Kembali ke cerita semula yang terputus di season 1~
Moa menggaruk belakang lehernya dengan kasar. Pria itu sesekali memandang ke arah gadis bermata biru yang saat ini duduk di sofa ruang tamunya.
Gadis itu mencengkram erat kedua tangannya sendiri, Moa tahu sepertinya gadis itu sedang tidak tenang saat ini.
"Jadi... Kau putri Densha dan Fuu dari masa depan yang datang kemari??"
"Uhm" Ryn menganggukkan kepala pelan.
"Aku tidak sangka kau mempermainkan ingatanku sesukamu"
"Aku minta maaf, aku terpaksa melakukan semua itu" Ryn memandang Moa sedih. "Aku pikir dengan aku menghapus kenangan kalian semua di masa ini semuanya akan selesai dan aku akan menunggu kematian menjemput'ku"
Moa menghela nafas berulang kali, pria itu sudah hampir gila menghadapi situasi ini.
"Astaga! Tadi Densha menelponku kan?? Ada apa ya??"
Mata Ryn terbuka lebar, ia lupa bahwa dirinya mematikan telpon Moa dengan sihirnya.
"Maafkan aku, akan aku perbaiki ponselmu"
"Kenapa kau memiliki kemampuan yang sama dengan Katrina??"
"Seharusnya Katrina tidak bisa melakukan itu, ada seseorang yang membantunya namun aku tidak tahu siapa itu"
Ryn berjalan mengambil ponsel Moa yang tergeletak di lantai, gadis cantik itu menyerahkannya pada Moa sambil tersenyum secara paksa.
"Suaranya di telpon tadi terdengar khawatir, apa kita langsung datang saja ke rumahnya? Kau juga harus mengembalikan ingatannya kan??"
"Tapi... Bagaimana jika dia menolak ku?"
"Kita tidak akan tahu jika tidak mencobanya"
Moa berdiri dari duduknya, ia berjalan mendekati Ryn. Pria berambut pirang itu mengulurkan tangannya pada Ryn, membuat gadis itu terkejut dengan perilaku Moa.
Ryn menangis, ia mengusap air mata yang tanpa sadar sudah mengalir di pipinya. Gadis itu tersenyum senang melihat Moa menerima dirinya dengan baik.
"Papa baik sekali..." Ryn meraih tangan Moa.
"Cukup panggil aku Moa saja, hehe" Moa nyengir. "Rasanya aneh jika di panggil papa di umurku yang masih muda begini"
"Oke, baik!"
_____________________________________________
"TIDAK!!"
Densha menatap Moa dan Ryn secara bergantian, tatapannya begitu tajam seolah ingin mencincang habis kedua remaja yang saat ini duduk di depannya.
"Apa??"
"Aku bilang tidak ya tidak!!"
"Hei, dia ini anakmu" Moa menunjuk ke arah Ryn di sampingnya.
"Dasar tidak waras! Kau sudah kehilangan sebagian otakmu ya?" Sindir Densha ketus. "Aku belum pernah menyentuh tubuh Fuu, bagaimana mungkin aku punya anak sebesar itu?"
Densha menunjuk Ryn dengan ekor matanya, ia menggelengkan kepala kuat menolak mengakui bahwa Ryn adalah putrinya.
"Maka dari itu aku bilang kan bahwa dia datang dari masa depan! Dan lagi otakku masih utuh di tempatnya berada"
"Kau sudah gila Moa! Jangan kemari sampai gangguan jiwamu hilang"
"Hah?!" Moa bingung, ia menatap Ryn yang terus-terusan menundukkan wajahnya.
"Masa depan masa depan!!" Gerutu Densha kesal.
"Hei, kembalikan ingatannya" Moa menyenggol lengan Ryn.
Mendengar Moa berbicara pada Ryn soal ingatan, Densha refleks menyentuh kepalanya sendiri. Pria itu mendelik menatap Ryn dengan tatapan super tajam.
"Jangan berani-berani kau menyentuhku!"
"Dasar sinting!! Kau harus mengingat kembali tahu!" Celetuk Moa.
