NTM : 1.8

Aku tertawa mendengus sendiri sembari mengeleng-gelengkan kepala. Mengenyahkan pikiran buruk. Merasa pikiran itu sungguh tak benar!

Karena itu, aku jadi yakin kalau pernikahan yang dimaksudkan itu adalah pernikahan Fabian Samudra yang mana Om Heri meminta bantuan Ayah dan Mas Aji untuk mempersiapkan pernikahan anaknya tersebut karena sebelumnya keluargaku sudah berpengalaman menikahkan anak dibanding Om Heri yang putra sulungnya saja belum menikah. Ya, itu Bian maksudku, si putra sulung Om Heri.

Benar, pasti memang seperti itu ceritanya! Bisik suara hatiku meyakinkan diri.

Aku tersenyum tipis. Setengah kasihan sebetulnya. Pada Bian juga pada calon istrinya. Mengapa? Pertama, Bian menikah pasti karena perjodohan. Tentu saja aku kasihan pada takdir yang dipaksakan semacam itu, perjodohan. Kedua, tentu tak mudah menjadi istri seorang Fabian Samudra, orang yang bisa membuat kesal sampai ke tulang-tulang. Untuk itu, kepada siapa pun istri Bian kelak, aku turut berduka atas nasibmu! Tapi kudoakan, semoga kalian bahagia!

Lagi, aku memandangi cowok itu. Bian yang saat ini malah kelihatan santai sekali dengan gelagatnya yang santai sedang mengemil cookies yang dia ambil dari toples di atas meja tamu itu, dan sesekali memainkan ponselnya. Hal itu tentu membuatku menatapnya menyelidik.

Aneh. Padahal aku yakin sifat lelaki seperti Bian ini tentu tak akan mudah menerima sebuah perjodohan. Tapi bila melihat gelagatnya saat ini, aku malah jadi bertanya-tanya. Apa dia sudah menyukai calon istrinya itu...??

Aku menggeleng cepat. Entah lah, pikiranku hilang tiba-tiba memikirkan hal itu. Berkali-kali dipikirkan rasanya memang tak ada yang akan menikah di ruangan ini. Bisa saja memang ada teman Ayah yang lain yang meminta bantuan seperti itu, bukan?

Ya, benar, itu bisa saja...

"Bagaimana, calon manten? Kok diam saja? Sudah siap, kan?"

Aku lantas menatap bingung pada semua orang yang saat ini dengan kompaknya malah menatap ke arahku.

Aku benar-benar merasa aneh dengan tatapan-tatapan itu. Saat kulirik ke arah Bian, dia pun sama seperti yang lain--menatap ke arahku!

Ya ampun, apa ini artinya...

Aku jadi nyengir sendiri. Meski dalam hatiku berteriak takut. "Kenapa nih? Kok jadi lihatin aku kayak gitu?" Tanyaku sambil menatap mereka satu per satu.

Saat suasana tiba-tiba terasa canggung, akhirnya aku memilih untuk tertawa. Hambar. Hanya bermaksud untuk mencairkan suasana yang mendadak beku. Dan sepertinya hal itu berhasil karena semua orang di sini kelihatan lebih rileks dengan tawa yang berderai mengikutiku.

"Yang mau punya acara sepertinya sudah gugup saja ya," seloroh Om Heri kemudian tertawa lagi.

*Dan, seketika itu senyumku pun...

Lenyap*!

Aku menelan ludah. Kata-kata Om Heri barusan kembali terngiang-ngiang, "Yang mau punya acara... sepertinya gugup..."

"Rere, dengerin Om, Re..."

Rasanya tubuhku ini benar-benar jadi kaku. Mati aku! Jadi... apa benar aku yang akan dinikahkan karena perjodohan alih-alih Bian?!

"Gugup itu wajar, asal jangan berlebihan ya?"

Oh, tidak. Tubuhku langsung lemas sekarang. Tapi aku tak punya pilihan selain mengangguk dan menjawab, "Iya, Om."

"Tuh lihat tuh," Om Heri pun mengedikkan dagunya ke arah sudut. Membuatku menatap ke arah yang dituju.

Jantungku makin berdetak cepat saat kutemukan wajah Bian yang sedang memasang senyum tipis.

"Bian saja kelihatan santai. Yah, meskipun dalam hati gugup juga ya, kan?!" Lalu Om Heri tertawa lagi. "Jangan gugup banget yaa, calon manten! Simpen aja gugupnya buat habis nikah nanti," lanjut Om Heri lagi, yang seketika membuatku mati lemas rasanya.

Ini bagaikan petir di siang bolong!

SUMPAH!!!

Hatiku masih berteriak tak yakin dengan apa yang kupahami sekarang. Maka dengan hati-hati aku bertanya, "Maaf, Om... tadi Om bilang ke Rere, soal... calon manten? Calon manten itu maksud, Om..."

Om Heri tersenyum menatapkum "Iya, kalian." Lalu tatapannya beralih pada Bian dan aku bergantian. "Rere dan Bian, calon manten dari keluarga kami!"

JDEERRR!!

Ledakkan keras itu terdengar dari jantungku. Bila itu nyata, aku pasti langsung mati di tempat. Jantungku sudah hancur dengan pernyataan itu. Luluh lantak menjadi berkeping-keping!

Tanganku sampai bergetar. Emosiku meluap. Aku ingin menangis saat ini juga rasanya!

Sumpah, aku tak bisa terima bila harus dinikahkan dengan Fabian Samudra!

Aku? Menikah dengan musuhku sendiri??

TIDAK!

AKU NGGAK SUDIIIII!!!

___________________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

Terpopuler

Comments

ᷠᷠ🍾⃝ᴍͩᴀᷞʀͧѕᷡʜͣᴀ нͩαͪѕᷧιᷠαᷧn𔘓

ᷠᷠ🍾⃝ᴍͩᴀᷞʀͧѕᷡʜͣᴀ нͩαͪѕᷧιᷠαᷧn𔘓

wanita egois

2020-10-13

0

Eti Sumia Jaenudin

Eti Sumia Jaenudin

banyak halu,haha

2020-01-12

4

See Mey

See Mey

iya males

2019-12-29

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!