Bastian memutuskan membeli cake dan buah-buahan untuk di berikan pada Pak Salim. Sambil menunggu Bella memilih Cake untuk di makan sendiri, Bastian berdiri di samping Bella seraya memainkan ponselnya.
Samuel masuk dan langsung menyapa Bella ramah. Meski Samuel adalah kekasih Fransisca. Dan kenyataannya, Fransisca hanya di jadikan pelampiasan Samuel karena Bella menolak cintanya.
"Bella." Sapa Samuel. Bastian langsung melihat ke arah Samuel dengan tatapan tidak suka.
"Eh Sam, kebetulan." Ucap Bella menghadap ke arah Samuel.
"Ada apa?" Tanya Samuel tidak menyadari jika Bastian tengah memperhatikannya.
"Atur rasa cemburu pacarmu itu. Dia membully temanku hanya karena tidak sengaja melihatmu." Samuel menarik nafas panjang. Dia sendiri menyesal sudah memacari Fransisca yang ternyata bersifat posesif.
"Dia memang sulit di atur. Andai saja kamu menerimaku waktu itu." Samuel berharap, Bella menyesal saat melihatnya bersama Fransisca. Namun nyatanya, Bella masih tidak perduli dan kini dia harus terjebak dengan Fransisca.
"Cih!!! Pokoknya, jika sampai ku lihat dia membully temanku hanya karena masalah sepele. Akan ku cabut habis rambutnya!!" Samuel tersenyum lembut. Bella benar-benar idamannya, Samuel mengidamkan seorang pacar yang tegas dan tentunya cantik.
"Iya akan ku beritahu. Mau beli apa? Biar sekalian ku bayar." Tawar Samuel.
"Cepat pilih lalu pulang." Sahut Bastian merangkul kedua pundak Bella erat seraya menatap tajam Samuel.
"Oh kamu tidak sendiri." Samuel tersenyum kikuk, melihat keakraban Bastian dan Bella. Dia tidak tahu jika keduanya adalah saudara.
"Ya. Bersama pacarnya. Kau siapa? Hingga berani mentraktir pacar orang seperti itu?" Bella terkekeh mendengar itu, sementara Samuel memasang wajah aneh." Lain kali saja kita beli." Bastian mengiring Bella keluar toko sementara Samuel masih melihat ke arah keduanya.
"Pantas saja menolakku, tipenya dewasa seperti itu." Gumam Samuel merasa rendah hati melihat pemandangan di hadapannya. Dia mengurungkan niatnya membeli cake karena perasaannya mendadak tidak baik.
Di dalam mobil, Bastian langsung berceramah setelah melihat kejadian tadi. Dia mengakui jika Samuel tampan dan sopan. Namun tetap saja...
"Jangan terlena karena wajah tampannya. Mereka pasti menginginkan sesuatu yang berharga darimu." Bastian kerapkali berkata demikian sampai Bella hafal.
"Siapa yang terlena." Jawab Bella memang tidak berselera dengan teman sebayanya.
"Aku mengingatkanmu. Lelaki itu busuk dan banyak maunya."
"Termasuk kau?" Bella melirik malas ke arah Bastian.
"Ya. Tidak terkecuali aku hahahaha."
"Kenapa bisa aku memiliki Kakak gila seperti dirimu!!" Umpat Bella kembali memunggungi Bastian.
"Terserah kamu mau berkata apa." Bastian memarkirkan mobilnya di bahu jalan." Buka pintu pagarnya sayang." Pinta Bastian merubah suaranya menjadi lembut. Bella tidak berkomentar, dia turun dan membuka pintu pagar seraya memasang wajah kesal.
"Silahkan masuk Tuan." Bastian melemparkan ciuman jauh sementara Bella berpaling, tentu saja dia muak melihat wajah Kakaknya yang menyebalkan. Dia mendorong pagar dan lagi lagi, suara Bastian menghentikannya.