Moa berjalan mendekati Densha. Tahu bahwa Moa akan menyerangnya, Densha mengunci tubuh Moa dengan kedua tangannya.
"Kenapa kau memihak gadis asing itu?"
"Hei lepaskan!! Sudah kubilang kan dia itu putrimu!"
"Bocah ini beneran ingin mati ya?"
Ryn menutup kedua telinganya, gadis bermata biru itu berdiri dari duduknya. Kedua tangannya mengepal erat melihat papa tiri dan papa kandungnya bertengkar karena dirinya.
"Hentikan!!"
"Siapa kau? Berani memerintah di dalam rumahku?!"
"Dih! Benar-benar ya?" Ryn tersenyum kecut, ia mendekati tubuh Densha.
Dengan sihirnya Ryn membuat tubuh Densha tak mampu bergerak, begitu juga dengan tubuh Moa. Gadis cantik itu menempelkan kedua telapak tangannya pada pipi Densha untuk mengembalikan seluruh ingatan pria itu tentang dirinya dan tentang tragedi festival yang baru saja terjadi.
BRUK!!!
Pria tampan itu jatuh pingsan tepat di sofa yang ada di belakangnya. Moa terlonjak kaget melihat sahabatnya tiba-tiba tak sadarkan diri.
"He... Hei, dia akan baik-baik saja kan??"
"Tenang, dia hanya pingsan" jawab Ryn santai.
"Lalu? Sekarang apa yang harus kita lakukan??" Moa membenarkan posisi tubuh Densha di sofa.
"Ngomong-ngomong dimana Fuu??"
Ryn melirik kesana-kemari, gadis itu sudah mulai curiga dengan tidak adanya tanda-tanda keberadaan Fuu di rumah Densha.
"Mmm, aku tidak tahu! Coba kau periksa ke kamar"
"Tapi...." Ryn terlihat ragu.
"Tidak apa-apa, toh jika kau memang benar putri mereka jadi ini juga rumahmu kan?" Moa tersenyum manis.
"Oke, baik! Aku akan menemui Fuu"
"Ehem" Moa menggoyangkan kepalanya pelan.
Ryn melangkahkan kakinya menuju kamar utama rumah ini, ini kali keduanya dia pergi ke kamar Densha dengan suasana yang berbeda. Jika dulu dia datang ke rumah keluarga Mikaelson yang sudah tidak berpenghuni, sekarang ia benar-benar menginjakkan kedua kakinya di saat semuanya tahu identitas dirinya yang sebenarnya.
Aku... Deryne Mikaelson!! Akan ku rubah takdirku - Ryn.
Tangan kanan Ryn memegang gagang pintu kamar Densha, gadis itu menelan ludah sebelum benar-benar membuka pintu kamar kedua orangtuanya.
KRIEETT!
(Pintu terbuka)
Eh? Dia tidur?? - Ryn.
Pelan-pelan Ryn berjalan mendekati tubuh Fuu yang tertidur pulas di ranjang besar milik Densha. Kedua tangannya bergetar saat ingin mengusap kepala Fuu dan membangunkan gadis itu.
"K... Kenapa dingin sekali?" Ryn menarik tangannya lagi, ia menyentuh tangannya sendiri yang terasa merinding.
Gadis bermata biru itu mendekatkan wajahnya tepat di dada Fuu, ia memejamkan matanya berusaha mendengarkan suara detak jantung Fuu.
Detak jantungnya masih ada, tapi... Kenapa lemah sekali?? - Ryn.
Merasa panik, Ryn menepuk kedua pipi Fuu pelan. Gadis itu bahkan menggoyang-goyangkan tubuh Fuu agar gadis cantik yang tengah tertidur itu lekas bangun.
"Hei, bangun!" Tegas Ryn, "Fuu?? Kau dengar aku??"
Nafas Ryn terengah-engah karena merasa takut, kakinya refleks melangkah mundur. Gadis bermata biru itu jatuh lemas ke lantai dan memeluk lututnya sendiri.
"Tidak... Tidak boleh! Ini tidak boleh..."
"Ah? Ryn ada apa?? Kenapa kau duduk di lantai??" Tanya Moa yang tiba-tiba muncul.
