Setelah membersihkan diri, Bella keluar rumah dan menyelipkan amplop dari Bastian ke saku celana pendeknya. Rumah Sari dan Erin yang berdekatan, membuat ketiganya memutuskan untuk berjumpa di taman sambil menikmati sore hari yang cerah.
Bersamaan dengan keluarnya Bella, Pak Salim juga keluar dengan raut wajah kebingungan. Dia berjalan menghampiri Bella yang tengah melintas di depan rumahnya.
"Permisi Nak." Tutur Pak Salim tersenyum. Tadinya Bella sempat merasa takut, tapi melihat wajah sayu Pak Salim membuat fikiran buruknya tentang psikopat hilang.
"Iya Pak."
"Kamu tinggal di sini?" Tanya Pak Salim menunjuk rumah Bella.
"Iya Pak. Saya Bella." Bella mengulurkan tangannya dan di sambut hangat oleh Pak Salim.
"Panggil saya Pak Salim. Maaf Nak, bisa bantu Bapak."
"Tentu saja Pak, apa itu?"
"Apa di sini ada apotik terdekat?"
"Hm ada Pak."
"Bapak lupa tidak membeli perban untuk mengganti luka anak Bapak. Mungkin kamu bisa mengantarkan Bapak ke sana?" Rasa takut Bella hilang musnah, dia merasa Iba mengingat jika Pak Salim hanya tinggal bersama anaknya.
"Lalu anak Bapak bersama siapa?"
"Tidak apa, Bapak tinggal sebentar."
"Begini saja Pak. Saya belikan sepulang saya membereskan keperluan saya bagaimana? Daripada Bapak pergi dan meninggalkan anak Bapak yang sedang sakit." Jawab Bella menawarkan. Pak Salim tersenyum, dia merasa beruntung memiliki tetangga yang perduli seperti Bella." Saya berjanji akan sebentar." Imbuh Bella mengurungkan niatnya untuk menikmati suasana sore di taman dan lebih memilih membantu Pak Salim.
"Bukan itu Nak, Bapak hanya terlalu senang karena merasa tertolong dengan bantuanmu."
"Sesama tetangga sudah seharusnya begitu Pak. Em saya pergi dulu. Hanya perban kan? Tidak ada yang lain?" Tanya Bella untuk memastikan.
"Uangnya Nak." Pak Salim akan merogoh sakunya namun Bella lebih dulu pergi.
"Aku pastikan tidak akan lama Pak." Ucap Bella setengah berteriak, dia berlari kecil menyusuri jalan perkampungan agar cepat sampai tujuan.
Sementara Pak Salim sendiri, tersenyum seraya menarik nafas panjang dan kembali masuk ke dalam rumah menemui Daniel yang tengah menyimak acara televisi.
"Cepat sekali Yah." Ujar Daniel menoleh.
"Tetangga sebelah mau membantu membelikannya."
"Salah satu dari anak SMA tadi?" Daniel tersenyum mengingat kejadian tadi sore yang membuatnya terhibur.
"Iya mungkin. Beruntung sekali jika memiliki tetangga Baik. Bagaimana keadaanmu?" Pak Salim duduk di samping kursi roda.
"Sudah lebih baik, hanya kaki masih terasa kaku."
"Syukurlah. Ayah tidak akan pernah memaksamu mencari pasangan hidup dengan tergesa-gesa. Carilah yang tulus, jangan seperti ini." Rasanya, Pak Salim belum melupakan penyesalannya.
"Jangan membahasnya lagi. Jadi, kapan Lucas datang?"
"Petang ini. Mungkin dia sedang dalam perjalanan."
"Hmm..." Daniel tersenyum, dan menyandarkan punggungnya sambil terus menyimak acara televisi yang tidak menarik sama sekali.
************
"Eh mau kemana." Erin menahan lengan Bella saat dia akan berdiri.
"Aku ada perlu."
"Perlu apa? Kita saja belum berterimakasih." Sahut Sari menimpali, dia tersenyum melihat uang yang menurutnya banyak berada di amplop coklat tersebut.
"Aku ikhlas, tidak perlu berterimakasih. Aku benar-benar harus pergi." Erin belum juga mau melepaskan genggaman tangannya.
"Kemana?" Bella menarik nafas panjang dan terpaksa harus mengatakan keperluannya.
"Membeli perban."
Perban? Ucap Erin dan Sari bersama.
"Untuk apa?" Tutur Erin menimpali.
"Tetangga baruku itu meminta tolong untuk membelikan perban untuk mengganti luka anaknya." Sari dan Erin saling melihat seraya memasang wajah cemas.
"Mirip sekali Bell. Jangan lakukan." Ucap Sari terbata.
"Mirip apa?"
