Suami Satu Malam Bagian 15
Oleh Sept
Rate 18 +
Baru juga meninggalkan rumah, belum genap 24 jam, Radika sudah mendapat teror. Dengan malas ia pun membalas sebuah pesan pendek dari orang kepercayaannya selama ini, setelah sampai di Bandara. Kini, ia sedang duduk membaur bersama orang-orang di sebuah cafe di salah satu Bandara terbesar di negara itu.
[Lakukan saja seperti rencana awal!]
Tink
Pesan terkirim dan Radika menyesap espresso sembari ekor matanya tetap mengamati sekitar. Sepertinya aman, tidak akan ada yang curiga atas keberadaan dirinya. Karena ia memilih berpenampilan biasa, tidak mencolok dan sangat biasa. Meskipun auranya masih tidak bisa disembunyikan. Biar pun yang ia pakai hanya baju casuall.
Tingginya yang mencapai 187 membuatnya seperti tiang listrik berjalan. Ia jalan saja membuat yang dilewati spontan menatapnya. Sangat-sangat mencuri perhatian sekali. Apalagi parasnya ketika kondisi normal seperti ini. Ditambah kacamata hitam, duh ... bikin jantung ketar-ketir kalau memandangnya.
Sesaat kemudian, smartphone milik Radika kembali betgetar. Ia melewati pesan dari anak buahnya. Radika lebih fokus pada informasi di mana titik letak keberadaan orang yang ia cari. Cukup lama ia menanti moment seperti ini. Dan sepertinya, ini saatnya ia keluar.
***
Di sebuah penginapan di kaki gunung yang terkenal di dunia ini dengan keindahannya. Hari itu langit berwarna jinga merata ketika Elvira sedang menyemprot bunga-bunga yang digantung dengan cantik dan memanjakan mata.
Saat ia fokus dengan bunga-bunga cantik itu, seseorang juga menatapnya dari balik kemudi di seberang jalan. Radika terus mengawasi Elvira hingga janda kembang itu masuk ke dalam penginapan.
Seperti informasi yang ia dapat, setelah perceraiannya, Elvira memang langsung meninggalkan Indonesia. Ia pikir Elvira hanya berlibur, sekedar menenangkan diri. Ternyata wanita itu berbulan-bulan hilang tanpa kabar. Mulanya ia tahan, agar tidak langsung mencari Elvira. Tapi, lama-lama ia tidak tahan juga.
Radika hanya ingin menengok, melihat dari tempat paling dekat. Memastikan sendiri dengan mata kepalanya. Bukan cuma gambar-gambar yang selama ini dikirim oleh orang-orangnya.
"Sepertinya kamu baik-baik saja."
Radika bergumam sembari tangannya tetap memegang stir.
***
Di dalam penginapan, Elvira nampak sedang bercanda dengan pemilik penginapan yang sekaligus adalah kerabatnya sendiri. Ia juga sangat akrab dengan putra pemilik penginapan, padahal jarang ketemu. Tapi, kini keduanya terlihat sangat dekat. Bila orang yang tidak tahu siapa mereka sebenarnya, pasti mengira keduanya adalah sepasang kekasih.
"Kapan-kapan kalau pulang ke Indonesia aku bakalan ajak Mas Nico jalan-jalan. Kita explore gunung-gunung di sana. Nggak kalah bagus dari pada di sini," terlihat Elvira sedang membanggakan negaranya. Apa mungkin itu ucapan reflek karena ia kangen rumah? Entahlah, karena memang sudah berbulan-bulan ia tidak pulang ke Indonesia.
"Mas Nico ada project di Bali bulan depan. Kamu ikut pulang enggak? Sekalian." Nico sepertinya merasa bahwa akhir-akhir ini Vira rindu tanah airnya.
"Astaga ... Mas Nico ngusir alus nih?" tanya Vira dengan nada bergurau, sampai kedua orang tua Nicolas ikut tertawa.
"Mamamu kangen, pulang saja sebentar. Nanti balik lagi sama Nico," saran tantenya.
Elvira diam sesaat, kemudian menatap wajah om dan tantenya.
"Nggak ... Vira di sini saja."
"Kamu nggak kangen mama papamu? Tante sampe bosen, mereka tiap hari tanya-tanya kamu kapan pulangnya."
"Ish ... Kan .. Kan... emang mama itu aneh. Dulu saja gentol banget, dukung papa buat ngusir aku, Tan."
