Part 07
_____
Tok!
Tok!
William mengetuk pintu kamar, “Arista bangun, diluar hujannya sudah redah. Sekarang mari kita pulang.” Ucap William berteriak dari balik pintu.
Rossa mendekati William, “Buka saja pintu kamarnya, siapa tahu dia sedang tertidur.” Dengan tangan yang membuka pintu kamar.
Saat pintu kamar terbuka terlihat Arista sedang tidur dengan posisi kedua kaki menjuntai ke bawah. William segera berjalan mendekati ranjang kemudian menggendong tubuh Arista.
“Gadis ini selalu berbuat sesukanya tanpa mengkuatirkan dirinya sendiri.”
William menatap wajah Rossa yang sedang menggendong tubuh Arista berdiri di depan pintu kamar, “Kalau begitu kami pamit pulang dulu.” Ucap William sambil melangkahkan kedua kakinya keluar dari kamar tamu milik Rossa.
...Di depan teras....
...✨✨...
Rossa hanya tersenyum dengan kedua tangan yang dilipat dan di letakkan di dadanya, “Seharusnya kalian bisa menginap sampai matahari terbit, tidak perlu bersusah payah pulang di pagi buta seperti ini.” Teriak Rossa yang sedang berdiri di depan teras rumahnya dengan kedua mata yang memandang William yang sudah duduk di dalam mobil.
William membuka sedikit kaca mobil miliknya, “Terimakasih atas tumpangan yang kamu berikan.” Dengan kepala yang sedikit keluar kemudian William menutup penuh kaca mobil miliknya dengan tangan yang menghidupkan mesin mobil.
William melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Rossa. Saat William sudah tidak terlihat lagi dari pandangan, Rossa membulatkan kedua bola matanya memandang lurus ke arah pohon besar yang berada di luar rumahnya.
Ternyata ada seorang pria yang memakai jubah hitam dengan tangan yang memegang tongkat sangat panjang yang ujung tongkat tersebut terselip sebuah batu Kristal berwarna merah.
“Martinus.” Ucapnya sambil berbalik badan berjalan cepat masuk ke dalam rumah.
Dengan tangan yang gemetar Rossa mengunci pintu rumahnya.
Entah apa yang terjadi, seluruh lampu rumah Rossa tiba-tiba padam. Rossa berbalik badan dengan wajah yang ketakutan memandang kegelapan, “Keluar kau Martinus.” Rossa berteriak dengan sangat kuat.
Seperti hembusan angin yang menerjang rambut Rossa. Pria yang di sebut Martinus mencengkram jenjang leher Rossa.
“Kenapa kamu biarkan pria itu pergi, apa kamu tidak sayang dengan nyawa kamu.” ucap pria yang bernama Martinus yang memakai baju jubah dengan tangan kanan yang memegang tongkat panjang dengan ujung tongkat yang berhias Kristal.
Rossa yang berusaha melepas genggaman tangan pria tersebut yang semakin kuat sambil berkata, “Lebih baik aku tiada dari pada menghabisi teman masa kecilku.” Sahut Rossa dengan nada yang gemetar seperti kehabisan nafas.
Kedua bola mata Martinus berubah menjadi biru seperti air laut yang belum pernah ternodai. Dengan tangan kiri yang mengerat kuat mencengkram jenjang leher Rossa, “Ular tetaplah ular. Pergilah ke neraka kau siluman ular.”
Krraaakk!
Dalam satu genggaman jenjang leher Rossa menjadi lemah, terdengar suara remuk dari tulang yang begitu rapuh saat tersentuh.
Rossa memejamkan kedua matanya dengan kedua kaki yang berubah menjadi ekor ular yang sangat panjang dengan sisik berwarna hijau.
Setelah menghabisi Rossa tanpa ampun, pria yang memakai jubah berwarna hitam menghilang secara bersamaan dengan kumpulan angin.
Ssswwwwiiisshh!!!
Perjanjian apa yang sebenarnya terjadi antara Rossa dan pria yang berjubah hitam dengan tangan kanan yang selalu memegang tongkat panjang yang di ujung tongkat tersebut terdapat sebuah batu Kristal berwarna merah.
...Kediaman William....
...✨✨...
William dan Arista telah sampai di rumah. William juga telah meletakkan Arista di atas ranjang miliknya dengan tangan yang menyelimuti tubuh mungil dengan wajah polos.
William berdiri meninggalkan kamar Arista, saat William sedang membuka pintu terlintas suatu dengungan di telinganya membuat dirinya tercengang dengan kedua bola mata yang membesar.
“Sinyal ini.” Ucapnya dengan langkah cepat keluar dari kamar Arista.
Tak!
Tak!
Tak!
William terus menuruni anak tangga dengan sangat cepat.
Ia mengerutkan dahinya, “Rossa.” Tiba-tiba dia teringat dengan Rossa. William membuka pintu rumah dengan cepat ia berlari menuju mobil.
...Di dalam mobil....
...✨✨...
“Walaupun dia telah berubah menjadi wanita yang sulit di mengerti, tapi Rossa tetap teman yang baik dan masih sempat memberikan informasi kepadaku. Aku sangat yakin, nyawa dia pasti dalam bahaya.” Gumam William dengan pandangan yang fokus melajukan kendaraannya dengan sangat kencang.