"Film psikopat yang aku tonton. Jika kau membelikan perban dan pergi ke rumahnya. Maka kau tidak akan keluar dari sana." Lagi lagi, temannya berbicara omong kosong sehingga membuat nyali Bella sedikit menciut.
"Dia terlihat baik dan ramah Sar." Jawab Bella pelan.
"Memang awalnya begitu, itu untuk mengelabuhimu."
"Dan kemungkinan yang paling buruk adalah, aku takut keluarga itu sudah di pengaruhi arwah yang bernaung di rumah itu." Bella melirik malas ke kedua temannya seraya berdiri.
"Omong kosong. Aku benar-benar harus pergi, Bapak itu sudah menungguku." Bella memang sedikit takut. Namun, itu tidak akan membuatnya mengurungkan niat baiknya. Apalagi semua itu tidak terbukti benar, sehingga membuat adrenalinnya tertantang untuk mengetahuinya.
Bella melangkah pergi, meski Sari dan Erin meneriakinya. Terdengar tarikan nafas panjang keluar dari bibir Bella. Ada rasa khawatir, namun langkahnya terus berjalan ke apotik terdekat di ujung jalan.
Setelah membeli perban dan plester, Bella mempercepat langkahnya kembali masuk ke dalam gang. Sesampainya di depan pekarangan rumah Daniel, Bella sempat berhenti sebelum akhirnya mendorong pagar berkarat itu pelan. Dia menutupnya kembali, lalu melanjutkan langkahnya menuju ke pintu utama rumah tersebut.
Bukannya itu hanya ada di film? Bella menarik nafas panjang dan membuangnya kasar. Tangannya terangkat lalu mengetuk pintu. Aku berikan perban lalu langsung pulang... Cukup lama menunggu, sebab Pak Salim tengah mandi sementara Daniel masih berusaha menjalankan kursi roda.
"Sebentar..." Tutur Daniel setengah berteriak.
Cklek...
Sungguh di luar dugaan jika Daniel terkesima melihat Bella yang tengah berdiri di hadapannya. Potongan rambut sebahu lurus dengan wajah bulat dan bibir mungil kecil membuatnya mengakui jika gadis di hadapannya begitu cantik.
Sementara Bella sendiri, juga terpanah melihat wajah tampan Daniel tanpa tahu jika lelaki di hadapannya, sepuluh tahun lebih tua darinya.
"Panggil dia Om Daniel." Sahut Pak Salim. Bella tersenyum aneh dan mengalihkan pandangannya ke arah Pak Salim.
"Kamu yang tadi?" Tanya Daniel mencoba ramah.
"Iya Kak, eh Om hehe... Bukankah seharusnya di panggil Kak?" Jawab Bella yang juga tengah mencoba ramah meski suasana hatinya begitu aneh. Ketakutan dan denyut jantung tidak beraturan membuat mimik wajahnya terlihat sangat gugup.
"Umur ku sudah 28 tahun."
"Sudah tidak pantas kamu panggil Kak." Pak Salim tersenyum ke arah Bella.
"Oh begitu, em ini pesanannya Pak." Bella memberikan bungkusan perban dan plester." Saya belikan plesternya juga Pak. Kata penjualnya sudah satu pasangan." Imbuh Bella menjelaskan.
"Siapa namamu?" Daniel mengulurkan tangannya.
"Bella Kak, eh Om..." Bella menyambut tangan Daniel sebentar lalu menariknya lagi.
"Berapa Nak Bell?" Sahut Pak Salim setelah mengambil dompetnya.
"Tidak perlu Pak, anggap saja sebagai ucapan selamat datang. Saya permisi, Pak, Om Daniel." Bella mengangguk seraya tersenyum sejenak lalu melangkah keluar dari pekarangan rumah.
" Sangat di sayangkan, dia masih SMA." Tutur Pak Salim bergumam.
"Jika bukan anak SMA?"
"Sudahlah Nak. Kita ganti perbannya agar kamu bisa beristirahat." Pak Salim menarik kursi roda dan menutup pintu meski Daniel masih menatap ke arah luar.
Benar Yah, sayang sekali...
***********
Bella bergegas masuk rumah dan menutup pintu sedikit keras.
Braaaakkkkk...
Bella berfikir jika perasaan berdebarnya timbul karena rasa takutnya.
"Mereka terlihat sangat baik. Apa mungkin psikopat?" Gumam Bella berjalan dan terpekik kaget saat Bastian muncul tiba-tiba dan sengaja mengagetkannya.
"Kak Bass!!!" Teriak Bella kesal. Bastian malah terkekeh seraya memegangi perutnya.
"Salah sendiri lama."
"Aku di mintai tolong tetangga baru kita."
