Tubuh Ryn terasa ringan, gadis itu berjalan melewati hutan yang gelap dan berkabut. Tidak ada sinar matahari yang mampu menembus ketebalan kabut tersebut.
Langkah kaki Ryn membawa tubuhnya ke sebuah pantai, pantai dengan lautnya yang berwarna biru. Gadis itu menatap hamparan ombak di depan matanya.
Perlahan air laut mengenai kaki telanjangnya, ia terkejut merasakan dinginnya air laut di pagi hari yang menyentuh kulit gadis itu.
Mata Ryn terasa berat, seolah laut itu memanggil dirinya. Secara ajaib tubuhnya berjalan mengikuti panggilan-panggilan aneh di dalam kepalanya.
BYURRR!!!
Ryn tenggelam, ia meronta-ronta saat seseorang berusaha menarik kedua kakinya agar gadis itu tenggelam lebih dalam. Ryn menangis, gadis itu sungguh ketakutan ia berusaha menahan sisa-sisa oksigen di dalam paru-paru nya.
"Ryn??"
"Ryn??"
Puk!
Puk!
Puk!
"Hah... Hah... Hah..." Ryn membuka mata, ia menatap Lizzie yang saat ini sedang memandang dirinya.
"Ada apa??" Lizzie mengusap kening Ryn lembut.
"Aku... Aku bermimpi"
"Mimpi?? Kau mimpi buruk?"
"Iya" Ryn menundukkan kepalanya, ia sedang melamun memikirkan mimpinya.
"Mimpi itu cuma bunga tidur, jadi jangan khawatir" Lizzie tersenyum manis.
Hari ini, Lizzie datang ke rumah Ryn untuk belajar bersama. Lizzie menjadi satu-satunya sahabat baik Ryn sejak SMP, saat ini kedua remaja itu akan memasuki SMA yang sama.
"Kenapa kau memilih Phoenix High School??" Ryn memandang sahabatnya dengan tatapan penasaran.
"Bukankah itu SMA favorit di kota ini?"
"Benar juga ya?" Ryn nyengir.
"Kau sendiri kenapa??"
"Haaa..." Ryn menghela nafas panjang. "Meneruskan garis keturunan"
"Maksudnya??"
"Papa dan mamaku juga berasal dari SMA itu, jadi mereka juga memintaku untuk memasuki SMA itu"
"Wah keren! Mereka pacaran dari SMA" puji Lizzie dengan bahagia.
"Ya begitulah..."
"Sebenarnya, aku juga ingin terus menjadi temanmu maka dari itu aku juga memilih SMA tersebut"
"Sumpah deh! Lizzie kau itu sahabatku satu-satunya dan tak tergantikan" Ryn memeluk Lizzie, membuat sahabatnya itu melongo karena kaget.
"Hehehe, terima kasih"
Nany berjalan mondar-mandir memindahkan barang yang tidak terpakai ke gudang. Melihat Nany nya yang sudah tua melakukan pekerjaan seorang diri, Ryn menawarkan bantuan pada Nany.
"Mau aku bantu Nany?"
"Eh?? Nona kan sedang ada tamu" Nany melirik ke arah Lizzie yang melambaikan tangan pada Nany.
"Dia sahabatku! Dia juga akan membantu" Ryn menatap Lizzie.
"Hah?? Kapan aku bilang..." Lizzie terkejut.
"Ya kan??" Mata Ryn mendelik memaksa temannya untuk bilang iya.
"Hehehe iya, saya akan membantu"
Dengan malas Lizzie bangkit dari duduknya ia mengikuti Ryn untuk mengepak barang yang tidak terpakai dan meletakkannya di gudang.
"Apa kita akan mengepak semua isi rumahmu?"
"Tidak, hanya barang tidak terpakai saja!"
"Tidak terpakai katamu!?" Lizzie geram. "Kenapa banyak sekali? Ini sudah dus ke sebelas loh"
"Yah... Mau bagaimana lagi? Mama dan aku suka belanja kebutuhan tidak berguna sih" Ryn mengangkat bahunya tidak peduli.
Moegi mengintip kegiatan kakaknya dan Lizzie, anak laki-laki sepuluh tahun itu memberanikan diri mendekati Ryn.
"Apa aku boleh membantu kak?"
"Eh!" Ryn tersenyum. "Moegi sudah selesai les nya?"
"Sudah" Moegi mulai mengangkat satu persatu dus dan membawanya ke gudang.
"Siapa itu?" Tanya Lizzie polos.
"Adikku, namanya Moegi"
"Adik??" Lizzie kebingungan mencerna jawaban yang ia terima, sungguh kedua kakak beradik itu tidak ada kemiripan sama sekali dari segi wajah.
Ini pertama kalinya Lizzie melihat langsung wajah Moegi, karena selama tiga tahun berteman dengan Ryn ia tak memiliki kesempatan untuk melihat adik Ryn yang katanya menggemaskan sewaktu bayi itu.
"Kenapa memangnya??"
"Ah! Tidak, hehehe"
Kalau kubilang tidak mirip, kira-kira Ryn marah tidak ya?? - Lizzie.
Setelah menyelesaikan satu ruangan, mereka pindah ke ruangan lain. Membereskan barang-barang tak berguna di rumah sebesar itu memang memakan waktu cukup lama.
