Pernikahan Yang Tidak Direncanakan
Suara dering ponsel menggema di dalam taksi, seseorang yang sedang mengemudi tidak lain adalah supir taksi sesekali melirik kaca spion menatap seseorang yang sedang duduk di belakang. Seseorang lelaki muda tampan memakai kemeja flanel berwarna navy tanpa dikancing serta dipadukan kaos berwarna hitam di dalamnya dengan celana jeans berwarna senada dengan kamera DSLR merek ternama selalu melingkar di lehernya menjadi ciri khasnya yang baru saja dijemputnya dari bandara. Lelaki bertubuh tinggi semampai dengan berat 70 kg dan tinggi 175 cm, berkulit putih dengan wajah oval serta model rambut comma begitu santai tampa menghiraukan suara ponsel yang terus berdering sedari tadi. Sudah lima kali suara ponselnya berbunyi namun dirinya mengabaikan dan memilih untuk tidur dengan tenang bersandar sambil memainkan kameranya. Namun sayang sepertinya suara dering ponsel lelaki sangat mengganggu supir taksi yang sedang menyetir.
"Maaf, Mas. Ponselnya sedari tadi berbunyi," tegur supir taksi memberitahu dengan nada sedikit ragu dan ketakutan.
Bagaimana tidak merasa takut sedari tadi lelaki dengan wajah datar dan dingin terlihat diam saja tanpa banyak bicara dengan wajah yang serius hanya tatapan mata yang tajam seakan menjadi pengganti ucapannya. Deg, mendengar apa yang dibicarakan oleh supir taksi itu membuat lelaki yang sedari tadi sedang fokus melihat kamera DSLR merek ternama di tangannya kini melirik menatap kaca spion depan. Tatapannya tajam dan terkesan sini, sepertinya supir taksi salah bicara dan pastinya dirinya akan kena amarah penumpang itu.
"Bapak fokus menyetir saja jangan hiraukan dering ponselku," tandasnya sambil terus memegang kamera DSLR itu tanpa dilepas.
Tepat apa yang dipikirkan oleh supir taksi jika dirinya akan mendapatkan ucapan yang tidak enak didengar dari penumpangnya dan lelaki setengah baya itu tidak bisa berbuat apa-apa.
"Tapi dering ponsel Anda mengganggu konsentrasi, Mas," balasnya lagi tidak mau kalah dengan pandangan sesekali melirik ke arah lelaki itu.
Tanpa banyak bicara degan cepat lelaki itu menyimpan kamera DSLR di atas pangkuannya dan mengambil ponsel mahal miliknya yang berada di saku celana sebelah kanannya. Saat dirinya hendak mematikan ponselnya kembali ada panggilan dan kini adalah panggilan yang tidak bisa diabaikan. Panggilan dari sang mama. Sesaat lelaki bermata indah menatap sebentar layar ponselnya seraya memejamkan matanya sejenak sambil menarik napas panjang. Sikap tenang ditunjukan saat mengangkat telepon dengan suara yang datar dan lembut.
"Halo, Ma," sapa lelaki itu sambil mengangkat telepon dengan nada lembut.
"BARA! Dimana kamu?" terdengar suara yang sedikit meninggi dan ketus di ujung telepon sana siapa lagi jika itu bukan Gladis Dwi Hadinata.
Suara Gladis menggema di telinga dengan cepat lelaki tampan menjauhkan ponsel miliknya dari telinga sebelah kirinya karena suara sang mama membuat telinganya sedikit sakit.
"Di jalan, Ma," jawab lelaki yang bernama Bara kembali mendekatkan ponsel di telinganya saat tidak mendengar suara teriakan lagi dari ujung telepon sana.
"Pak Dirga menyusul kamu di bandara tapi kamu nggak ada," ucap Gladis masih dengan nada sinis dan kesalnya karena Bara pulang lebih dulu tanpa menunggu Pak Dirga supir pribadi keluarga Hadinata.
"Mama tahu aku menunggu dua jam di sana. Memangnya aku nggak kesal," tandas Bara mencoba membela diri.
Ya, memang benar Bara sudah menunggunya hampir dua jam di bandaranya tapi belum juga ada yang menjemput sesuai janjinya. Sampai Bara membeli tiga cup kopi namun belum juga ada yang datang menjemputnya.
"Sekarang kamu di mana? Cepat datang ke rumah sakit yang sudah Mama kirim lewat pesan dan temui Papa." perintah mamanya mencoba menghindar dari apa yang baru saja Bara ucapkan.
"Aku dijalan, Ma. Jalan arah pulang."
"Kamu cepat ke rumah sakit! Jangan langsung pulang!"
"Ma. Aku lelah baru turun dari pesawat dan aku ingin istirahat. Ke rumah sakit bisa nanti malam, kan?" tanya Bara tidak mau kalah.