Nico langsung tertawa mendengar celotehan Vira. Bukan diusir sih, lebih tepatnya diungsikan agar tidak didekati keluarga Dirgantara untuk sementara waktu.
"Tante sih terserah Vira, di sini juga nggak apa-apa. Dijamin Tante gak akan usir. Paling kamu yang nggak kerasan karena Tante yang bawel."
Vira tersenyum tipis. Mana mau ia pulang bulan depan. Ia sempat lihat di IG story milik desainer fashionista tersebut. Eriska sedang pamer gaun pengantin. Di caption menyebutkan tidak sabar memakainya.
"Astaga Vira!!! Move on dong! Move on!" Vira menasehati hatinya sendiri.
Besar dugaan sepertinya Rayyan akan segera menikah dengan Eriska. Kalau ia pulang ke Indonesia dalam waktu dekat, yang ada malah luka hati yang ia rawat akan tambah parah. Jauh-jauh pergi ingin mengobati, ini malah mau disiram cuka. Hemm ... mungkin Vira masih ada sedikit rasa. Entah rasa apa itu. Bisa jadi rasa marah atau benci atau rasa terlanjur kecewa dengan pernikahan yang hanya berjalan sekejap saja.
***
Malam harinya
Radika memarkir mobilnya di sebuah hotel. Namun, kemudian ia berubah pikiran. Pria itu malah menyalakan lagi mesin mobil dan putar arah. Ya, ia menuju penginapan di mana Elvira kini berada.
Sudah pukul 9, Vira sudah masuk kamarnya. Ketika datang, Radika nampak mengamati sekeliling. Dengan memakai topi dan masker ia mulai memesan kamar.
"Thank You!" ucapanya pada pegawai yang jaga malam itu.
Sambil menarik koper kecil, Radika terus saja memindai sekeliling. Tapi, bayang-bayang Elvira sama sekali tidak ia temukan.
"Apa kamu sudah tidur?" batin Radika.
Matanya pun melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih pukul sembilan, masa Elvira sudah tidur. Ish ... pria itu mendesis. Jauh-jauh ke mari, hanya bisa melihat Elvira sebentar saja. Itu pun tadi, padahal ia ingin melihat wanita tersebut. Melihatnya diam-diam, seperti biasanya.
***
Pagi hari, udara di pegunungan saat ini sangat sejuk. Embun pagi yang terasa dingin-dingin manja, membuat nyaman untuk tetap bersembunyi di balik selimut. Jika Radika masih di dalam kamarnya, bertapa dalam selimut karena dinginnya suhu gunung di pagi hari, lain halnya dengan Elvira. Ia sudah melakukan banyak aktifitas.
Pagi-pagi sekali ia ikut bersama tantenya ke pasar traditional yang terletak tidak jauh dari sana. Mereka bahkan hanya jalan kaki saja dari penginapan. Sambil menikmati indahnya alam.
Begitu sampai, ia pun membantu menyiapkan sarapan dan camilan untuk para pengunjung penginapan di sana.
Melihat betapa sibuknya para karyawan penginapan milik tantenya itu, Elvira sangat ringan tangan. Membantu tanpa diminta. Sampai tante merasa tidak enak sendiri.
"Udah ... Vira duduk saja."
"Ish, nggak apa-apa Tante."
"Maksih ya, sayang."
Elvira hanya tersenyum, kemudian mengangkat nampan.
"Biar aku saja," ucanya dalam bahasa inggris pada karyawan tantenya itu.
Dengan wajah cerah, Elvira menyusuri lorong penginapan. Siap mengantar cemilan pagi untuk pengunjung.
Tok tok tok
Radika yang semula malas-malasan akhirnya menyibak selimut tebal yang menutupi tubuhnya agar terasa tetap hangat. Meski bangun tidur, tapi wajah tampanya tidak luntur. Pria itu kemudian berjalan ke menuju pintu.
KLEK
"Selamat pagi, Tuan."
Elvira meletakkan nampan di meja depan pintu. Kemudian ia akan pamit. Namun, kelopak matanya malah bergerak-gerak. Seperti tidak yakin dengan apa yang ia lihat.
"Mengapa wajahnya familiar ... emm mirip ... Astaga!" suara hati Elvira.
Sedangkan Radika, pria yang tadi sedang dikuasai rasa kantuk dan malam, begitu melihat sosok di depannya. Radika langsung berlagak dingin. Seolah mereka tidak kenal.
"Trims!"
KLEK
Radika menutup pintu. Pria itu lalu berlari ke kamar mandi, buru-buru langsung menyalakan kran air. Kemudian membasuh muka.