"Hei.. Kenapa di tutup?" Protesnya terkekeh. Wajah cemberut Bella begitu terlihat menggemaskan. Sebenarnya Bastian merasa tidak tega pada Bella, tapi itu di lakukan untuk kebaikan bella dan dirinya yang selalu menginginkan hiburan setiap harinya.
"Mau kemana lagi?"
"Memberikan hadiah selamat datang, kau lupa?" Bella mend*sah lembut dan kembali menarik pintu pagar.
"Aku boleh tidak ikut."
"Harus ikut." Tangan kanan Bastian merangkul pundak Bella erat, sementara tangan kirinya membawa barang bawaan." Permisi..." Tutur Bastian setengah berteriak. Bella kembali menegang, mengingat perkataan Erin dan Sari.
"Kak.."
"Hmmm..."
"Berikan hadiahnya lalu pulang."
"Tidak sopan begitu. Jika di persilahkan, kita masuk sebentar lalu pulang dan kau boleh beristirahat."
"Jika tidak bisa pulang." Tanya Bella mengutarakan kekhawatirannya.
Cklek...
Pintu terbuka, sebelum Bastian menjawab perkataan Bella. Pak Salim menyambutnya dengan senyum hangat dari wajah keriputnya.
"Hadiah selamat datang Pak." Tutur Bastian menyodorkan bawaannya.
"Astaga, merepotkan." Pak Salim langsung menerima bawaan Bastian dengan ramah. "Silahkan masuk, kita mengobrol dulu." Bastian tersenyum ramah dan mengikuti langkah Pak Salim meski Bella mencoba memberontak untuk masuk.
"Daniel ada tamu."
Daniel? Bastian cukup mengenal nama itu.
"Silahkan duduk dulu." Bastian memaksa Bella duduk dengan menekan pundaknya lembut." Bapak buatkan minuman dulu." Imbuh Pak Salim.
"Tidak perlu repot-repot Pak."
"Hanya minuman." Pak Salim tersenyum sejenak kemudian berjalan ke belakang.
"Kak kita harus pergi, di sini menyeramkan. Mungkin benar kata Erin dan Sari jika di sini ada makhluk halus."
"Makhluk apa? Sejak kapan kamu percaya hal seperti itu?"
"Lihatlah sekitar." Rumah itu memang terlihat tua dan usang meski sudah di bersihkan.
"Ini memang rumah tua jadi suasananya memang seperti ini."
Kriiiiieeeeettttttt...
Bella memegang lengan Bastian erat, saat mendengar suara pintu kamar tidak jauh darinya bergerak. Jantungnya berpacu hebat dan membayangkan jika makhluk lain keluar dari sana.
"Astaga ada tamu." Daniel keluar dari sana sehingga membuat Bella bernafas lega.
"Pak Daniel?" Gumam Bastian langsung berdiri di ikuti Bella.
"Iya aku Daniel. Kamu mengenalku?" Sebagai pimpinan, sudah sewajarnya jika Daniel tidak mengenal wajah satu-persatu karyawannya. Namun Bastian, meskipun hanya beberapa kali bertatap muka, namun dia ingat jika lelaki yang duduk di kursi roda adalah Pak Daniel, pemilik Dans grup.
Bagaimana mungkin Pak Daniel tinggal di rumah kumuh ini? Ada rasa ragu sehingga Bastian melangkah mendekati Daniel yang masih kesulitan menjalankan kursi rodanya.
"Bukannya Anda pemilik Dans grup?" Tanya Bastian memastikan.
"Kau salah satu staf di sana?" Jawab Daniel seraya tersenyum.
"Iya. Saya Direktur pemasaran. Bapak tidak mengingat saya?" Bastian menjadi yakin jika lelaki di hadapannya adalah pemilik Dans grup.
"Aku terlalu banyak berjumpa orang, hingga melupakan wajah mereka satu persatu."
"Mari saya bantu Pak." Bastian melepaskan cengkeraman tangan Bella lalu membantu mendorong kursi roda dan memberhentikannya tepat di samping sofa.