Dengan mata yang berkaca-kaca Ryn lantas berdiri dan langsung memeluk Moa erat, tubuh Ryn gemetaran menahan rasa takut.
"Fuu... Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tidak mau bangun??" Ryn menunjuk Fuu dengan jari telunjuknya.
"Apa?"
Moa yang tidak tahu apa-apa malah berjalan mendekati Fuu, Moa mendekatkan jari-jari tangannya di dekat hidung Fuu untuk merasakan udara di lubang hidung Fuu.
"Masih hidup kok"
"Aku tahu dia masih hidup, tapi kenapa dia tidak mau bangun? Aku sudah membangunkannya berulang kali"
"Eh! Benarkah??" Moa melotot menatap Ryn dan langsung beralih memandang Fuu yang terpejam.
"Hei, Fuu!" Moa menyentuh dahi Fuu, pria itu terkejut ketika merasakan kulit tubuh Fuu yang sangat dingin.
Ya Tuhan! Sedingin es?? Benarkah dia hidup?? - Moa.
Tubuh Fuu terasa seperti orang yang telah tiada, namun denyut nadi dan detak jantungnya masih bisa dirasakan, apalagi Fuu saat ini masih dalam kondisi bernafas.
"Otaknya baik-baik saja kan? Aku ingat! Fuu pernah bercerita bahwa asal bagian otaknya tidak apa-apa dia tidak akan mati"
"Ucapan mu hampir benar! Tapi, jika Fuu sebelum ini mengeluarkan banyak darah dia juga bisa mati"
"Mengeluarkan banyak darah??" Moa menatap Ryn bingung.
Pria berambut pirang itu menerawang ke belakang mengingat-ingat kejadian saat festival dan ketika Edmund memperlakukan Fuu dengan buruk.
"Aku rasa tidak ada adegan dimana Fuu mengeluarkan banyak darah" timpal Moa kemudian.
"Hei, kalian remaja idiot!!"
Ryn dan Moa mencari keberadaan manusia yang dengan berani mengatai mereka idiot, rupanya itu adalah Densha. Pria tampan itu sudah bangun dari ketidaksadaran nya, Densha menyandarkan bahu kanannya ke bingkai pintu dan menatap sinis pada Moa dan Ryn.
"Kami tidak idiot tahu!" Maki Moa.
"Iya aku lupa! Tidak cukup kan kata idiot untukmu, karena kalian berdua lebih dari idiot" Densha memutar kedua bola matanya sebal.
Ck! Pria ini benar-benar dingin!! - Ryn.
"Apa benar dia papaku?" Ryn berbisik pada Moa dengan sangat pelan.
"Benar! Dia orangnya"
"Kalian berdua membicarakan aku?" Densha berjalan mendekati Moa dan Ryn.
"Eh! Tidak kok, haha"
Moa tertawa cengengesan sambil menyenggol bahu Ryn agar gadis itu ikutan tertawa.
Kenapa aku?? - Ryn.
"Haha, tidak kok!" Ryn tersenyum manis namun tak dihiraukan oleh Densha. "Ngomong-ngomong dia kenapa??"
Gara-gara dia mengembalikan ingatanku, aku jadi merasa sangat canggung! - Densha.
"Hanya tebakanku saja sih?! Sepertinya Fuu dipengaruhi oleh suatu sihir" ucap Densha tegas.
"Sihir???" Ryn mendelik, ia segera naik ke ranjang Densha dan duduk di samping Fuu.
"Hei, apa yang kau lakukan?!"
"Menurutmu apa??"
Ryn mencengkr*m salah satu jemari Fuu, gadis itu memejamkan kedua matanya dan mulai menyenandungkan lantunan nada yang indah.
Sihir?? - Ryn.
Bersambung!!
Semuanya! Jangan lupa dukung terus ya? Like, Komentar, Favorit, Follow, Vote dan Rating ya?! Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Saniia Azahra Luvitsky
hadehhhhh idiot semua nya 😂😂😂
2021-04-01
1
Just Rara
aduh densha km kok galak bgt sih🤭
2021-03-15
2
Alesha Pramundari
Akhirnya bisa ngakak lgi
2021-02-12
3