BAB 5

"Kemana wanita itu pergi?!"

Wildan masih sibuk mencari-cari jejak Rose langsing di dalam kamar sang istri.

Pria itu benar-benar penasaran dengan kemunculan Rose berbadan langsing secara tiba-tiba dan kepergian wanita itu secara tiba-tiba pula.

Rose yang mengintip Wildan dari balik pintu kamar, hanya bisa tertawa kecil melihat kebodohan Wildan yang mencari-cari dirinya.

"Apa kau melihat wanita cantik di kamar ini semalam?" tanya Rose masuk ke kamar seraya membawa cangkir minuman untuk sang suami.

"Aku benar-benar melihat penyusup di kamarmu! Aku tidak tahu kenapa dia bisa kabur dengan mudah! Wanita itu bahkan masih demam, tidak mungkin dia bisa lolos dari rumah ini dengan gampang!" oceh Wildan.

"Mungkin yang kau lihat itu hantu.." ujar Rose mengarang cerita.

"Hantu apanya?!" cibir Wildan.

"Terserah kalau kau tidak percaya. Kamar ini memang berhantu.." ucap Rose membual seraya menahan tawa.

"Jangan mengada-ada! Kau pikir aku bodoh!" omel Wildan seraya menoyor kepala Rose pelan.

Pria itu tiba-tiba berjalan mundur dan sedikit menjauh dari sang istri. Wildan sebelumnya tidak pernah berbincang sesantai ini dengan Rose sang istri. Namun hari ini, tangannya begitu ringan menyentuh kepala istrinya dan mulutnya begitu santai menanggapi obrolan wanita berbadan gempal itu.

"Ada apa denganku? Kenapa aku jadi sok akrab begini pada Rose? Rose juga nampak berbeda sekali. Biasanya dia selalu berbicara dengan sopan dan kaku padaku." batin Wildan heran.

"Ini minumanmu. Kita harus menyelesaikan perbincangan kita hari ini juga." ujar Rose membuyarkan lamunan Wildan yang semakin merasa aneh dengan sikap ganjil sang istri.

"Perbincangan apa?"

"Ini!"

Rose membawa selembar kertas gugatan cerai untuk sang suami. Wanita gemuk itu menyodorkan secarik kertas seraya memberikan pena pada Wildan.

"Rose, jangan semena-mena! Kau pikir kau bisa menikahiku seenaknya saat kau ingin, dan kau bisa menceraikanku dengan mudahnya saat kau ingin?!"

"Untuk apa juga aku mempertahankan pernikahan denganmu. Si gendut-- maksudku aku pasti tidak bahagia bersamamu, kan? Dan kau juga tidak bahagia bersamaku, kan? Kalau begitu untuk apa kita terus bersama?!"

"Rose!" bentak Wildan geram.

"Kau ingin melihat ibuku membunuhku?! Dulu aku sudah dihajar habis-habisan oleh ibuku karena aku sempat menolak menikah denganmu! Sekarang kau juga ingin melihat ibuku menghabisiku karena perceraianku denganmu?!"

Amarah Wildan meledak-ledak di hadapan Rose.

Wanita yang tidak tahu apa-apa mengenai Wildan itu hanya bisa melongo, menerima bentakan dan teriakan Wildan tanpa tahu harus bagaimana menanggapi perkataan suaminya itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada pria ini?! Aku hanya ingin menikmati hidupku sebagai Nona Muda single, kenapa dia berlebihan sekali?!" batin Rose bingung.

"Jangan lagi bahas perceraian denganku!"

Wildan merobek-robek kertas gugatan cerai itu menjadi serpihan kecil.

"Kau tidak mau bercerai dariku?" tanya Rose dengan wajah polos.

"Aku melakukan ini demi keluarga kita."

"Kalau begitu, boleh aku menikah lagi?" tanya Rose.

"Rose! Jangan kelewatan!" hardik Wildan dengan mata melotot pada wanita berbadan gemuk itu.

"Kenapa kau jahat sekali padaku?! Kau boleh menikah lagi, kenapa aku tidak boleh?!" cibir Rose.

"Jangan samakan aku denganmu! Aku sudah memenuhi keinginanmu dan menjadikanmu istri pertamaku! Kuharap kau tidak lagi melewati batas kesabaranku!"

"Memang apa hebatnya menjadi istri pertamamu?! Ketiak artis idolaku bahkan lebih cerah dari wajahmu!" ejek Rose.

"Rose, apa otakmu tertinggal di rumah sakit?! Sejak kapan kau jadi berani seperti ini padaku?!" omel Wildan mulai kehilangan kesabaran.

"Kalau kau tidak mau bercerai dariku, ceraikan istri keduamu itu!" pekik Rose.

"Jangan kurang ajar!"

Wildan tanpa sadar melayangkan tamparan ke pipi chubby sang istri.