"Nggak bisa! Sekarang kamu cepat ke rumah sakit!" kata terakhir mamanya sambil mematikan saluran telepon secara sepihak.
Bara hanya bisa menahan rasa kesalnya dengan apa yang baru saja terjadi. Ingin sekali ia membanting ponsel miliknya, kenapa sampai saat ini mamanya tidak pernah mengerti apa yang Bara mau. Sampai kapan sang mama harus bersikap seperti itu kepada Bara.
"Pak. Cari rumah makan terdekat." perintah lelaki berkulit putih itu sambil menggenggam dengan kencang ponsel yang sedari tadi ada di tangannya.
"Baik, Mas."
Bara Sadewa Airlangga Putranto lelaki berusia 23 tahun adalah mahasiswa semester akhir S2 jurusan fakultas kedokteran di salah satu Universitas Belanda. Lelaki kelahiran Jakarta 23 tahun lalu adalah putra bungsu dari pasangan David Airlangga Putranto dan Gladis Dwi Hadinata. Bara mempunyai Kakak yang bernama Badai, usia mereka berdua hanya terpaut 2 tahun saja. Siapa yang tak kenal keluarga Airlangga Putranto dan Dwi Hadinata? Pengusaha sukses di Indonesia ini yang mempunyai saham dimana-mana, perusahaan yang bergerak bidang elektronik dan terkenal bukan hanya di dalam negri saja namun sudah terkena sampai keluar negri. Bara yang terpaksa kembali ke Indonesia untuk melihat papanya yang sedang dirawat karena kecelakaan beberapa minggu lalu, dan Bara terpaksa meninggalkan kuliahnya sebentar untuk melihat papa tercintanya yang sudah terpisah beberapa tahun. Lelaki dengan tinggi 175 cm itu adalah sosok lelaki sedikit pendiam, tidak banyak bicara, sedikit cuek, kaku, peka, dan introvert. Bara mempunyai sifat hampir mirip seperti Gladis begitu lembut dan perhatian dan ia mempunyai hobi memotret alam sekitar. Kebanyakan yang menjadi favorit Bara dalam kameranya adalah anak kecil karena dirinya sangat menyukai anak-anak. Lelaki itu sudah lama menemui hobinya hanya untuk menghilangkan rasa jenuh dan kesepiannya. Terlahir dari anak bungsu pasangan keluarga nomor satu di Indonesia tidak membuatnya sombong dan angkuh, justru Bara sangat berbeda dengan sosok papanya yaitu David. Sejak masih muda David yang tempramen, angkuh, sombong sangat berbeda dengan putranya kini. Bara memilih kuliah di luar negri karena mengikuti jalur prestasi, Bara tidak mau berpangku tangan dari hasil uang keluarganya karena ingin menunjukkan kemampuan dan otaknya. Akhirnya hasil kerja kerasnya selama ini berbuah manis saat mendapatkan beasiswa yang diinginkannya di Universitas terbaik di Belanda. Sosoknya yang senang menyendiri dan mandiri membuat dirinya memilih untuk pergi dari rumahnya. Berbeda dengan sang kakak yang sekarang menjadi CEO muda di perusahaan menggantikan kakeknya yang kini dipegang.
15 menit kemudian taksi milik Bara berhenti disebuah rumah makan, rumah makan Padang. Sudah lama sekali Bara ingin makan masakan Padang walaupun di sana juga ada namun rasanya bisa dibilang berbeda baginya. Setelah memberikan uang kepada sopir taksi itu Bara melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah makan dan mencari tempat duduk yang nyaman baginya. Bara bisa mencium bau masakan yang sangat digemarinya begitu menusuk ke dalam lubang hidung dan berhasil menggugah selera makannya. Lalu memesan makanan kesukaannya dengan lahap dan menikmati itu semua sampai ponselnya berbunyi berkali-kali tidak dihiraukannya. Bara pikir dengan pergi jauh ke negri orang kedua orang tuanya tidak akan mengganggu kehidupannya lagi, namun nyatanya setiap hari masih saja mamanya Gladis menelepon dirinya untuk menyuruh Bara pulang menyelesaikan kuliahnya di Indonesia karena sangat merindukan dirinya. Bara sangat merindukan suasana di Indonesia tidak pernah dilupakan sedetikpun, namun karena cita-citanya Bara harus meninggalkan tempat yang paling dirindukan selama ini selain mamanya.