"Tetangga baru?" Bastian bahkan baru tahu itu dari Bella, padahal sudah jelas jika ada sebuah taksi keluar dari pekarangan rumah tua tersebut.
"Iya membeli perban. Mau ku masakkan apa?" Tawar Bella memenuhi janjinya.
"Seadanya bahan saja."
"Hmm tunggu." Bella bergegas melangkah menuju dapur, sementara Bastian berjalan keluar untuk melihat si tetangga baru. Secara kebetulan, Pak Salim tengah keluar dengan membawa sampah perban bekas.
"Pak.." Sapa Bastian ramah.
"Kakaknya Bella." Pak Salim berjalan menghampiri Bastian dengan berbatas pagar setinggi satu meter.
"Iya Pak, saya Bastian." Bastian mengulurkan tangannya.
"Tangan Bapak kotor Nak, tadi habis ganti perban." Bastian tersenyum dan menarik tangannya kembali.
"Habis kecelakaan Pak?" Tanya Bastian ingin tahu, dia tidak mengerti jika orang yang tinggal di samping rumahnya adalah pemilik perusahaan tempatnya berkerja namun sudah beralih tangan.
"Iya Nak. Untung masih di beri umur." Bastian mengangguk-angguk.
"Kak Bas...." Terdengar suara cempreng Bella memanggil membuat Pak Salim ikut tersenyum.
"Saya masuk dulu Pak, Singanya nanti marah. Mari..." Bastian mengangguk sebentar di ikuti oleh Pak Salim yang juga berjalan masuk karena hari mulai petang.
Bastian tersenyum, melihat sajian makanan kesukaannya tersaji di hadapannya. Baunya sangat sedap, hingga langsung membuat perut Bastian meronta.
Beruntung sekali, orang yang akan menjadi suami adikku...
"Sudah ya Kak." Ucap Bella setelah meletakkan satu teko air.
"Eits .. Tunggu." Rangkul Bastian erat.
"Apa lagi?"
"Ada PR tidak?" Bella menggeleng.
"Kita pergi setelah ini." Bastian mendudukkan Bella ke kursi lalu dia sendiri duduk.
"Kemana? Tidak biasanya kamu mengajak aku pergi." Tatap Bella penuh curiga. Bastian menghembuskan nafas panjang, dia memang tidak pernah mengajak Bella pergi, karena sebenarnya dia selalu pergi jika temannya mengajak bertemu. Dan jika dia mengajak Bella, dia tidak ingin adiknya di rayu oleh temannya yang sebagian besar lelaki.
"Membeli sesuatu untuk tetangga baru kita." Dengan lahap Bastian makan nasi goreng seraya bergumam. Dia merasa jika masakan Bella sangat sedap.
"Katamu tadi tidak tahu, kenapa tiba-tiba?" Eluh Bella menuang air putih untuk Bastian.
"Aku baru bertemu tadi, dia sedang membuang perban jadi sebaiknya kita belikan apa?"
"Aku sudah menggratiskan perban untuk ucapan selamat datang." Bastian terkekeh hingga tersedak. Dia meraih gelas dan meminumnya dalam satu nafas." Serius? Kau memberikan perban untuk hadiah selamat datang?" Tanya Bastian mengulang.
"Bukan memberi. Tapi, Pak Salim meminta tolong padaku untuk membeli itu. Jadi aku bilang saja begitu." Jawab Bella menatap malas ke arah Bastian. Dia tidak mengerti kenapa ada orang seperti Bastian yang tidak pernah memperdulikan adik kandungnya, bahkan selalu menjahilinya dan meledeknya seperti sekarang.
"Astaga... Konyol sekali."
"Terserah!"
"Dia pasti mengerti karena kau hanya anak ingusan jadi aku rasa dia memahaminya."
"Aku sudah kelas tiga Kak." Bella mengakui jika dirinya masih ingusan. Tapi nada bicara Bastian membuatnya merasa muak mendengar itu.
"Terus kenapa kalau kelas tiga? Kamu merasa dewasa?"
"Ahhh selalu saja!!! Sial!!!" Umpat Bella lirih. Dia menggeser tubuhnya dan memunggungi Bastian yang masih tersenyum penuh ejekan.
Bastian tidak bermaksud jahat dan cuek pada Bella. Sejak kematian Mamanya yang tiba-tiba saja datang, membuatnya sadar, jika kematian bisa saja datang menghampiri.
Entah kenapa Bastian berfikir sejauh itu, namun dia sangat takut meninggalkan Bella sendirian jika tiba-tiba kematian juga menghampirinya. Sudah dua tahun terakhir, sikap Bastian berubah acuh, bahkan jahil. Dia ingin Bella kuat dan tidak bergantung padanya. Dan wajah kesal Bella sekarang, sudah sering di nikmati Bastian.
