Jefan meminta seorang pelayan untuk mengantarkan Kiara ke kamarnya. Tapi setelah Kiara masuk ke kamarnya dan pelayan itu hendak keluar, Kiara langsung mendorong tubuh pelayan itu dan mengunci pintu kamarnya dari dalam.
"Nona Kiara!"
"Nona, tolong buka pintunya."
"Nona!"
Pelayan tersebut pun langsung pergi ke bawah untuk menemui Jefan dan mengatakan apa yang sedang terjadi.
Di dalam kamar Kiara sedang duduk di depan pintu dan berusaha untuk menahan tangisnya, tetapi dia tidak bisa. Setiap kali dia mengingat wajah Jefan, secara tidak sadar air matanya mulai menetes.
Kiara berdiri dan mencari-cari kotak obat di dalam kamar tersebut, namun dia tidak juga menemukannya. Kemudian dia melihat sebuah kotak obat, tetapi letaknya di lemari paling atas.
Kiara sadar tidak akan bisa meraih kotak obat itu, kemudian dia mengambil sebuah kursi dan berdiri di atasnya.
Kiara meraih kotak obat itu tanpa berpegangan karena tangannya yang satu sakit terkena air panas tadi. Kiara berjinjit dan berusaha untuk meraih kotak obat itu.
Kotak obat itu berhasil dia raih. Tapi saat dia ingin turun, tiba-tiba kakinya tidak seimbang dan dia jatuh tergelincir.
"Ahh ...."
"Ssshhh ...."
Kiara memegangi kakinya yang sakit karena tergelincir. Kemudian dia berusaha untuk berdiri, tetapi tidak bisa.
Kiara menyeret tubuhnya ke arah tempat tidur, lalu dia berusaha untuk duduk di atas kasur. Kiara membuka kotak obat itu dengan perlahan, tapi lagi-lagi tangannya yang satu terasa sangat sakit saat Kiara menggunakannya untuk membuka kotak obat tersebut.
Kiara menangis sambil membalut luka di salah satu tangannya. Setelah beberapa lama mencoba dan tidak berhasil membalut tangannya, Kiara pun kesal dan menutup wajahnya menggunakan tangan kirinya.
Jefan pun datang ke kamar Kiara dan menggedor-gedor pintu kamarnya. Kiara hanya diam dan tidak mau membukanya.
"Tuan, nona Kiara mendorong saya keluar, setelah itu dia mengunci pintunya dari dalam," ucap pelayan tersebut.
"Kiara, buka pintunya!" teriak Jefan.
"Tuan, lebih baik Tuan dobrak saja pintunya. Nona Kiara tidak mungkin mau membuka pintunya."
"Aku tahu apa yang harus aku lakukan, jadi jangan bersikap sok tahu di depanku!"
"Maaf, Tuan."
Jefan mendobrak pintu kamar itu hingga beberapa kali, sampai akhirnya pintu kamar tersebut terbuka. Diapun masuk dan menghampiri Kiara yang sedang duduk di atas kasur.
"Kenapa kau berani mengunci pintunya dari dalam? Apa kau sedang berusaha untuk melarikan diri lagi dariku?" tanya Jefan.
Kiara hanya diam dan menatap wajah Jefan dengan sangat kesal. Jefan melihat kotak obat berserakan di samping tempat tidur Kiara, dia juga melihat sebuah kursi yang terjatuh.
Jefan kemudian menarik tangan kiri Kiara, namun tiba-tiba saat berdiri Kiara merasa sangat kesakitan. Jefan melepaskan tangan Kiara, lalu Kiara kembali duduk ke atas kasur.
"Apa yang terjadi dengan kakimu?" tanya Jefan dengan wajahnya yang datar.
"Kau tidak perlu tahu. Lebih baik kau keluar saja dari kamar ini, aku tidak ingin melihat wajahmu," balas Kiara dengan ketus.
Jefan mengangkat dagu Kiara. "Ini adalah rumahku dan aku berhak keluar masuk kamar ini kapanpun aku mau! Kau tidak berhak sama sekali untuk mengaturku!"