"Apa kita boleh masuk ke ruangan kerja papa??" Moegi menatap Ryn ragu.
"Aku rasa kita tak perlu ke ruangan itu, kita tidak tahu barang yang penting dan tidak disana! Ya kan??"
"Baiklah, bisakah kita istirahat??" Lizzie merengek, ia menjatuhkan tubuhnya dan duduk di atas lantai.
"Hahaha, kau boleh ke kamarku terlebih dahulu! Aku akan menyusul setelah membantu Moegi meletakan kardus ini"
"Oke"
Ryn mengangkat dus ukuran besar dibantu dengan Moegi. Kedua kakak beradik itu saling bercanda dalam perjalanan nya menuju gudang belakang rumah.
Suasana dalam gudang sungguh berantakan, debu dimana-mana dan kotak kardus tak tertata dengan rapi.
"Moegi?? Apa begini caramu meletakan barang?" Ryn berkacak pinggang menatap adiknya.
"Aku kan masih kecil, aku tidak bisa mengangkat kardus ini sendirian ke atas sana!" Moegi menunjuk ke sebuah rak paling atas.
Benar juga! - Ryn.
"Baiklah, mari kita lakukan dengan sangat mudah" Ryn tersenyum menyeringai.
Moegi langsung berlari menutup pintu gudang, ia tahu apa yang akan kakaknya lakukan. Apa lagi kalau bukan menggunakan sihirnya untuk memindahkan barang?
"Sudah kak!" Ucap Moegi senang.
Ryn memberikan jempolnya dan mengedipkan sebelah matanya pada Moegi.
Wingadafucia~
Moegi tercengang melihat kardus-kardus berat itu terbang melayang ke atas menuju rak besi paling atas. Ia menepuk tangannya karena kagum melihat kemampuan sang kakak.
"KEREN!!" Teriak Moegi kencang.
"Hehehe, siapa dulu dong?!"
Pekerjaan yang seharusnya berat dilakukan oleh orang dewasa seperti bukan apa-apa jika Ryn yang melakukan nya. Gadis bermata biru itu tersenyum dan menepuk tangannya sendiri untuk mengapresiasi bakat yang ia miliki.
"Baiklah, kakak akan menemui Lizzie! Kau jangan lupa kunci pintunya ya??"
"Siap bos!"
Setelah Ryn meninggalkan gudang, Moegi menyapu lantai gudang sebentar dan saat semua sudah beres. Bocah itu memegang gagang pintu dan hendak mengunci pintu gudang, namun ia mendengar suara benda jatuh dari dalam gudang.
PRAK!!
Suara benda jatuh itu begitu ringan namun masih terdengar di kedua telinga Moegi. Bukan Moegi kalau tak memiliki rasa penasaran yang begitu tinggi, anak itu memberanikan diri menghampiri sumber suara.
Matanya terbuka lebar saat ia tahu benda apa yang baru saja jatuh ke lantai, Moegi memungutnya dan mengusap-usap benda tersebut.
"Apa ini??" Moegi memandangi benda itu dengan seksama.
Itu adalah sebuah amplop berwarna cokelat tua yang sudah usang. Moegi membuka pita perekat pada ujung amplop yang telah rusak, ia mengeluarkan secarik kertas dari dalam amplop itu.
"Apa ini surat??"
Di kertas itu tertulis :
September, 20xx
Hai, bagaimana kabar keluarga kalian? Dan bagaimana kabar cucuku? Bisakah kalian mengirimkan fotonya padaku? Hehe... Oh iya, untuk Mod jangan sering-sering mengunjungi di rumah sakit! Aku sungguh tak apa berada disini.
Ini aneh ya? Dulu aku selalu menggunakan ponsel untuk menghubungi semua orang, tapi... Dengan mata tua ini, aku bisa apa? Semoga kalian tetap bahagia!!
Salam hangat,
Isabella Mikaelson.
Kedua tangan kecil Moegi gemetaran membaca nama belakang seseorang yang menulis surat pada ayahnya. Anak laki-laki itu melipat kertas tersebut dan menyembunyikannya di dalam kantong celananya.
Isabella Mikaelson?? - Moegi.
Dengan buru-buru Moegi mengunci pintu gudang, ia berlari menuju kamarnya sendiri dan mengunci rapat pintu kamarnya.
"Astaga! Apa mataku telah menipuku?"
Moegi kembali membuka secarik kertas yang baru saja ia lipat, ia fokus membaca kembali isi surat tersebut.
"Dari tanggalnya, ini sekitar dua tahun yang lalu" Moegi merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. "Nama keluarganya mirip dengan kakak, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa nama belakangku dan kakak berbeda?"
Bersambung!!
Jangan lupa LIKE!! 😘🙏 Makasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Saniia Azahra Luvitsky
Isabella di panti jompo kah
2021-03-25
1
Just Rara
kira2 kpn ya Ryn tau tentang kekuatan yg ada di dirinya🤔🤔🤔
2021-03-14
1
Tinta hitam
bukan nya di part (aku lupa) di season 1 wktu prtama kali ryn ktemu isabela saat isabela menolong ryn yang khabisan tenaga karena menghinotis banyak bapak2 hidung belang yang mmbicarakan duyung.di part itu rts bilang trahir mlihat isabela di usia 12 tahun 😁
2020-11-17
5