Rose sukses meringis kesakitan dengan mata mulai berkaca-kaca menahan tangis. Wildan yang mulai tersadar, nampak gelagapan mencoba meminta maaf pada sang istri.

"M-maaf, Rose! Aku kelepasan. Aku benar-benar tidak berniat memukulmu.." ujar Wildan dengan panik seraya mengusap pipi sang istri yang memerah.

"Sial, dasar pria brengsekk!"

Rose mengayunkan kepala besarnya mengarah tepat ke wajah Wildan, menyundul wajah tampan suaminya itu dengan tempurung keras dari kepalanya hingga membuat sang suami sempoyongan dengan hidung yang berdarah-darah.

Aakkhh!!

Kini giliran Wildan yang meringis kesakitan seraya memegangi hidungnya yang terluka.

Tak hanya menyundul wajah tampan sang suami, Rose juga mendorong tubuh jangkung Wildan hingga tersungkur di lantai dan menganiaya pria itu dengan kejam.

Rose memukul-mukul kepala Wildan dengan tangannya seraya mencubiti lengan kekar pria itu dengan liar.

"Rose! Menyingkir dariku!" teriak Wildan mulai menyerah menghadapi Rose.

"Jadi ini yang kau lakukan pada si gendut?! Kau bisa berteriak seenaknya pada si gendut?! Kau bisa memukul si gendut sesukamu?! Kau pikir kau siapa?!"

Rose semakin brutal menjambak rambut Wildan dan memukuli kepala sang suami dengan telapak tangannya tanpa menghiraukan perkataan maaf dari pria beristri dua itu.

"Hentikan!!"

***

Rose dan Wildan berdiri di ruang makan dengan penampilan berantakan. Rambut Wildan nampak acak-acakan seperti sarang burung yang terkena badai, ditambah lagi wajah Wildan yang memerah lengkap dengan sumpalan tisu di hidung yang masih berdarah. Belum lagi pakaian suami Rose itu terlihat compang-camping dengan beberapa kancing baju yang sudah menghilang.

Nyonya Helena dan Rose tak henti-hentinya tertawa melihat penampilan berantakan Wildan yang nampak seperti korban pengeroyokan massal.

"Apa yang kau lakukan pada suamimu?" bisik Nyonya Helena sambil tertawa cekikikan.

"Aku tidak apa-apa, Bu." ujar Wildan datar begitu ia mendengar bisikan sang ibu mertua pada istrinya.

"Apa yang terjadi dengan wajahmu?" tegur Tuan Danuartama pada suami Rose.

"Aku.. terjatuh di kamar mandi, Kek." jawab Wildan asal.

"Kau terjatuh dengan gaya apa?!" sindir Tuan Danuartama.

Tawa Rose dan ibunya langsung pecah membahana, menggema di ruang makan keluarga itu.

"Maaf, Wil. Aku terlalu berlebihan," bisik Rose menyesal.

"Ini semua salahku. Maaf aku sudah memukulmu," balas Wildan lirih.

"Wil, lebih baik kau urus dulu penampilanmu itu. Ibu bisa tersedak jika terus-terusan tertawa melihat penampilanmu," ujar Nyonya Helena menahan tawa.

"Rose, bantu suamimu berbenah." titah Tuan Danu.

"Suami apa, ayah? Rose sudah tidak berkewajiban mengurus Wildan lagi." sanggah Nyonya Helena. Wajah riang penuh tawa wanita paruh baya itu menghilang seketika, berganti dengan wajah muram nan dingin.

"Ibu, aku tidak akan menceraikan Rose." tukas Wildan tegas.

"Apa maksudmu, Wil? Kau sengaja ingin menahan putriku untuk menyakitinya?!"

Suara Nyonya Helena makin meninggi pada sang menantu.

"Bu, aku tidak pernah berniat menyakiti Rose--"

"Lalu kenapa kau menikah lagi? Ibu tahu kau pria normal yang hanya menyukai wanita cantik! Ibu bisa memakluminya. Tapi ibu tidak akan membiarkanmu terus-menerus menyakiti hati putri ibu!" omel Nyonya Helena.

"Bu, aku menikah lagi atas ijin Rose. Aku tetap menghargai Rose sebagai istri pertamaku."

"Dengan apa kau menghargai putriku? Kau bahkan meninggalkan putriku di rumah ini! Kau bahkan jarang mengunjungi putriku! Kau bahkan tega membawa wanita lain dan menikah lagi di hadapan putriku! Untuk apa lagi aku mempertahankanmu sebagai menantu?!" sindir Nyonya Helena.

"Bu, tolong beri aku kesempatan." ujar Wildan dengan wajah memelas.

"Rose, apa keputusanmu?" tanya Nyonya Helena pada sang anak.

"Aku.. tidak tahu, Bu. Kalau Wildan memang tidak mau bercerai, ya sudah." jawab Rose cuek.

