POV Sharmila
Aku terbangun dari mimpi panjangku. Aku merasa Malaikat terlalu mengasihaniku bahkan saat aku meminta padanya agar mencabut nyawaku, Malaikat hanya diam dan pergi meninggalkanku.
Aku memohon dalam tidur panjangku agar Malaikat itu datang kembali dan segera mengambil jiwaku dari raga ini. Tapi Malaikat tak pernah kembali. Hingga sebuah cahaya menyilaukan dan membuatku tersadar dari koma.
Aku masih bernyawa.
Cahaya itu terlalu menyilaukan hingga perlahan aku membuka mataku satu persatu. Kulihat sebuah wajah yang tampan nyaris sempurna sedang menatapku.
Diakah malaikat itu?
Kemudian kupejamkan mataku lagi. Aku merasa seluruh tubuhku seperti patah dan sangat ngilu.
Samar-samar aku mendengar suara dokter berbicara jika aku sudah melewati masa kritis. Kemudian Pria tampan itu duduk di sampingku. Tidak lama kemudian seorang wanita setengah baya datang. Dia menanyakan keadaanku. Mereka sepertinya sangat khawatir meskipun bukan keluargaku.
"Semoga dia lekas sembuh." Kata wanita itu. Aku masih belum ingin membuka mataku dan menjawab banyak pertanyaan dari mereka.
"Iya mami. Regan merasa bersalah karena sudah membuatnya terluka. Seandainya Regan bisa lebih cepat menyadari dan menginjak rem, maka semua ini tidak akan terjadi." Kata Pria yang menyebut dirinya Regan.
"Sudahlah Regan. Jangan disesali yang sudah terjadi. Semua ini terjadi karena sudah menjadi kehendakNya. Kita berdoa saja semoga gadis ini cepat pulih." Kata wanita itu, mungkin ibunya , karena wajah mereka sangat mirip sekali.
"Mami pergi dulu ya. Kedua adikmu akan membuat keributan jika tidak ada mami. Kasihan nenekmu harus menjaganya. Tidak ada satupun baby sitter yang betah menjaga kedua adikmu itu. Mami sampai kewalahan."
Kata ibu dari pria tampan yang sedang duduk menjagaku.
Senangnya terlahir di keluarga mereka. Bahkan percakapan hangat ibu dan anak yang terasa nyaman dalam pendengaran ku. Aku bahkan tidak setiap hari bisa berbicara pada ibuku. Jika aku bertanya, ibuku seperti enggan untuk menjawabnya. Sehingga jika tidak ada kepentingan yang sangat mendesak aku tidak berani berbicara dan menatap mata ibuku.
Setelah hanya tinggal pria tampan ini, perlahan aku membuka mataku.
"Hai...kau sudah siuman? Syukurlah. Aku akan segera memanggil dokter." Ujarnya.
Aku hanya terpana menatap sebuah senyuman yang begitu manis menambah wajahnya yang tampan menjadi sangat menarik di mata ku.
Selama ini tidak pernah kulihat pria setampan dirinya.
Kemudian dokter datang dan memeriksaku.
Dokter itu tersenyum dan mengatakan sesuatu kepada Pria disamping ku.
"Dia menunjukan banyak kemajuan. Dua Minggu lagi lukanya akan sembuh." Kata Dokter itu kemudian meninggalkan kami berdua.
"Terimakasih Dokter." Kata pria itu kepada Dokter yang akan memeriksa pasien yang lainya.
Aku diam saja tanpa bisa menggerakkan sedikitpun anggota badanku yang penuh dengan perban.
Tapi aku masih bisa tersenyum dan mengangguk juga menggelengkan kepalaku.
"Maafkan aku. Karena aku kamu jadi terluka seperti ini." Kata pria itu merasa bersalah.
"Bukan salahmu Tuan. Akulah yang telah bersalah karena membahayakan diriku sendiri."
"Terimakasih Tuan, karena telah menyelamatkan nyawa juga kehormatan saya." Aku berkata lirih padanya. Aku masih lemah sehingga aku tidak bisa berbicara terlalu keras.
Pria itu kemudian mendekatkan kepalanya karena tidak jelas mendengar perkataanku.
"Sekarang istirahatlah. Kamu masih harus dirawat dua Minggu lagi agar bisa pulih. Dimanakah keluargamu? Mungkin mereka sedang mengkhawatirkanmu." Kata pria itu.
Aku hanya menggelengkan kepala.
Aku tidak mungkin menceritakan keadaanku juga keluargaku kepadanya. Aku terlalu malu untuk menceritakanya. Aku juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskanya.
"Kamu sendirian?" Katanya mencoba menebak arti dari bahasa isyarat ku.
