Dengan sedikit rasa canggung, Bella makan sajian yang ada di hadapannya. Tatapan mata Stefan yang tidak beralih, membuatnya merasa gugup setengah mati.
Perasaan wajahku biasa saja.. Batin Bella.
Ini kali pertama dia merasakan hal seperti ini. Itu karena, selera Bella adalah para lelaki yang lebih dewasa darinya. Dia tidak berselera melihat anak laki-laki sebayanya. Menurutnya pandangan Bella, laki-laki sebayanya terlihat tidak terlihat menarik di matanya.
Bella memperkirakan jika umur Stefan 21 atau 22 tahun. Itu sesuai kriterianya, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, seperti umur Bastian Kakaknya.
Kelihatannya ini pertama kalinya dia jalan bersama lelaki...
Stefan yang sudah berpengalaman dalam menjerat mangsanya. Bisa berubah sikap seperti apapun, menyesuaikan takaran para wanita yang menjadi targetnya.
"Kamu kelas berapa Bella?" Tanya Stefan membuka pembicaraan. Waktu Bella yang terlalu singkat membuatnya harus menjerat hati Bella dengan cepat.
"Tiga Kak, sebentar lagi ujian." Jawabnya berusaha tidak gugup namun mimik wajahnya masih terlihat canggung.
"Apa rencanamu setelah lulus?"
"Kuliah."
"Bagaimana jika menikah denganku? Tidak perlu kuliah sebab kamu seorang wanita." Bella menelan makanannya pelan seraya menatap ke arah Stefan.
"Haha Kakak bisa saja." Jawabnya semakin salah tingkah dengan wajah memerah.
"Bukankah kodrat dari wanita itu menjadi Ibu, jadi untuk apa kuliah tinggi." Bella mengangguk seraya menunduk.
"Iya Kak tapi aku tetap ingin kuliah."
"Hm aku setuju." Bella kembali melihat ke arah Stefan.
"Aku tidak meminta persetujuanmu Kak."
"Tapi aku benar-benar tidak masalah jika kamu kuliah setelah menikah."
"Bisakah kita ganti topik." Ucap Bella tidak sanggup merasakan getaran hebat yang terjadi di hatinya.
"Aku serius Bella. Aku ingin menjalin hubungan itu denganmu..."
Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Bella sepulang pertemuan singkatnya dengan Stefan siang ini. Dia tidak memberikan jawaban apapun namun Stefan berkata akan menunggunya.
"Apa yang dia katakan Bell? Kenapa kamu linglung." Tanya Sari ingin tahu.
"Dia ingin serius denganku." Erin terkekeh sementara Sari tersenyum.
"Wah jurus playboy itu Bell hehe." Sahut Erin menebak.
"Dia lelaki dewasa. Mana mungkin berbohong." Jawab Sari tidak terima dengan perkataan Erin.
"Hm umurnya 23 tahun. Sikapnya begitu dewasa dan manis."
"Lalu apalagi?" Tanya Sari antusias sementara Erin hanya menyimak.
"Dia juga pengusaha muda."
"Jangan gampang tertipu Bella." Sahut Erin lagi
"Tertipu apa? Dia bahkan tahu kita masih sekolah."
"Hal seperti itu hanya ada di sinetron hehe." Bella terdiam mendengar perdebatan kecil kedua temannya dengan sesekali tersenyum menatap keluar jendela angkot. Perkataan kedua temannya sama-sama benar. Meskipun Bella memang merasa nyaman bersama Stefan tapi sesuai perkataan Erin, dia harus waspada.
Ketiganya turun di gang dan berjalan beriringan lalu kembali berhenti tepat di depan rumah Bella.
"Mana Bell?" Tanya Erin menatap ke arah rumah Daniel.
"Sudah ku katakan jika Om Daniel sakit. Dia tidak akan keluar rumah. Jika ingin melihat, pura-pura saja bertamu." Jawab Bella asal.
"Aku juga penasaran Bell."
"Umurnya sudah 28 tapi masih terlihat muda bahkan lebih tampan dari anak laki-laki di sekolah kita yang mirip orang cupu." Erin melirik malas ke arah Bella.
"Kau saja yang aneh. Kenan setampan itu kau tolak."
"Tampan jika aku duduk di bangku SMP hahahaha." Bella terkekeh sementara Erin dan Sari saling melihat seraya menarik nafas panjang." Ya sudah pulang. Nanti si jail datang dan membunyikan klakson sembarangan seperti tukang roti goreng." Sari kembali melihat ke arah rumah Daniel.