Rasa kesal masih dirasakan walaupun sudah makan begitu banyak menu di rumah makan itu, sampai akhirnya Bara memutuskan untuk memainkan kamera DSLR miliknya itu. Lelaki itu mencoba memotret keadaan sekelilingnya karena ada beberapa anak kecil yang sangat menarik perhatiannya, dengan kamera DSLR menjelajahi setiap sudut rumah makan sampai akhirnya bola mata Bara terpaku dengan sebuah objek yang sangat menarik perhatiannya. Bagaikan sebuah magnet yang begitu kuat menariknya sehingga ingin terus menatapnya lebih lama. Sesosok gadis cantik dengan rambut panjang sebahu, berwajah oval dan mata oriental berwarna coklat berhasil menarik perhatian lelaki dengan sikap sedikit dingin dan cuek itu. Bara terus menatapnya dengan lekat dan kamera miliknya berhasil menangkap gambar gadis cantik berbaju warna peach yang sedang duduk tidak jauh beberapa meja dari tempatnya. Sungguh gadis cantik itu menarik perhatiannya. Bara mengulangi memotret gadis cantik yang sedang menikmati menu rumah makan ini bersama dengan temannya berkali-kali membuat Bara tidak bisa berkedip dan memalingkan pandangannya dari gadis itu. Sampai akhirnya teman gadis yang sedang Bara foto menyadari jika Bara sedari tadi memotret teman baiknya secara diam-diam.
"Flo. Lelaki yang ada di sana sedari tadi sibuk memotret kamu," ucap Adinda sedikit berbisik kepada Flower sambil matanya melirik Bara yang masih sibuk mengambil foto Flower.
Flower menoleh dan memang benar apa yang diucapkan oleh Adinda jika Bara sedang sibuk mengambil potret dirinya tanpa seizin Flower.
"Jangan-jangan dia orang jahat lagi." tebak Adinda lagi dengan nada kaget menatap Flower yang duduk di samping Adinda.
Flower begitu kaget mendengar apa yang Adinda ucapkan, dengan cepat Flower menatap Bara yang masih asik mengambil gambar Flower. Tanpa berpikir panjang gadis cantik dengan tinggi 167 cm menghampiri Bara dengan wajah yang tidak bersahabat. Bara begitu kaget ketika Flower tiba-tiba menghampirinya.
"Permisi. Apa kamu sedari tadi mengambil fotoku secara diam-diam?" tanya Flower dengan nada tegas menatap Bara saat ia sudah berada di dekat lelaki itu.
Deg, sungguh Bara sangat terpukau akan kehadiran Flower yang berdiri di depannya. Ternyata jika dilihat dari dekat gadis itu semakin cantik saja.
"Nggak. Siapa bilang?" tampik Bara sambil menurunkan kamera DSLR yang sedari tadi berada didekat matanya.
Namun Flower tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Bara. Flower melihat dengan jelas jika sedari tadi Bara sangat sibuk memotret dirinya. Wajah Bara terlihat sedikit gugup dan kaku sembari menggenggam erat kameranya berharap jika Flower tidak tahu bahwa di dalam kameranya ada beberapa potret dirinya. Tanpa banyak bicara gadis itu mengambil kamera yang sedang Bara pegang secara paksa. Bara kaget bukan main saat Flower berhasil merebut kameranya dari tangan Bara. Lalu Flower mengecek isi kamera secara seksama dan benar saja jika di dalam sana ada beberapa potret dirinya yang diambil oleh Bara tadi, lelaki berkulit putih itu hanya terdiam pasrah.
"Ini apa buktinya? Kamu orang jahat atau psikopat?" tanya Flower dengan nada tegas sambil menunjukkan foto yang ada di dalam kamera DSLR nya.
Bara terdiam akan apa pertanyaan Flower, tidak mungkin Bara bilang jika dirinya menyukai dirinya karena terkesan gombal.
"Bukan apa-apa nanti aku hapus, kembalikan kameranya kepadaku," pinta Bara sambil mengulurkan tangan sebelah kanannya meminta kamera itu kembali.
"Nggak bisa karena aku nggak percaya sama kamu," kata Flower sambil memasukan kamera Bara ke dalam tasnya.
Mimik wajah Bara begitu kaget ketika Flower memasukan kamera miliknya ke dalam tas gadis itu.
"Eh, kameranya!"
"Kamera kamu aku sita," ancam Flower sambil melotot menatap Bara.
"Mana bisa. Kembalikan kameranya!" pinta Bara sambil mengulurkan tangannya.
"Nggak bisa!"
Saat mereka berdua sedang terlibat perdebatan kecil tiba-tiba saja Flower merasakan mual, ingin rasanya Flower cepat pergi ke toilet. Gadis itu pergi tanpa persetujuan Bara ke toilet, dan Bara panik melihat Flower yang pergi begitu saja dengan langkah cepat Bara mengikuti Flower dari belakang menuju toilet. Namun sayang langkah Bara terhenti di depan pintu toilet wanita dengan rasa sedikit kesal, dirinya tidak bisa mengikuti Flower sampai dalam sana karena itu adalah toilet wanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Agatha cute🤍
kak novelmu sebanyak ini....😵
2024-03-18
1
ziizii
halo KK snow mampir ini aku😘
2022-02-05
1
Fara Dhila
hayy kak...semngat
2022-02-04
1