Bella bernafas lega, sebab ternyata Bastian mengenal Daniel dan itu berarti, Daniel dan Pak Salim bukan psikopat.
"Silahkan di minum.." Tawar Pak Salim meletakan teh hangat di atas meja.
"Terimakasih Pak.." Bastian duduk di samping Bella sementara Pak Salim duduk di samping Daniel.
"Apa yang terjadi Pak?" Tanya Bastian melihat keadaan Daniel yang menyedihkan.
"Panggil Daniel saja, aku bukan Bosmu sekarang." Bastian merasa binggung dengan ucapan Daniel. Perusahaan bahkan berjalan dengan sangat baik dan berkembang pesat.
"Apa maksud Bapak?"
"Sebuah penghianatan menghancurkan segalanya." Jawab Daniel dengan wajah datar." Sekarang Bosmu adalah Pak Marko." Bastian terdiam dan sudah bisa menebak tentang apa yang terjadi. Daniel mulai bercerita kejadian yang sebenarnya, sesekali Bastian menarik nafas panjang. Dia tidak menyangka jika ada seseorang yang tidak tahu terimakasih seperti Marko.
"Jadi sekarang?"
"Hm... Aku harus memulai dari Nol." Tangan pak Salim terangkat dan mengusap lembut punggung Daniel.
"Bapak bersyukur Daniel tidak apa-apa." Sahut Pak Salim menimpali.
"Bukannya itu penipuan Pak." Bastian masih ingin menghormati Daniel meski Daniel bukan lagi pemilik perusahaan besar tersebut.
"Hm, biarkan saja. Jaga rahasia jika aku tinggal di sini. Aku sedang memulihkan kondisi."
"Iya Pak siap. Saya akan membantu sebisanya."
"Aku bukan Bosmu."
"Anda tetap pimpinan saya. Saya tahu bagaimana cerita kegigihan anda dan jika di perbolehkan. Saya mau membantu jika memang Pak Daniel ingin mendirikan perusahaan lagi." Tutur Bastian menawarkan. Dia termasuk bagian penting dalam perusahaan tersebut. Tanpa Bastian, pemasaran tidak akan berjalan maksimal sebab dia memegang kendali penuh.
"Berkerjalah dengan baik di sana. Aku tidak bisa mengajimu sebanyak yang mereka berikan."
"Suatu saat pasti bisa Pak, saya yakin jika nantinya Bapak akan memberi gaji lebih besar dari perusahaan milik penghianat itu." Pak Salim tersenyum, begitupun Daniel.
"Terimakasih. Tapi untuk sementara, kau berkerja saja di sana dulu. Dan jika kamu berniat begitu, nanti akan ku kabari jika rencananya mulai berjalan."
"Baik Pak." Daniel mengalihkan pandangannya, pada Bella yang sejak tadi diam menyimak. Lagi lagi, dia terpesona dengan wajah cantik Bella.
Sayang sekali masih SMA...
"Hai Bella..." Sapa Daniel.
"Hai Om hehe, aku datang lagi tapi membawa kue dan buah, bukan perban dan plester." Bastian tersenyum begitupun Daniel dan Pak Salim.
"Dia Adikku Pak, maaf jika sedikit nakal." Raut wajah Bella langsung berubah.
"Mana pernah aku nakal? Nilaiku bahkan sempurna."
"Jika masalah nilai. Itu bodoh bukan nakal." Jawab Bastian mulai menggoda Bella.
"Ya terserah yang ingin kau katakan Kak. Bilang saja semua keburukanku." Bella berdiri namun Bastian menekannya untuk duduk lagi.
"Mau kemana?"
"Pulang. Telingaku mulai berdengung jika terlalu lama berada di sampingmu."
"Dasar tidak sopan. Minum dulu." Pinta Bastian.
"Sayang sekali kita belum membeli makanan." Sahut Daniel menimpali.
"Iya. Bapak juga tidak tahu daerah sini."
"Tenang saja. Ada dia." Bastian tersenyum menunjuk Bella.
"Aku kenapa lagi?"
"Suruh dia saja Pak jika memang membutuhkan sesuatu." Bella tidak merasa keberatan dengan itu, namun dia tidak menyukai dengan nada bicara Bastian sekarang.
"Ya siap." Bella meminum habis teh kemudian berdiri." Terimakasih Pak, Om.. Saya permisi pulang." Bella tersenyum sejenak kemudian melangkah pergi.
"Aku suka menggodanya, itu menyenangkan."
"Kelas berapa Bella?" Tanya Daniel ingin tahu.
"Tiga SMA.. Dia sangat pintar meski tanpa belajar. Terkadang saya merasa takut terjadi sesuatu dengannya, sehingga mengharuskan saya mendidiknya agar mandiri. Saya ingin dia bisa menjaga dirinya sendiri sebab saya tidak bisa selalu melakukan itu." Daniel mengangguk-angguk meski dia tidak pernah merasakan memiliki saudara." Tapi saya serius untuk itu Pak. Em dia pulang sekolah jam satu, jika membutuhkan sesuatu, anda bisa menyuruhnya. Saya yakin jika Bella tidak akan menolak untuk membantu. Dia gadis yang baik." Imbuh Bastian menimpali.
"Iya dia sangat baik." Sahut Pak Salim.
Dan cantik... Tutur Daniel dalam hati. Rasanya wajah Bella melekat kuat di ingatannya meski dia merasa tidak pantas untuk itu. Daniel merasa tahu diri tentang umurnya yang hampir menginjak tiga puluh tahun sementara Bella masih sangat belia.
********
Setelah mengunci pintu kamar, Bella melepaskan bajunya dan hanya mengenakan Tank top dan hotpants. Dia meraih ponsel dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang empuk berukuran kecil.
Baru saja Bella menghidupkan data seluler, sebuah pesan masuk. Dia langsung duduk dan tidak percaya saat melihat pesan singkat yang di kirim Stefan untuknya.
💌Hai, ini kontakku.
"Dia menghubungiku, astaga..." Gumam Bella berguling-guling di atas tempat tidur hingga suara ketukan membuatnya terpekik kaget sehingga tubuhnya terguling di lantai." Ahhhh... Sakit.." Eluhnya berdiri. Dia meletakan ponselnya dan membuka pintu." Ada apa lagi Kak." Dengus Bella kesal.
"Sebelum tidur, periksa jendela, pintu, jangan sampai tidak terkunci dengan benar." Setiap malam, Bastian tidak pernah lupa mengingatkan itu.
"Sudah ku katakan jika pintunya tidak pernah ku buka." Bastian menerobos masuk dan memeriksakan sendiri.
"Aku hanya memastikan. Selamat malam, pakai baju sopan meski sedang tidur." Bastian mengecup kening Bella sejenak kemudian berjalan keluar." Jangan kunci pintu ini, jika terjadi sesuatu dan aku tidak bisa masuk bagaimana." Imbuh Bastian lagi.
"Iya siap..." Bastian tersenyum sejenak kemudian berlalu pergi masuk kamar yang tepat berada di depan. Bella menutup pintu kamarnya pelan. Wajahnya kembali ceria ketika mengingat pesan dari Stefan yang di pikirnya sebagai lelaki dewasa.
💌Oke Kak. Aku save.
💌Boleh aku menelfonmu.
💌 Tidak.
💌 Kenapa
💌Kakakku galak.
💌Lalu, bagaimana kita bisa mengobrol lagi?Aku sangat ingin berbicara banyak denganmu.
💌Aku fikirkan nanti Kak.
💌Oke. Kabari aku jika sudah ada waktu. Selamat malam cantik.
Bella mengetik balasan untuk Stefan dengan wajah memerah, jantungnya berpacu hebat dengan perasaan berbunga-bunga. Dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya, karena semua lelaki yang mendekatinya berumur sebaya dengannya. Sementara dalam pandangan Bella, Stefan begitu dewasa sehingga dia mulai berfantasi bisa bermanja-manja dengan Stefan yang sudah tidak pernah di dapatkan dari Kakaknya, Bastian.