"Jika ada tugas dari Pak Salim, ajak kita ya."
"Hm oke."
"Sampai jumpa besok Bell." Bella melambai tangan sebentar kemudian berjalan membuka pintu pagar. Baru saja dia akan menutupnya kembali, suara Pak Salim menyapa.
"Nak Bella." Bella menoleh dan tersenyum.
"Eh Bapak. Ada apa Pak?"
"Begini Nak Bell. Bapak boleh minta tolong?"
"Boleh Pak. Apa itu?"
"Besok Bapak kan ada keperluan di daerah asal Bapak. Sementara keadaan anak Bapak seperti itu. Bisakah kamu menemani Daniel siang hingga malam? Dia sudah lebih baik meski Bapak masih merasa khawatir meninggalkannya sendiri." Bella tersenyum aneh karena masih berfikir macam-macam soal Daniel. Bersamaan dengan itu, datanglah mobil Bastian yang langsung masuk ke bagasi. Dia turun dan menghampiri Pak Salim dan Bella.
Ah Kakak tercintaku, sudah pasti dia akan menyuruhku mengambil tugas yang bisa menghilangkan nyawa ku...
"Ada masalah Pak?" Tanya Bastian ramah. Tangannya merangkul pundak Bella erat seraya tersenyum sopan menatap Pak Salim.
"Tidak ada Nak. Bapak hanya minta bantuan untuk besok siang. Begini, Bapak ada perlu ke daerah asal Bapak. Keperluan itu tidak bisa di wakilkan, jika di wakilkan takutnya Bapak tidak dapat jatah pupuk untuk perawatan perkebunan Bapak. Jadi..."
"Bella siap Pak." Sahut Bastian tahu maksud dari ucapan Pak Salim. Bella mencubit perut samping Bastian keras." Agggh!!!" Pekik Bastian kaget.
"Kakak ihhh.." Gerutunya keberatan dengan tugas dari Bastian.
"Daripada kamu berkeliaran tidak jelas, bukankah lebih baik kamu mengasah kemampuan untuk mengurus rumah." Pak Salim tersenyum hangat melihat perdebatan Kakak beradik di hadapannya.
"Aku tidak pernah mengurus orang sakit." Jawabnya pelan.
"Hanya mengambil minum dan makan Nak Bell. Lukanya sudah sedikit kering jadi perbannya, bisa Bapak gantikan waktu malam saja." Sahut Pak Salim menimpali.
"Tuh dengar."
"Beneran Pak?" Tanya Bella mengulang.
"Iya. Maaf Ya Nak, merepotkan." Bella melihat ke arah Bastian yang tersenyum seraya memberikan kode pada Bella.
"Ya sudah Pak. Jam satu hingga jam lima sebab setelah itu biar Kak Bas yang jaga."
"Iya terserah saja Nak. Bapak sangat minta tolong."
"Iya Pak beres. Jangan sungkan untuk meminta bantuan." Jawab Bastian begitu menghormati Pak Salim yang merupakan Ayah dari Daniel.
"Terimakasih ya Nak. Bapak masuk dulu."
"Iya Pak mari." Setelah Pak salim pergi, Bastian menggiring Nara untuk masuk.
"Mentang-mentang mantan Bos, sehingga kamu menyuruhku menjaganya." Gerutu Bella.
"Bukan mantan. Dia masih Bos ku." Bastian mengambil kunci dari saku celananya dan membuka pintu rumah.
"Ya sudah Kakak saja yang jaga." Bella melepaskan diri dari rangkulan Bastian.
"Kamu kan wanita. Itu sebagai latihan dan pembelajaran untuk kamu."
"Terus saja berkata itu! Selalu saja! Apa aku kurang dewasa?" Bastian tersenyum menatap wajah kesal Bella yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Tidak ada orang dewasa yang suka mengeluh seperti dirimu. Dan itu berarti kamu belum dewasa." Bella menoleh dengan sorot mata tajam.
"Tentu saja aku yang kalah. Seharusnya kau yang mengalah padaku Kak. Bukankah aku adikmu?"
"Aku tidak menerima protestan. Ambil bahan di jok belakang mobil dan masakan sesuatu untuk temanku yang akan berkunjung." Bella berdiri menghampiri Bastian dengan bibir mengerucut.
"Aku tidak mau."
"Harus mau."
"Bukankah itu temanmu?"
"Temanku temanmu juga."
"Mana ada?" Jawab Bella ketus.
