Suami Satu Malam Bagian 14
Oleh Sept
Rate 18 +
Eriska memegangi pipinya yang terasa panas. Apes baginya, selalu mendapat tamparan dari wanita paruh baya akhir-akhir ini. Sepertinya ia harus mandi kembang tujuh rupa, dari tujuh sumber mata air yang berbeda. Jaga-jaga untuk buang sial! Karena ia merasa apes. Coba kalau si penampar adalah orang yang lebih muda, ia pasti akan memberi perhitungan. Sayang, kali ini yang menampar adalah mama Sarah. Eriska pun hanya bisa melipat wajah dengan kesal.
"Ma!" pekik Rayyan. Tidak terima sang mama berlaku kasar pada Eriska. Ia saja tidak pernah main kasar, kekasihnya itu ia sayang-sayang. Eh kok sekarang malah main ditampar. Reflek Rayyan memegang pipi Eriska, mencoba mengusapnya. Namun, langsung ditepis oleh wanita itu. Masih sebal soalnya.
Melihat aksi putranya itu. Mama Sarah jadi tambah geram. Ia kemudian bicara lagi dengan nada tinggi. Tidak peduli bahwa mereka kini jadi bahan tontonan di area parkir pengadilan.
"Tolong katakan padanya! Agar lebih berhati-hati kalau bicara. Kalau tidak, entah apa lagi yang akan Mama lakukan."
Mama Sarah tidak suka sikap Eriska yang pedas dalam berucap. Wanita kok mulutnya seperti parutan kelapa, kasar. Dari pada wanita itu, ia lebih condong pada Elvira. Lebih sopan dan lembut, meskipun pandai berkelahi. Elvira sedikit bicara tapi banyak aksi. Tidak seperti Eriska, terlalu banyak bacoot. Ngakunya desainer ternama, tapi minim attitude. Nol besar, bukan calon mantu idaman di keluarga Dirgantara. Belom apa-apa ia sudah dicoret dari calon mantu keluarga tersebut.
Sedangkan Eriska, ia kemudian memilih berbalik dan masuk mobil. Ia marah dan juga sangat sebal. Mengapa harus ditampar di depan Elvira. Membuat wanita itu besar kepala, pikir Eriska. Dengan amarah yang masih menyelimuti hati, ia menekan klakson agar semua menyingkir dari mobilnya.
"Astaga!" Mama Lina mengelus dadaa. Ia tidak menyangka, anaknya harus bersaing dengan sosok seperti itu. Benar-benar Rayyan sudah dibutakan cinta.
"Ris!!! Ris!!!" panggil Rayyan yang melihat mobil Eriska menjauh.
Semua mata menatapnya heran, Rayyan sepertinya memang sudah cinta gila. Logikanya sudah tidak jalan lagi.
"Mama ... Mama pulang ... pulang!" Radika menarik tangan mama Sarah dengan manja. Dan itu membuat Rayyan muak. Laki-laki sudah berumur itu mengelayut manja pada mamanya. Menjijikan!
Dengan gusar, Rayyan berjalan menuju mobilnya sendiri. Tanpa pamit pada mama Sarah dan mama Lina, pria itu langsung pergi bersama angin.
"Ayo, Vir!" Mama Lina menarik tangan putrinya.
Elvira melirik mama Sarah, dan wanita paruh baya itu mengangguk. Ada gurat sesal pada wajahnya, mungkin ia merasa bersalah atas sikap Rayyan dan Eriksa. Pada akhirnya semua pulang ke kediaman masing-masing. Meninggalkan pengadilan dan bertemu lagi minggu depan.
***
Sampai di rumah, Radika langsung naik tangga sambil berlari. Tangannya mengayun seperti Mr. Beann. Pria itu berlarian seperti orang kurang waras.
KLEK
Sampai kamar, ia mengunci kamarnya. Radika kemudian mengambil sebuah alat dari laci yang berada di bawah ranjang. Pria itu kemudian menyalakan laptop, kemudian memasang alat yang semula ia pegang.
Sesaat kemudian, matanya sibuk membaca kode-kode yang terus berganti di tampilan layar laptop. Matanya nampak serius menelusuri dan menelisik, seolah ia sedang memikirkan sesuatu. Kemudian tangannya meraih ponsel rahasia yang tidak diketahui siapapun. Jari-jarinya lantas mengetik pesan sebuah singkat.
[Cari informasi tentang penusukan malam itu, kumpulkan semua data yang ada. Dan satu lagi, selidiki apapun tentang wanita bernama Eriska]
Tink
Suara pesan terkirim dan langsung terbaca. Beberapa detik kemudian ponsel R itu mendapat balasan.
[Baik, Tuan. Apa ada perintah lagi?]
[Lakukan saja apa perintahku!]
[Tapi, Tuan ... Kapan Tuan kembali?]
[ ....]
Radika langsung mematikan ponselnya. Ia malas menjawab pertanyaan yang sama. Sebuah pertanyaan yang seperti teror. Kini, matanya lebih fokus menatap laptop. Beberapa saat kemudian, matanya terasa perih dan letih. Ia kemudian menyandarkan punggung di kursi. Sembari memijit-mijit kepalanya yang mendadak pusing.
Tidak kuat lama-lama kena radiasi dari cahaya laptop. Akhirnya ia pindah ke tempat tidur. Radika merebahkan tubuhnya, merentangkan kedua tangan, menutup matanya perlahan, kemudian membayangkan beberapa tahun silam. Tahun-tahun di mana ia melihat Elvira dari kejauhan.