Tak sampai 1 jam, William telah memasuki halaman rumah Rossa. Dengan cepat William keluar dari mobil dan berlari dengan sangat cepat, kedua kakinya terhenti tepat di depan pintu rumah Rossa.
“Rossa!”
Ucapnya dengan kaki yang melemah ia tersungkur dengan kedua tangan yang memegang jasad Rossa yang sudah terbujur kaku dengan jenjang leher yang sudah tidak bisa di tegakkan kembali serta cairan yang berwarna merah yang masih terlihat segar mengalir di sekitar leher dan wajahnya.
William mendongakkan wajahnya sambil memegang wajah Rossa. Mata William seketika berubah menjadi berwarna merah dengan pupil mata yang kecil.
“Rossa!!!!”
William kembali berteriak dengan tangan yang memegang wajah Rossa yang penuh dengan cairan merah.
3 jam kemudian.
Setelah pulang dari memakamkan Rossa, William berjalan pulang menuju rumah dengan tangan yang terkena cairan berwarna merah.
William mengeratkan tangannya menggenggam bulatan setir kemudi mobil dengan wajah yang terlihat suram dan penuh amarah.
Siapa yang telah menghabisi Rossa.
Dari cara dia menghabisi nyawa orang lain sepertinya dia sangat mahir.
Aku jadi teringat apa yang di katakan Rossa, kalau dia memberitahu informasi penting pasti taruhannya nyawa dia pasti jadi.
Tidak.
Pasti selain itu ada hal lain yang telah di sembunyikannya.
Dasar wanita ular, kenapa kamu setengah-setengah memberitahu informasi kepadaku.
Gumam William di dalam hati dengan tangan yang membelokkan setir kemudi memasuki halaman rumah miliknya.
Dengan baju yang berlumpur tanah dan tangan di lumuri cairan berwarna merah, William membuka pintu rumahnya. Betapa terkejutnya ia saat hendak melangkahkan kaki kanannya masuk ke dalam rumah tiba-tiba saja Arista berdiri dengan wajah yang terlihat sangat mengerikan menatap kedatangannya.
Arista melangkahkan kaki kanannya mendekati William, “Kenapa kamu selalu pergi tanpa pamit dulu kepadaku, apa kamu tidak tahu jika aku sangat kuatir Paman.” Wajah Arista tiba-tiba berubah seperti gadis imut yang memohon kepada orang tuanya.
Arista terus berbicara dan mengamuk kepada William yang masih berdiri di depan pintu rumah.
William menghela nafas, “Fyuh!”
Lagi-lagi dia memarahiku seperti seorang istri yang suaminya melakukan kesalahan besar.
Semakin besar semakin cerewet.
Tapi.
Jika seperti ini dia sangat imut.
Batin William dengan tangan yang masih berlumuran cairan berwarna merah yang telah kering memegang tangan Arista.
Arista menurunkan pandangannya menatap tangan William, “Darah.” Ucapnya kemudian menatap wajah William yang sangat kacau.
Arista menarik tangannya, “Apa yang Paman lakukan! Kenapa baju Paman di penuhi tanah dan tangan Paman.” Ucap Arista dengan wajah yang ketakutan.
“Rossa telah tiada, jadi tadi aku menguburkan jasadnya.” Sahut William dengan santai dengan langkah kaki berjalan menuju kamar mandi.
Arista berlari mendekati William, “Apa! Wanita jahat itu telah tiada?” ucap Arista seperti tidak percaya kemudian melanjutkan ucapannya kembali, “Apa yang terjadi padanya, bukannya setelah kita pulang dia terlihat baik-baik saja Paman?”
William menghentikan langkah kakinya di depan pintu kamar mandi dengan tangan yang menahan pintu kamar mandi, “Aku juga masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Rossa yang jelas sekarang kamu harus terus berlatih pedang.” William masuk kedalam kamar mandi.
Arista menahan William dengan tangan yang memegang sudut ujung kemeja William, “Tapi aku masih sangat mengantuk Paman.” Dengan bibir yang berpura-pura menguap.
William menggelengkan kepalanya, “Tidur.” William melepaskan tangan Arista yang menggenggam bawah baju kemejanya, “Apa aku sudah boleh mandi atau kamu yang akan memandikan Paman dengan tangan kecil kamu itu.”
Arista berbalik badan dengan langkah seribu ia berjalan sambil mengumpat, “Paman mulai nakal.” Ucapnya meninggalkan William.
William tersebut dengan tangan yang melepaskan satu persatu kancing baju kemeja miliknya dan melepaskan pakaian yang lain.
William melangkahkan kakinya berjalan masuk dan berdiri di bawah shower yang tergantung di atas kepalanya. William membuka kran kucuran shower tersebut hingga semburan air terjatuh dan membasahi rambutnya yang penuh dengan tanah dan kotoran lainnya.
...Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mom FA
salam dari in memories🙏
2022-02-09
1
Yen Lamour
Next kak ❤️
🌹 sekuntum bunga meluncur
2022-01-11
1