"Ingat pesan terakhir Mama kan?" Bella langsung terdiam seraya tertunduk mengingat itu. Ucapan terakhir sang Mama masih sangat di ingat hingga sekarang." Tidak boleh membangkang pada Kakakmu ini hehe.." Bastian mengusap puncak kepala Bella lembut kemudian menaiki tangga.
"Maksud Mama bukan begini."
"Aku tidak dengar." Bastian menutup kedua telinganya dengan tangannya." Jika membangkang berarti kamu tidak menuruti apa wasiat Mama." Bella mendengus kesal. Menatap Bastian yang mulai menghilang dari pandangannya. Dia tidak kuasa menolak jika Bastian sudah mengingatkannya dengan janjinya pada mendiang Mamanya.
**************
"Ayah sudah menyuruh Bella untuk menjagamu besok." Ujar Pak Salim duduk di samping Daniel.
"Kasihan dia Yah." Meski Daniel berkata itu, dia sangat senang mendengarnya hingga senyum indah membingkai pada wajahnya.
"Dia tadi menolak tapi Kakaknya memaksanya." Daniel tersenyum seraya menarik nafas panjang. Pak Salim ikut tersenyum karena membaca raut wajah bahagia Daniel yang tidak biasa.
Baru kali ini Ayah melihat senyuman yang seindah itu... Apa anakku tertarik pada Bella? Pak Salim mengenal Daniel sebagai anak yang baik dan penurut. Namun, seumur hidup. Dia baru melihat senyum Daniel yang seperti sekarang meski Daniel memang sosok yang murah senyum.
Hatinya begitu lembut dan selalu menyelesaikan masalah dengan cara dingin. Sifat itulah yang mungkin membuatnya bisa meraih segalanya dengan cepat.
"Aku bisa melakukan semuanya sendiri Yah. Gadis seumuran Bella pasti sedang ingin bebas untuk menikmati masa mudanya."
"Iya. Tapi rasanya Ayah ingin dia merawatmu." Daniel menoleh ke arah Pak Salim yang tersenyum ke arahnya." Kamu suka dengannya?" Tanya Pak Salim tiba-tiba.
"Mana mungkin dia mau padaku Yah. Aku bahkan pantas menjadi Omnya." Jawaban Daniel membuat Pak Salim yakin jika ada ketertarikan Daniel pada sosok Bella.
"Cinta tidak memandang umur. Jika memang tertarik, berusaha dulu agar tahu hasilnya seperti apa." Daniel hanya tersenyum mendengar perkataan sang Ayah.
Apa bisa? Aku tidak yakin Bella akan tertarik pada lelaki tua sepertiku. Tapi... Aku bermimpi tentangnya dan rasanya luar biasa indah.. Aku mulai merindukannya dan ingin melihat wajah cantiknya sekarang...
************
Bella menatap heran ke Bastian yang tengah menaruh sebagian masakannya pada rantang. Dia tidak juga paham, jika Bastian menyuruhnya memasak banyak agar bisa berbagi dengan Pak Salim.
"Antarkan ini ke Pak Salim." Pinta Bastian menyodorkan rantang hadapan Bella.
"Pak Salim? Mana cukup jika itu di bagi bersama temanmu."
"Hehe... Aku berbohong. Jika tidak berbohong kamu tidak akan mau memasak lebih." Bella mengerucutkan bibirnya. Dia seharusnya sadar jika selama ini Bastian tidak pernah mengajak temannya bermain ke rumah.
"Antar sendiri." Bella akan pergi namun Bastian mencegahnya.
"Berbuat baik tidak boleh setengah-setengah. Aku ada perkerjaan sedikit jadi tolong antar dan nanti akan ku bungkuskan ayam krispi kesukaanmu." Bella tersenyum lalu meraih gagang rantang cepat.
"Janji?"
"Iya janji."
"Baik." Tangan Bastian kembali mencegahnya.
"Tunggu..."
"Apalagi Kak?"
"Sebelum aku pulang. Sebaiknya kamu tetap di rumah mereka dulu."
"Kenapa begitu?" Protes Bella lagi.
"Berkenalan dulu dengan Pak Daniel agar tugasmu besok berjalan baik."
"Aneh ih Kak."
"Jika protes tidak jadi ku belikan." Bella menarik nafas panjang dan menatap Bastian malas.
Jika bukan karena ayam... Aku tidak mau melakukan ini..
"Iya oke."
"Nanti ku jemput ya."
"Hmm..." Bella melangkah keluar dan Bastian masih menatapnya dari belakang.