Jefan lalu membuang dagu Kiara dan meraih perban yang berada di atas kasur. Jefan juga mengambil salep yang berada di dalam laci lemari.
"Kenapa kau masih berada di sini?" tanya Jefan kepada pelayan yang ikut bersamanya.
"Apa Tuan membutuhkan sesuatu?" Pelayan itu bertanya balik.
"Jangan banyak bertanya dan cepat pergi dari sini!" ucap Jefan.
"Baik, Tuan," balas pelayan itu.
Jefan menarik sebuah kursi dan duduk di depan Kiara. Kiara pun merasa takut jika Jefan akan melakukan hal yang buruk lagi kepadanya.
Jefan menatap Kiara sinis lalu menarik salah satu kakinya. Kiara sempat menarik kembali kakinya, tapi Jefan malah menatap mata Kiara dengan tajam.
"Diam saja jika kau tidak ingin aku menyakitimu," ucap Jefan.
Kiara pun diam dan menuruti apa yang dikatakan oleh Jefan, karena dia tidak ingin Jefan kembali menyiksanya.
Jefan mengoleskan salep itu pada kaki Kiara yang terkilir. Kiara berteriak dan menggenggam selimut karena kakinya terasa sangat perih. Jefan pun sedikit tersenyum melihat Kiara yang merasa kesakitan seperti itu.
"Kau ini kasar sekali. Jika kau tidak mau mengoleskan obatnya dengan pelan, lebih baik kau tidak usah melakukannya."
"Memangnya kenapa? Aku sengaja mengoleskan obatnya dengan kasar, karena aku senang melihatmu merasa kesakitan."
Kiara terdiam setelah mendengar balasan dari Jefan. Jefan menarik tangan Kiara yang memerah, kemudian dia mengoleskan obat dan membalutnya dengan perban.
Kiara memandangi wajah Jefan yang terlihat serius membalut tangannya. Setelah itu dia memalingkan wajahnya saat Jefan menatap wajahnya.
"Kau benar-benar wanita yang tidak berguna. Untuk mengurus dirimu saja kau tidak mampu melakukannya."
"Sekarang tinggalkan aku sendiri. Aku merasa sangat kesal ketika melihat wajahmu, sama seperti kau yang selalu merasa kesal saat melihatku."
"Kau sekarang berada di rumahku, jadi kau tidak berhak mengaturku. Entah aku ingin masuk ataupun keluar dari kamar ini, itu semua terserah padaku."
Kiara mencoba untuk berdiri dan hendak keluar dari kamar itu dengan jalannya yang sedikit kesusahan, lalu Jefan segera menarik tangannya.
"Siapa yang mengizinkanmu pergi dari sini?"
"Kau sendiri yang tidak mau pergi dari kamar ini, lalu kenapa kau marah saat aku ingin keluar dari sini?"
"Kau tidak boleh keluar dari kamar ini tanpa izin dariku! Jika sampai kau berani keluar, aku akan pastikan selamanya kau tidak akan pernah bisa melihat ayahmu lagi."
"Kenapa kau selalu menggunakan ayahku untuk mengancamku?"
"Karena kau hanya akan tunduk dengan perintahku jika aku melibatkan ayahmu."
"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang buruk kepada ayahku. Jika sampai terjadi sesuatu dengan ayahku nanti, aku pastikan hidupmu tidak akan pernah tenang. Aku akan membuatmu menyesal atas tuduhan yang telah kau berikan kepada ayahku."
"Ohh ... aku takut sekali mendengar ancamanmu," ucap Jefan yang meremehkan ucapan Kiara.
"Tapi sayangnya kau masih terlihat polos. Kau bahkan tidak menyadari jika selama ini ayahmu selalu melakukan kejahatan di belakangmu."
"Ayahku bukan orang seperti itu. Kaulah yang sebenarnya seorang penjahat."
"Baiklah, terserah kau saja. Tapi aku akan pastikan kau menyesal karena tidak percaya kepadaku."
Jefan pun meninggalkan Kiara dan mengunci pintunya dari luar. Kiara kemudian memandangi tangannya yang telah dibalut perban oleh Jefan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments