Tok tok.
Ketukan pelan di pintu, membuat Nate yang sedang melihat laptopnya mengangkat kepala dan langsung bersitatap dengan asisten pribadinya, Marcus.
Marcus memiliki wajah dingin, tanpa ekspresi dengan bibir yang tipis. Pria yang jarang berbicara dan bila tidak perlu, ia hanya akan berdiri di belakang atasannya, mengawasi.
Melihat Marcus masuk ke ruangan, Nate melepaskan kacamata bacanya.
"Marcus." Sapa Nate.
Tanpa banyak bicara, Marcus menyerahkan dokumen yang tadi sedang dipegangnya.
Nate mengenakan kembali kacamatanya, dan secara perlahan membaca dokumen yang ada di tangannya.
Tidak berapa lama kemudian, matanya naik, memandang asistennya dari balik map yang sedang di pegangnya.
"Kamu yakin ini orangnya?"
"Benar Tuan. Saya sudah mengeceknya beberapa kali. Memang dia orangnya."
Menghela nafas, Nate meletakkan map itu di atas meja dan meraih lembaran lain yang ada di dalamnya. Ia mulai tampak mengernyitkan dahinya.
"Kamu yakin Marc? Dia terlihat masih muda sekali."
Mendengar komentar itu, Marcus menyerahkan dokumen lain yang tadinya masih digenggamnya.
Alis Nate naik, tapi pria itu tetap menerimanya.
"Apa ini?" Tanyanya pelan.
"Biodata yang bersangkutan."
Marcus memperhatikan atasannya membuka dokumen tersebut dan perubahan ekspresinya secara perlahan.
"Wow."
Pria di depannya secara perlahan meletakkan dokumen itu di meja, membuka kacamata bacanya dan meletakkannya di atas meja.
"Gadis ini... Maksudku, wanita ini. Benarkah dia orang yang 1 tahun lalu berhasil membongkar kejadian fraud yang sudah kita incar sebelumnya?"
Ekspresi Nate tampak kagum dan tersenyum ketika membaca profile wanita di depannya.
"Benar."
Marcus sedikit terkejut, ketika melihat senyum atasannya perlahan melebar, sampai memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rata.
"Aku sama sekali tidak menyangka kalau dialah yang kemarin berhasil membanting Lionel di parkiran. Sungguh wanita yang luar biasa."
Nate tiba-tiba tertawa keras. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menemukan hal yang menghibur seperti ini, sepanjang hidupnya yang cukup lama.
Puas tertawa, pria itu berusaha mengendalikan dirinya dan memandang Marcus kembali.
"Apa pembelaan Lionel?"
"Katanya dia hanya menjalankan tugas."
Mendengarnya, Nate mendengus sinis. Ia menempelkan punggungnya pada kursi kerjanya.
"Menjalankan tugas? Kejadiannya di parkiran, Marc. Menurutmu?"
"Menurut saya, itu alasan Lionel saja. Saat itu, jam kerjanya sudah habis."
Nate hanya menganggukkan kepalanya sekali. Ia kembali menunduk, melihat lagi dokumen yang menarik minatnya.
"Tapi?"
"Tapi masalahnya, kejadian itu disaksikan oleh teman-teman Lionel."
"Dan?"
"Dan mereka bersedia bersaksi."
Nate mendongak, menatap tajam Marcus. Menunggu kelanjutannya.
"Bersaksi untuk membela temannya." Tutup Marcus tegas.
Atasannya menghela nafas dan bersandar ke kursi kerjanya. Tiba-tiba pria itu terlihat lelah.
"Masalah ini sebenarnya bisa kamu selesaikan sendiri, Marc. Terus kenapa aku harus tahu?"
Nate memijat kepalanya yang tiba-tiba sakit dengan sedikit kencang. Sudah waktunya ia 'makan' kembali. Badannya sudah mulai terasa lemas dan cepat lelah akhir-akhir ini, karena ia menundanya terlalu lama.
"Tuan, Anda tidak apa-apa?"
Marcus cukup khawatir dengan atasannya, mengingat tabiat pria itu yang sering menunda-nunda kebutuhannya sendiri.
Setelah sakitnya sedikit mereda, Nate menghela nafasnya panjang dan berbicara kembali sambil tetap memijit keningnya.
"Jadi?"
Ia masih menuntut jawaban dari asistennya.
Marcus sedikit ragu dalam menjawab, tapi akhirnya pria itu berkata, "Ada yang sedikit aneh dengan wanita itu."
Dari balik tangan yang masih memegang keningnya, Nate menatap Marcus.
"Aneh?"
Marcus mengerjapkan matanya. Tampak sedikit bingung memilih kata-katanya.