Aku juga tidak memahami kenapa aku melakukan hal ini? Rasanya ketakutan akan kematian semakin sering menghantuiku. Paling tidak? Jika kematian itu datang tiba-tiba seperti apa yang terjadi pada Mama, ada seseorang yang bisa menggantikan ku sebagai Kakakmu...
Bastian sangat mengerti seluk beluk sifat dari Daniel meski dia jarang bertatap muka. Semua pegawai memuji-muji sifat Daniel yang begitu lembut dan rendah hati di balik sifat tegasnya dalam mengambil keputusan untuk perusahaannya. Dan yang paling penting bagi Bastian adalah. Daniel tidak gampang tertarik pada wanita sehingga Bastian merasa aman jika Bella bisa lebih dekat dengan Daniel.
***********
Beberapa menit Bella berdiri di depan pintu, tangannya terangkat cepat setelah bayangan ayam krispi melintas. Dia mengetuk pintu rumah Pak Salim beberapa kali hingga pintunya terbuka dan memperlihatkan wajah Pak Salim yang teduh.
Baru saja di bicarakan...
"Maaf menganggu Pak. Em, Kak Bas menyuruhku di sini sebentar sebab dia akan pergi dan ini..." Menyodorkan rantang." Untuk makan malam." Pak Salim segera menerima rantang itu dengan senang hati.
"Masuk Nak Bella." Pinta Pak Salim mempersilahkan.
"Terimakasih Pak. Maaf menganggu malam-malam. Bapak harus terbiasa dengan Kak Bas yang terkadang permintaannya aneh-aneh." Pak Salim menutup pintu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Bella.
"Tidak menggangu, Bapak malah senang." Pak Salim mulai berjalan, di ikuti oleh Bella menuju ruang tengah dan memperlihatkan Daniel yang tengah menonton televisi." Daniel ada Bella.." Ujar Pak Salim. Daniel menoleh dan memperlihatkan senyuman hangatnya.
"Hehe tidak perlu di beritahu seperti itu Pak." Bella membalas senyuman Daniel sejenak dengan raut wajah aneh.
"Tidak apa. Duduk Nak Bell."
"Hm baik Pak." Bella berjalan perlahan dan duduk dengan jarak cukup jauh dari tempat duduk Daniel.
"Hai Bella.." Sapa Daniel Ramah.
"Hai Om... Maaf saya menumpang sebentar. Em itu, Kak Bas sedang pergi."
"Tidak perlu minta maaf. Aku malah senang jika ada yang menemani." Tuhan begitu baik hingga dia memberiku kesempatan untuk bertemu dengannya sebelum tidur...
Em begitu..." Aduh jantungku... Kenapa rasanya ingin meloncat saja. Ini malah lebih parah ketika aku sedang bersama Stefan tadi. Tapi Om Daniel... Benar-benar tampan...
Bella mencoba fokus pada televisi dengan tingkah kakunya. Sementara Daniel sesekali melihat ke arahnya dengan senyuman teduhnya.
"Sudah punya pacar Bella." Bella menoleh cepat dan tertawa aneh.
"Tidak Kak eh Om... Kak Bas tidak memperbolehkan aku berpacaran." Bella kembali berpaling karena senyum Daniel semakin membuatnya merasa salah tingkah.
"Itu bagus. Akan lebih baik jika langsung menikah." Bella tersenyum aneh sementara Daniel menahan tawanya melihat wajah konyol Bella." Maksudku, berpacaran itu tidak baik. Banyak hal negatifnya daripada positifnya." Imbuh Daniel menimpali.
"Iya Om, aku juga tidak berselera melakukannya."
"Makan dulu." Sahut Pak Salim.
"Hm Yah."
"Mari Nak Bell."
"Saya di sini saja Pak."
"Loh kenapa?" Tanya Pak Salim seraya membawa tongkat untuk Daniel.
"Mari makan bersama." Imbuh Daniel berdiri dengan bantuan tongkat.
"Masalahnya, aku sudah bosan mencium masakan buatan ku sendiri." Jawabnya pelan.
"Masakanmu?" Tanya Daniel mengulang.
"Iya Om. Itu tadi aku yang memasak." Senyum Pak Salim Salim semakin merekah, begitupun Daniel.
Aku berharap dia menjadi menantuku. Masakannya sangat sedap... Pak Salim yang sudah lebih dulu mencicipi, mengakui jika masakan Bella sangatlah enak.
~Riane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
calon mantu idaman😁
2022-01-13
0
Alsya Frizal
moga aja berjodoh
2022-01-10
0