Saat membayangkan Stefan menciumnya, tiba-tiba Bella berteriak kencang.
"Tidaaaaaaakkkkkk!!! Sial!!! Kotor sekali pikiranku." Umpatnya tidak menyadari jika teriakannya pasti didengarkan Bastian.
Dan benar saja, pintu kamarnya kembali terbuka dan memperlihatkan wajah khawatir Bastian.
"Ada apa?" Tanya Bastian.
"Tadi ada kecoak." Tutur Bella beralasan. Bastian tidak sepenuhnya percaya sebab dia tahu jika Bella tidak takut dengan hal seperti itu.
"Sejak kapan kau takut kecoak?" Tatap Bastian penuh curiga.
"Dia terbang dan masuk ke sini." Menunjuk ke dadanya. Bastian mengalihkan pandangannya seraya menarik nafas panjang. Bastian baru menyadari, jika fisik Adiknya mulai berubah lebih berisi. Dan entah sejak kapan tapi dia baru menyadarinya sekarang.
"Apa perlu ku cari?" Tawar Bastian mempercayai alasan Bella.
"Tidak perlu." Bella menutup pintunya langsung.
Braaaakkkkk..
"Itu semakin mengkhawatirkan. Sejak kapan dia berubah seksi. Apa yang ku katakan astaga.. Rasanya aku harus memperketat peraturan agar dia tidak sembarangan mengenal lelaki." Gumam Bastian kembali ke dalam kamarnya.
Sementara di rumah Daniel. Lucas yang baru saja datang, langsung di temuin Daniel yang memang tengah menunggunya sejak tadi. Secangkir teh hangat dan cake dari Bella, di suguhkan untuk menjamu Lucas yang tentunya merasa lapar setelah perjalanan jauh.
"Kau membawa laptop yang ku minta." Tanya Bastian merasa tidak sabar.
"Iya Tuan." Lucas membuka tasnya lalu mengeluarkan laptop dan memberikannya pada Daniel.
Dengan tatapan kecewa, Daniel melihat email miliknya yang ternyata sudah di retas oleh Marko. Akun email miliknya sudah tidak bisa di buka, sehingga sudah pasti Marko telah mengambil alih semuanya.
"Kenapa Tuan?"
"Email-nya sudah tidak bisa di buka." Jawab Daniel lemah.
"Sudah Ayah katakan, lepaskan saja perusahaan itu. Ayah akan bantu biaya untuk mendirikan perusahaan baru lagi. Ayah tidak ingin kamu kenapa-kenapa." Pak Salim yang sangat khawatir, mengira jika Daniel masih ingin mengambil lagi perusahaannya.
"Aku memang sudah ikhlas Yah."
"Lalu untuk apa membuka email-nya?"
"Aku ingin menghubungi Jonathan. Kau ingat dia." Tanya Daniel mengalihkan pandangannya ke arah Lucas.
"Ingat Tuan. Bagaimana jika Tuan mengirimkan email lewat akun saya."
"Aku takut tidak akan di baca."
"Paling tidak, ada kemungkinan di baca." Jawab Lucas menimpali.
Kontak Joy sudah tidak bisa ku hubungin dua tahun lalu, padahal aku benar-benar ingin menjalin hubungan baik dengannya tapi rasanya dia terlalu cemburu padaku.. Aku butuh bantuanmu Joy..
"Hm boleh juga." Jawab Daniel lemah. Lucas mengambil alih laptopnya untuk membuka akun email miliknya.
"Tuan hafal alamat email nya?" Tanya Lucas fokus menatap layar laptop.
"Hafal."
"Silahkan Tuan." Lucas kembali menghadapkan layar laptop pada Daniel.
💌Balas email ini Joy, aku butuh bantuanmu. Daniel.
~Riane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
jejak...
2022-01-13
0
Alsya Frizal
visual dong
2022-01-10
0
Unie Rya
lanjut Kak
2021-12-18
0