"Saya pernah bertemu dengannya. Tanpa sengaja. Di lift."
Kembali menyenderkan tubuhnya di kursi, Nate menunggu Marcus melanjutkan ceritanya.
"Saat itu, saya mencium aroma V. Meski tidak terlalu kuat."
Nate bangkit perlahan dari duduknya. Ia harus minum sesuatu. Kondisi lapar seperti ini membuatnya cenderung mudah haus.
"Tuan butuh minum?"
Pria itu mengibaskan tangan pada asistennya.
"Tidak apa Marc. Biar aku ambil sendiri."
Nate meracik teh hijau di meja pantry pribadinya. Ia membutuhkan teh hijau untuk meredakan rasa asam di mulutnya saat lapar.
Pria itu tidak pernah mempercayai orang lain membuat teh hijau untuknya, karena tidak ada yang cocok dengan seleranya.
Setelah memastikan racikannya cocok dengan yang diinginkannya, Nate beralih duduk di sofa.
"Duduklah Marc."
Pria besar itu pun duduk di seberang atasannya, memperhatikannya. Dalam hati, ia kembali mengagumi pria yang sedang berada di depannya.
Nate memiliki tinggi tubuh dan postur yang hampir sama dengan dirinya. Sekilas, mereka akan terlihat seperti orang yang sama. Tapi pembawaan pria di seberangnya ini terlihat elegan dan ningrat, menunjukkan dari mana ia berasal.
Marcus sudah cukup lama mengikuti Nate. Banyak hal-hal baik yang bisa ia pelajari dari atasannya ini dan coba ia terapkan dalam kehidupannya sendiri.
Dalam hatinya, pria itu bersumpah untuk tetap setia pada atasannya sampai ia mati nanti.
Setelah meletakkan cangkirnya di meja, Nate bertanya pelan, "Kamu yakin Marc? Mungkin ia baru bertemu dengan seorang kaum V di luar sana."
"Saya tidak yakin Tuan."
"Apa yang membuatmu tidak yakin?"
Atasannya adalah pria yang sangat sabar. Ia akan berusaha menggali sedetail mungkin suatu informasi dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Membuatnya dapat menjadi sosok pimpinan yang disegani dalam jangka waktu yang sangat lama.
"Karena saya dapat mencium aroma V dari tubuhnya langsung, dan bukan dari barang yang dikenakannya."
Alis Nate mulai berkerut. Ia percaya pada penjelasan asistennya yang sudah lama mengikutinya ini. Tidak mungkin Marcus dapat salah mengenali.
"Menarik."
Pria itu mengelus dagunya yang bersih tercukur dengan pelan. Berfikir.
"Bagaimana dengan bau tubuhnya sendiri?"
"Baunya normal. Seperti wanita pada umumnya. Tidak ada yang aneh."
Sambil tetap memegang dagunya, Nate memandang asistennya tajam.
"Justru disitulah anehnya, Marc."
Marcus sedikit kaget dengan perkataan atasannya. Dia melakukan kesalahan.
"Maksud Anda..."
"Tidak ada kaum V yang memiliki bau tubuh normal Marc. Mereka hanya memiliki 1 bau. Tidak ada yang lainnya."
Pria di depannya baru menyadari hal yang dikatakan atasannya. Ia tertegun.
"Anda benar."
"Aku tertarik padanya. Atur janji temu dengannya."
Terkejut, Marcus memandang atasannya. Selama ini, Nate hampir tidak pernah mau bertemu secara langsung dengan orang lain terkecuali para petinggi perusahaan dalam meeting penting, dan ini dilakukan secara virtual. Ia selalu mengandalkan asistennya atau orang lain yang dapat mewakili dirinya untuk hal-hal yang lain.
Tidak pernah ada satu pun karyawannya dalam setiap cabang yang ada di seluruh dunia pernah mengetahui sosok N. Axelle yang sebenarnya. Tidak ada yang pernah tahu apakah pemilik perusahaan mereka adalah pria atau wanita, tua atau muda dan sudah berapa generasi perusahaan ini dijalankan.
Permintaan Nate untuk bertemu dengan seseorang yang sama sekali asing, membuat Marcus bertanya-tanya maksud atasannya.
"Apa yang harus saya katakan padanya? Wanita itu bukan orang bodoh."
Sedikit berfikir, Nate akhirnya memutuskan.
"Katakan saja, pihak IR mau bertemu dengannya."
Pria itu menyeringai. "Aku ingin tahu seberapa besar keberaniannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
YuWie
aku paling suka cerita pria2 vampire...gumushhh
2022-01-24
0
jk
keren Thor
baru baca udah ketagihan
2022-01-23
1
Anita Ruhukail Simanjuntak
masih nyimak thor 😁
2022-01-10
1