"Cuci ini, aku akan mengambil kunci." Bastian mengusap kepala Bella, kemudian menaiki tangga untuk mengambil kunci.
"Ah tentu saja!" Bella membereskan piring kotor dan mencucinya." Andai saja Mama tahu jika Kak Bas sekarang sudah berubah menjadi Tuan muda di sini. Di masakkan, tidak mau mencuci. Enak sekali hidupnya!!" Bastian terkekeh mendengar umpatan dari Bella.
"Kamu wanita jadi itu perkerjaanmu." Sahut Bastian.
"Aku tidak jadi kuliah! Pakai uangku untuk membayar pembantu."
"Tidak. Pembantu untuk apa? Kita hanya tinggal berdua, kau ku belikan makanan dan kamu memasakkkan untukku. Bukankah itu sesuatu yang seimbang." Bella mengusap tangannya yang basah seraya mengerucutkan bibirnya." Ayo cepat. Nanti keburu malam." Imbuh Bastian semakin membuat hati Bella dongkol.
"Iya iya...." Bella berjalan mendahului Bastian begitu saja.
"Imut sekali hehe." Gumam Bastian berjalan ke depan. Terlihat Bella menunggunya di dalam mobil. Bastian langsung masuk tanpa membuka pintu pagar." Buka pintu pagarnya dulu." Pinta Bastian kembali menjahili Bella.
"Kenapa tidak di buka dulu sebelum masuk?" Protes Bella semakin kesal.
"Aku lupa Adikku sayang. Maklum sudah tua." Bella mengerutkan keningnya menatap Bastian.
"Tua apa! Itu alasanmu saja!!"
"Iya mungkin alasanku saja hehe. Cepat buka."
"Agh!!!" Umpat Bella membuka pintu mobil lagi lalu keluar, bersamaan dengan itu. Tanpa Bella sadari, Daniel memperhatikan dari jendela dan menjadi terhibur dengan kekonyolan adik Kakak yang di rasa begitu kompak.
Bella membuka pintu pagar kasar, lalu berdiri tepat di samping Bastian yang tengah duduk.
"Sudah! Apalagi? Sebelum aku masuk."
"Tidak ada. Cepat masuk. Kenapa kamu lambat sekali." Dengusan terdengar, Bella berjalan cepat mengitari separuh body mobil kemudian masuk dan menutup pintu mobil kasar." Jika marah jangan lampiaskan pada pintu. Ini mobil mahal, kreditannya bahkan baru saja lunas." Bastian mulai melajukan mobilnya keluar, namun tidak langsung pergi.
"Hmm..." Beberapa menit berlalu, Bastian tidak juga melajukan mobilnya." Jadi tidak Tuan Bastian?" Tanya Bella menekan kata-katanya.
"Setelah pintu pagar tertutup lagi, kita akan berangkat." Kepala Bella rasanya akan meledak mendengar itu.
"Bukankah seharusnya tadi kamu keluar dulu Tuan, jadi aku tidak perlu keluar lagi dan membanting pintu mobilmu ini!"
"Jika kamu ingat, kenapa kamu masuk tadi? Seharusnya kamu bilang. Kak keluar dulu, biar ku tutup pagarnya nanti." Bella tidak berkomentar lagi. Dia tahu tidak akan bisa mengalahkan Bastian yang punya seribu alasan untuk berkilah.
Bella kembali keluar dan mendorong pintu pagar, tidak sengaja matanya menangkap Daniel yang masih memperhatikannya. Raut wajah Bella berubah, dia tersenyum ke arah Daniel seraya mengangguk sedikit lalu berjalan masuk mobil.
Ku fikir Om Daniel umurnya sama dengan Kak Bas, tapi ternyata umurnya sudah tua. Padahal wajahnya masih sangat tampan dan bahkan lebih terlihat tampan dari teman satu sekolahku... Bella menarik nafas panjang, dia tidak tahu kenapa dia bisa berfikiran sejauh itu. Apa yang ku fikirkan!!! Sialan!!! Bastian menatap ke Bella yang di fikirnya mendadak linglung.
"Kenapa kamu mendadak linglung? Apa kita ke rumah sakit saja?" Goda Bastian lagi.
"Linglung apa!!" Bella memunggungi Bastian dan mencoba menghilangkan rasa penasarannya pada Daniel. Lelaki dewasa berwajah bayi.
~Riane...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
YuLie YoeLieta
bikin ngakak baca nya😆😆😆
2022-02-26
0
💮Aroe🌸
lanjut😁
2022-01-12
0
Alsya Frizal
kompak bgt
2022-01-10
0