"Ya sudah apanya?! Ini menyangkut masa depanmu, Nak! Ibu ingin kau hidup bahagia dengan pria yang mencintaimu.."

"Rose, tolong beri aku kesempatan.." pinta Wildan.

Keluarga Wildan dan keluarga Rose sudah saling mengenal bahkan sejak masa muda Tuan Danu. Wildan dan Rose sudah saling mengetahui satu sama lain sejak masih kecil dan sempat menjadi teman sepermainan.

Nyonya Helena yang mengetahui putrinya menyukai Wildan, ingin sekali membantu anak semata wayangnya mendapatkan sang pria idaman.

Sayangnya cinta bertepuk sebelah tangan yang dirasakan Rose, membuat Wildan terpaksa harus mengikuti kemauan keluarganya dan keinginan keluarga Rose yang ingin mengikat hubungan mereka dalam tali pernikahan.

Pria itu harus menerima paksaan dari keluarganya untuk menikah dengan Rose, dan Rose harus menerima pedihnya menikah dengan pria yang tidak mencintainya.

Pernikahan menyakitkan ini hanya membuat hubungan Rose dan Wildan makin lama makin merenggang. Terlebih lagi, Wildan yang tidak menyukai Rose, juga menuduh wanita itu yang menyebabkan dirinya harus tersakiti atas pemaksaan yang dilakukan oleh keluarganya dan juga keluarga sang istri.

"Wil, kalau ibu meminta cucu. Apa kau bisa memberikannya?" tanya Nyonya Helena.

"C-cucu?!!" jerit Rose dalam hati.

Wildan terdiam seketika. Mendadak lidah pria itu menjadi kelu dan mulutnya terkunci rapat.

Pria yang tidak mencintai Rose itu tentu tidak pernah menyentuh sang istri, meskipun mereka sudah menikah selama satu tahun lamanya.

"Wil, ibu menikahkan putri ibu salah satunya untuk meneruskan keturunan. Ibu akan berbicara baik-baik pada ibumu. Kau tidak mau bercerai dari Rose karena takut kau akan mengecewakan orang tuamu, kan?" ujar Nyonya Helena penuh keibuan.

"Bukan seperti itu, Bu.."

"Wil, ibu sudah mengenalmu sejak kau masih bayi. Ibu sudah menganggapmu seperti putra ibu sendiri. Ibu juga selalu mendoakan kebahagiaanmu, Nak."

Wildan semakin merasa bersalah sudah memperlakukan Rose dengan buruk selama ia menikah dengan wanita itu. Rasa sesal dan malu menyelinap masuk, memenuhi relung hati pria berusia tiga puluh tahun itu.

"Bu, berikan aku satu kesempatan terakhir." pinta Wildan.

"Ibu meminta cucu, Wil. Kau yakin?" tanya Nyonya Helena.

"Aku akan mencobanya. Aku ingin mempertahankan istriku."

Rose menatap Wildan dengan tatapan tak percaya pada pria beristri dua itu.

"Sebenarnya apa mau pria gila ini?!" gerutu Rose dalam hati.

"Enam bulan. Jika Rose tidak juga hamil selama enam bulan ke depan, maka akhiri saja. Ibu akan membantumu menjelaskan pada kedua orang tuamu." tutur Nyonya Helena.

"Bu, tapi masalah keturunan tidak akan ada yang tahu--"

"Selama kau berusaha, ibu yakin putri ibu bisa cepat memberikan cucu. Semuanya tergantung padamu. Rose tidak bisa hamil sendirian." tukas Nyonya Helena.

"Bu, jangan begitu! Ibu membuatku malu.." bisik Rose pada sang ibu.

"Rose, ibu akan mencarikan calon suami baru untukmu." ujar Nyonya Helena dengan lantang.

Tuan Danu hanya diam saja menyaksikan putrinya bersitegang dengan cucu menantunya. Pria tua itu akan mendukung segala keputusan yang tidak merugikan sang cucu.

"Baiklah, Bu. Enam bulan. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya." ujar Wildan tegas.

"Sisihkan waktumu lebih banyak dengan istri pertamamu. Kau bahkan selalu pulang ke rumah istri keduamu setelah kau menikah lagi. Apa ini yang kau sebut dengan menghargai istri pertamamu?" sindir Nyonya Helena.

"Bu, sudahlah. Wildan juga pasti sedang berada di posisi yang sulit.." bela Rose sambil berbisik pada sang ibu.

Rose mulai tak tega melihat wajah memelas Wildan yang masih mencoba untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Meskipun ia tahu Wildan tetap menahannya bukan karena cinta, namun ia tetap menghargai sikap Wildan yang tidak menganggap remeh pernikahannya.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Baronsenk

Baronsenk

goblok sebel aku

2023-01-04

0

Th1n4

Th1n4

😂😂😂😂

2022-04-15

0

Erna Queena

Erna Queena

Apaan coba2?! 😕

2022-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!