Aku mengangguk pelan.
"Baiklah. Jika begitu maka aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian disini. Aku akan menjagamu hingga kau sembuh dan bisa beraktifitas dengan normal." Kata pria itu melihatku dengan tatapan iba.
Aku diam saja.
Aku meringis merasakan ngilu juga badanku rasanya pegal-pegal semua. Aku mungkin terlalu lama berbaring tanpa bisa miring ke kiri ataupun ke kanan. Seandainya bisa mengubah posisiku, mungkin aku tidak akan pegal seperti ini.
Aku hanya telentang seharian dan entah berapa hari aku ada disini.
Aku tidak bisa mengingatnya.
Aku lihat matahari mulai redup dari jendela kamarku. Hari hampir gelap. Tiba-tiba seorang suster masuk dan menghampiriku.
"Saya akan mengganti baju pasien. Mohon anda tunggu diluar." Kata suster itu.
Kemudian pria itupun keluar karena tidak mungkin kan dia melihatku tanpa busana?
Aku lega akhirnya dia keluar dan aku tidak akan malu. Akhirnya seorang suster menyeka tubuhku dengan air hangat, mengelapnya dan mengeringkannya. Aku sudah memakai baju ganti yang sudah disiapkan.
Rasanya aku seperti tidak berguna. Bahkan aku membutuhkan orang lain hanya untuk berganti pakaian saja. Biasanya semua masalahku mampu ku selesai kan sendiri. Tapi saat ini aku benar-benar tidak berdaya.
deg
Pria itu masuk setelah suster itu keluar dengan membawa baju kotor.
Berhari-hari aku dirawat sampai akhirnya aku sudah dinyatakan sembuh dan boleh pulang.
Aku akan kembali kepada kehidupanku sebelumnya. Jika ini mimpi, maka aku bermimpi terlalu lama, dan aku harus segera sadar dan kembali ke tempatku semula.
Aku sudah bisa berjalan dengan normal, karena aku beruntung tidak mengalami patah tulang. Hanya ada goresan bekas luka-luka saja.
Entah kenapa aku merasa ada yang hilang dalam diriku saat aku akan meninggalkan rumah sakit ini.
"Aku akan mengantarmu pulang." Kata Regan.
"Baiklah."
Terpaksa aku menyetujui diantar pulang olehnya. Karena aku tidak punya uang sama sekali untuk naik angkot. Berjalan kaki? Tidak mungkin! Rumahku terlalu jauh dari rumah sakit ini.
Kemudian aku turun bersama Regan tanpa menggunakan kursi roda karena kakiku sudah kuat untuk berjalan.
Aku melihat mobil Ferrari merah yang menabrakku dan terpaku sejenak. Mobil itu sudah mulus tanpa lecet sedikitpun. Bahkan seperti baru dibeli dari showroom.
Akhirnya aku punya kesempatan untuk naik mobil mewah dan mungkin ini adalah pertama kali dan terakhir kalinya seumur hidupku.
Aku memegang pintunya yang begitu kinclong dan mengkilap.
Kemudian Regan membukakan pintu untukku.
"Silahkan masuk." Katanya sangat ramah. Belum pernah aku diperlakukan sebaik ini oleh orang seumur hidupku.
Apalagi oleh mereka yang mengetahui latar belakang keluargaku. Keluarga sampah yang hanya mengotori dan mencemarkan masyarakat saja, itulah yang mereka pikirkan tentang kami.
Aku sering mendengarnya.
Jika ada yang menanyakan apakah keluargaku adalah tetangga mereka, maka mereka akan mengatakan bahwa mereka tidak mengenal keluarga kami.
Mereka tidak mau mengenal orang hina seperti kami. Dan bagi mereka keberadaan kami hanya seperti noda dalam sebuah masyarakat. Tidak ada yang menganggap kami bagian dari mereka.
Mereka akan pura-pura tidak melihat atau sengaja memalingkan wajahnya jika tidak sengaja berpapasan dengan salah satu dari kami.
Tidak terasa hati ini teriris jika mengingatnya.
Dan saat ini?
Aku diperlakukan layaknya manusia yang punya martabat juga harga diri.
Bahkan aku...punya kesempatan untuk naik mobil super mewah yang satupun dari masyarakat di kampung ku tidak sanggup membelinya.
Mungkin bahkan mereka belum pernah naik mobil semewah ini.
Mereka yang selalu menghinaku hari ini akan terbelalak melihatku naik mobil ini.
Dan biarlah mereka sadar bahwa didunia ini ada orang kaya yang hatinya mulia. Dan menganggap kami juga manusia yang derajatnya sama dimata Tuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments