direpotkan, bisa dibilang dia selalu beruntung dalam segala situasi. Densha terkekeh melihat Moa dan Ryn menata tempat itu untuk melakukan sebuah ritual.
"Kenapa kau senyum-senyum?" Moa mendengus kesal.
"Haha, tidak apa-apa... Senang sekali melihat budak-budak ku bekerja dengan tekun"
"Dasar sinting!" Moa menepuk punggung Ryn pelan. "Lihat tuh papamu!"
"Aku sudah tidak terkejut lagi dengan pria itu" Ryn tersenyum kecut, "Sebenarnya aku sedang bertanya-tanya apa kau jujur padaku bahwa pria itu yang bernama Densha Mikaelson?"
"Ya Tuhan! Iya benar itu orangnya" Mata Moa terlihat berapi-api.
Ryn memutar kedua bola matanya dengan kesal sambil terus menata lilin-lilin berwarna putih yang ia pegang, Ryn dan Moa membuat bentuk lingkaran dengan lilin-lilin tersebut dan menaruh beberapa lembar kertas di bagian tengah.
Bagaimana caraku melelehkan hati pria itu?? Rasanya sakit sekali ketika tahu dia tidak mau menerimaku sebagai anaknya - Ryn.
"Untuk apa ruang kosong di tengah itu?" Moa menunjuk pada bagian dalam lingkaran lilin.
"Nanti aku dan orang yang kau bilang sebagai papa kandungku itu akan berada disana untuk melakukan ritualnya"
"Kenapa kau tidak ingin menyebut nama Densha??"
Densha mendengar ucapan Ryn dan Moa namun ia memilih untuk acuh tak acuh dengan apa yang sedang mereka lakukan dan bicarakan.
"Itulah alasannya..." Ryn menunjuk Densha dengan tatapan matanya.
Moa memperhatikan Densha secara seksama, mungkin jika ia berada di posisi Ryn dia juga akan melakukan hal yang sama dengan gadis itu, Densha hanya luluh dan bersikap berbeda pada Fuu saja.
Moa tahu, sebenarnya Densha itu pria yang baik. Kemungkinan, saat ini dia sedang tidak ingin mengakui Ryn sebagai putrinya karena fakta tersebut terlalu tiba-tiba bagi pria dingin itu.
"Suatu saat dia pasti akan menerimamu" Moa tersenyum, ia mengepalkan tangannya pada Ryn. "Semangat ya??"
"Terima kasih Moa..."
Tap!
Tap!
Tap!
Suara langkah kaki menuruni tangga terdengar jelas di telinga semua orang yang saat ini berada di ruang bawah tanah. Siapa lagi kalau bukan Mod pelakunya.
"RYN!!! DASAR BOCAH INI" Mod berteriak kencang, gadis itu terburu-buru berlari ke arah Ryn.
Gadis bermata biru itu meringkuk ketakutan, ia takut Mod akan memarahinya atau memukulnya sehingga dia lebih memilih bersembunyi di balik punggung Moa saat Mod berlari ke arahnya.
Hug!
Bukannya dimaki, dimarahi atau bahkan dipukul. Mod malah memeluk Ryn erat, kedua mata gadis itu nampak berkaca-kaca.
"Terima kasih..." Gumam Mod pelan.
"A... Apa??" Ryn tidak membalas pelukan Mod karena terkejut.
"Terima kasih sudah kembali lagi kesini" lanjut Mod.
Ryn menggigit bibir bawahnya sendiri, gadis itu sungguh bahagia karena Mod menyambutnya dengan sangat baik. Bahkan hanya Mod yang memberikan kehangatan hati untuknya.
"Mama... Hiks..." Ryn membalas pelukan Mod lebih erat.
Mama?? Dia bilang dia putriku, kenapa memanggil Mod dengan sebutan mama?? - Densha.
"Memang tidak bisa di percaya, aku harus hati-hati dengannya" Densha berbicara dengan diri sendiri, ia berbicara dengan pelan sehingga tak seorangpun bisa mendengar gumaman bibirnya.
"Hei, sudah belum?? Lama sekali!"
Mod melepas pelukan Ryn, ia memandang Densha dengan begitu sinis.
"Apa sih? Mengganggu saja!!"
"Jadi atau tidak sih melakukan ritualnya??"
"Iya, maaf...." Ryn menundukkan kepala, gadis itu mengusap air mata di sudut matanya.
Mod dan Moa bertugas untuk menyalakan semua lilin-lilin nya, dengan hati-hati Densha merebahkan tubuh mungil Fuu ke kasur lantai tentu saja dengan dijaga oleh Mod.
Ryn menghampiri Densha, tanpa memandang mata ayah kandungnya Ryn menunjuk ke arah ruang kosong di dalam lingkaran lilin.
"Kita harus duduk disana"
"Apa?!" Densha terkejut, "Tunggu, bisakah kau menjelaskan padaku sedikit saja apa yang akan terjadi disana??"
"Aku memerlukan bantuan mu untuk menyelami pikiran Fuu dan jiwa Fuu yang mungkin saja saat ini sedang di belenggu oleh sihir"
"Apa aku juga akan menyelami pikirannya??"
"Tidak, hanya aku"
"Lalu kenapa aku harus ikut ke sana?" Densha melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku tidak bisa melakukannya seorang diri, aku butuh sedikit darahmu"
Jujur saja! Saat ini Densha sedang membanding-bandingkan ucapan Ryn dengan akal sehatnya. Ia sungguh tidak ingin mempercayai setiap ucapan gadis bermata biru itu, namun di sisi lain dia juga tidak bisa memikirkan cara lain untuk menyelamatkan Fuu.
Melihat Densha yang sepertinya gelisah, Ryn menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya pelan-pelan.
"Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja! Jika terjadi hal buruk padanya kau bisa membenciku seumur hidupmu" tantang Ryn tegas.
"Aku bahkan sudah membencimu sejak pertama kali kita bertemu"
Tanpa sadar, Densha mengucapkan sebuah kalimat yang mampu menghancurkan hati Ryn seketika. Jantung Ryn berdegup kencang, matanya membulat mendengar ayah kandungnya bicara seperti itu. Perlahan Ryn menatap Densha dengan sedih.
"Apa lihat-lihat??" Densha memelototi Ryn tajam. "Apa kau ingat? Saat pertama kali kita bertemu, kau bilang padaku bahwa siapa itu dirimu tak penting buatku! Sampai sekarang aku menganggap itu serius"
(Jika kalian lupa! Ryn pernah bicara seperti itu di SEASON 1 berjudul Darah Densha)
Sebegitu bencinya kah kau padaku papa?? - Ryn.
Melihat Ryn yang terdiam dan melamun, Densha melangkah terlebih dahulu untuk masuk ke dalam lingkaran lilin itu. Pria tampan itu langsung duduk di depan sebuah kertas berwarna putih.
"Hei, kenapa diam saja?! Apa aku hanya perlu duduk disini saja??"
Pertanyaan dari Densha membuyarkan lamunan Ryn, gadis itu bergegas menyusul Densha dan duduk di depannya, mereka berdua kini saling duduk berhadap-hadapan.
"Ulurkan tanganmu" pinta Ryn lembut.
"Begini??" Densha mengulurkan tangan kirinya menunjukkan telapak tangannya yang putih bersih.
Pelan-pelan Ryn menarik sebuah rantai tipis yang melingkar di lehernya, gadis itu menyentuh sebuah liontin berbentuk pisau kecil.
Tanpa aba-aba, Ryn menggoreskan pisau itu ke telapak tangannya. Ia meneteskan darahnya ke atas kertas berwarna putih tersebut, lalu gadis itu menyentuh tangan Densha.
"He, Hei... Apa kau akan melakukan itu padaku juga??" Densha refleks menarik tangannya.
"Tentu saja! Berikan tanganmu"
"Tidak, itu pasti sakit..."
Soulifieste~
(Mantra menggerakkan suatu objek sesuai keinginan si pemberi mantra)
Secara spontan tubuh Densha bergerak tanpa ijinnya dan mengulurkan tangan kirinya pada Ryn.
"Ti... Tidak, apa yang kau lakukan?!"
"Berisik!" Maki Ryn ketus.
CRAK!!
Ryn membuat goresan yang sempurna di telapak tangan Densha, pria tampan itu meringis menahan sakit di telapak tangannya. Dengan bantuan Ryn, Densha berhasil meneteskan darahnya di atas darah milik Ryn.
Kemudian mereka berdua saling berpegangan tangan membentuk tanda silang, Ryn memejamkan kedua matanya dan mulai membacakan sebuah Mantra.
Tidak tahu harus melakukan apa, Densha hanya diam saja dan memperhatikan gadis cantik di depannya itu.
BRUKK!!!
Mata Densha membulat ketika tubuh Ryn mendadak jatuh pingsan ke arahnya, dengan sigap Densha menangkap tubuh Ryn dan memeluknya.
Astaga!! - Densha.
Densha memandang ke arah Moa dan Mod secara bergantian, namun mereka berdua hanya mengangkat bahu tidak mengerti.
"Apa yang terjadi???" Densha mendelik menatap tubuh Ryn yang tak sadarkan diri.
Bersambung!!!
Berikan cinta kalian dengan cara Like, Komentar, Follow, Favorit, Vote dan Rating ya?? 😉😘 Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Nonasan_34
Q baca d thun 2022 lngsung maratonnn...kerennn abis pokok e
2022-03-29
1
𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ𝗚ˢ⍣⃟ₛ
mantap Author lanjutkan semangat 💪👍👍👍👍😍
2022-01-27
1
Saniia Azahra Luvitsky
jgn jutek donk sama anak
2021-04-01
1