Tahun-tahun di mana ia mengambil gambar gadis itu diam-diam, membuntuti Elvira yang kala itu masih bersinar-sinarnya. Elvira yang manis, jago bela diri. Dan hal itu membuatnya terkesan, ya ... Radika terkesima sejak dahulu kala. Sejak Elvira masih remaja. Sayang, karena suatu hal. Radika harus mundur, dan malah Rayyan yang dijodohkan dengan gadis impiannya itu.
***
Satu minggu kemudian
"Tidak usah datang di persidangan kali ini. Andra sudah denger semuanya dari Irene! Dia cerita apa yang terjadi waktu itu. Mbak Vira apa nggak muak lihat wajah Rayyan?" sindir Kalandra yang saat itu baru keluar kamar sembari mengendong Kimora.
Hatinya selalu panas jika memikirkan Rayyan yang sudah menyakiti saudara perempuannya. Jika ia ada di sana waktu itu, sudah pasti Rayyan akan babak belur di tangannya. Satu keluarga benar-benar pada jago bela diri. Hobbinya berkelahi, tentunya berkelahi melawan ketidakadilan. Bukannya berkelahi asal-asalan dan sok jagoan.
"Biarkan saja, biar cepet selesai," sela mama Lina.
"Iya kan, Pa?" Mama Lina meminta pendapat suaminya.
Tapi Tuan Pram nampak malas, pagi ini kesehatannya agak terganggu. Akhir-akhir ini ia memang sering emosi, darah tingginya kumat karena ingat kelakuan Rayyan.
"Serahkan semua sama Vira, setelah ini selesai ... bersiaplah Vir. Papa mau kamu meninggal tempat ini. Bukannya Papa mengusir. Hanya saja, Papa tidak mau keluarga mereka mencari dan mengusikmu lagi. Papa tidak mau kejadian kemarin terulang."
Tuan Pram lalu menyesap kopinya. Pria itu kemudian melirik sang istri. Ia ingat bagaimana Radika begitu agresif pada putrinya itu.
"Mama setuju, kan?"
Mama Lina menjawab dengan anggukan tanpa ragu. Sepertinya ia juga ingin menjauhkan Elvira dari keluarga Dirgantara. Sekali lagi bukan mengusir, mama dan papa hanya ingin yang terbaik bagi putrinya itu. Anggap saja ia mengirim Elvira liburan setelah putusan hakim di pengadilan.
"Oke, Vira nggak akan datang ke sidang hari ini. Tapi ... Vira mau tetap keluar sebentar. Kalian tenang saja, Vira nggak ke sana. Vira cuma mau cari angin segar."
"Irene temenin ya, Mbak?" tawar istri Kalandra tersebut. Ia khawatir kalau membiarkan Elvira ke luar di saat hatinya masih gamang.
"Nggak usah, Mbak mau sendiri. Pa ... Ma ... Elvira jalan dulu."
Wanita itu kemudian langsung keluar, tanpa menunggu response dari orang tuanya. Dan akhirnya, Elvira menyetir dengan pikiran kosong. Hampir saja ia menabrak gerobak mia ayam yang mau menyabrang.
Chittttt
Terdengar decitan yang mengusik telinga.
"Neng! Sudah bosan hidup? Hati-hati atuh, Neng!" Pak penjual mie ayam menasehati Elvira yang kurang hati-hati dalam mengendara.
"Maaf, Pak ... Maaf," Elvira kemudian menghampiri bapak-bapak tersebut dan mengucap maaf berkali-kali.
Si bapak sampai bingung, padahal ia tidak apa-apa tapi mengapa pengendara itu malah menangis seperti habis ditinggal mati.
"Neng, Bapak nggak kenapa-kenapa. Sudah ... sudah silahkan kembali ke mobil."
"Terima kasih, Pak." Elvira pun berbalik.
Sebenarnya Elvira mau menangis sejak tadi, entah mengapa, ia tidak bisa mengeluarkan semua unek-uneknya di dalam rumah. Takut orang tuanya akan tambah kecewa. Takut jika orang tuanya ikut memikirkan dirinya. Ini semua karena akte cerai yang akan segera ia miliki. Ya, ia akan resmi menjanda. Akhirnya ia pun memilih menangis diam-diam. Seorang diri, tanpa teman.
***
Tiga bulan kemudian
Elvira sedang bersepeda, ia menyapa beberapa orang yang kebetulan ia temui di jalan. Dengan senyum cerah dan ramah. Sepertinya, di negara itu ia menemukan sedikit kebahagian. Terlihat lepas tanpa beban.
Indonesia
Rumah keluarga besar Dirgantara pagi-pagi sudah gaduh. Radika hilang, semua panik, kecuali Rayyan.
"Dia sudah besar, dia pasti tahu jalan pulang."
Rayyan bicara dengan santai, membuat mamanya kesal.
"Pa! Cari Dika, Pa! Mama nggak mau dia kenapa-kenapa!"
Papa Wira langsung menghubungi nomor telpon, ia meminta semua orang mencari keberadaan dang putra yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak.
***
Di dalam sebuah pesawat, first class, terlihat seorang pria duduk dengan baju casual, kaca mata hitam dan celana jeans. Bersambung.
Siapa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Kamiem sag
mestinya Dika lagi mode waras dan nyusul pujaan hati
2024-04-24
0
komalia komalia
radika
2024-02-08
1
HNF G
radika nyusul ayang bebeb😁
2023-11-01
0