"Ish siallll!"
Oh ... Dia merasa harusnya bersiap dahulu sebelum ketemu Elvira. Ia pikir yang datang itu karyawan penginapan. Mana ia mengira kalau yang mengetuk pintu adalah Elvira. Ish, Radika mendesis berkali-kali.
Padahal, nggak usah cuci muka juga sudah tampan kok babang tamvan... heheheh
***
"Nggak mungkin Mas Dika? Mana mungkin itu Mas Dika?" Elvira menggeleng kepalanya keras.
Beberapa jam kemudian.
Penasaran, setelah membantu tantenya. Elvira ke meja depan. Ia bicara sebentar dengan karyawan tantenya itu. Kemudian ingin melihat buku tamu.
"Oh ... bukan. Iyalah bukan."
Elvira tersenyum tipis saat membaca daftar nama pengunjung. Ia tidak tahu saja, bahwa Radika memang memalsukan identitasnya.
Puas karena rasa penasaran sudah terobati, Elvira pun berbalik. Namun, matanya tidak bisa lepas dari sosok yang sedang duduk sambil minum teh herbal di dekat sana.
Dia tidak tahu, sejak tadi Radika terus saja mengamati gerak-geriknya. Bahkan sudut bibir Radika sempat terangkat, ketika melihat Elvira begitu antusias membuka buku-buku di meja depan receptionist mini tersebut.
"Lucu sekali melihat wajah bingungmu itu!" gumam Radika sambil pura-pura tidak melihat.
Untuk saat ini, ia tidak akan menegur Elvira. Ia akan bermain-main dengan rasa penasaran wanita tersebut.
***
Malam harinya
Elvira duduk sendirian di bangku depan penginapan. Matanya menatap ke langit, mengamati bintang-bintang yang terlihat cantik bila dilihat saat bersanding dengan indahnya purnama.
"Boleh duduk di sini?"
Elvira mendongak. Ia terkejut dong tiba-tiba ada pria tampan tinggi besar, good looking mendadak ijin mau duduk di sebelahnya.
"Eh ... silahkan."
Radika yang kala itu masih menyembunyikan jati dirinya pun duduk di sebelah Elvira. Dan tiba-tiba saja ponsel wanita tersebut bergetar. Elvira pun melihat pesan yang masuk.
[Tante bilang Mbak mungkin akan pulang dalam waktu dekat dengan Mas Nico. Mbak ... Irene cuma mau ngasih tahu. Lebih baik tunda saja ya, Mbak. Ini demi kebaikan Mbak] tulis Irene.
Elvira langsung membalas.
[Jangan khawatir, it's okey. Mbak sudah tahu]
Tink, satu pesan lagi masuk.
[Jadi Mbak tahu? Mas Rayyan akan menikah lagi?]
[Ya]
[Mbak oke, kan?]
[Hemm]
[Kalau Irene deket, udah aku peluk! Stay strong ya Mbak!]
[Iya, sayang! Kamu fokus saja sama Kimora. Mbak baik-baik saja]
Elvira tidak tahu, ada yang mengintip chatnya sejak tadi.
Di dalam chatting dengan Irene ia bilang baik-baik saja. Tapi, matanya malah berkaca-kaca. Dasar wanita, kalau sudah jatuh cinta dan dikecewakan, sembuhnya emang butuh waktu lama. Susah move on.
"Jangan menangis di depanku!" terdengar suara serak yang membuat Elvira menoleh.
Ia kaget, ekpresi ... tatapan mata ... semua terlihat berbeda. Namun, hatinya mengatakan mereka orang yang sama. Sambil mengusap ekor matanya, Elvira mengeser duduk. Namun, Radika malah mendekat.
"Maaf, siapa anda sebenarnya?" Elvira mulai waspada.
Radika tersenyum getir, pria itu kemudi merendahkan wajah. Bersambung.
Lapo maneh kui Radika? wkwkwkwk (Kenapa lagi itu Radika?) Kok merendah-merendah barang. Mencurigakan! Hahahaha
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Aku penasaran apa yang berlaku pada Dika sampai dia tak biasa bersatu dengan Vira,Kalo diliat saat Normal gak ada yg salah,Harusnya dia yg minta di jodohin sama Vira..Pasti ada sesuatu nih..
2025-04-11
0
Kamiem sag
loh loh loh... Dika mau curi ciuman lagi?
2024-04-24
0
Lilisdayanti
bener²misterius ,,si Bambang Radika 😂
2023-12-13
0