Stefanny yang merupakan kekasih Daniel, menyambut kedatangan Marko dengan mesrah. Keduanya berciuman sebelum akhirnya masuk ke dalam Apartemen mewah pemberian Daniel.
"Bagaimana? Berhasil?" Tanya Fanny merasa tidak sabar. Dia rela mengkhianati Daniel hanya untuk bersama Marko. Menurutnya, Marko terlihat lebih menarik daripada Daniel, karena sikap acuh Daniel yang membuatnya muak.
Daniel tidak berniat bersikap acuh pada Fanny, namun rasanya perasaan untuk Fanny tidak sebesar itu. Daniel hanya melakukan apa yang di rasakan, dia tidak berselera dengan Fanny meskipun dia sudah berusaha untuk bisa menerima Fanny di hatinya.
Dorongan dari Pak Salim yang menginginkan dia menikah di umurnya yang ke 28, membuat Daniel berusaha membuka hati untuk Fanny yang awalnya terlihat begitu baik dan lugu. Tapi, seiring berjalannya waktu. Perasaan Daniel semakin mengambang, dan semua itu terbukti saat Daniel tidak sengaja memergoki Fanny dan Marko tengah bermesraan di Apartemen.
"Tentu saja. Ini gampang sekali." Marko mengeluarkan surat pengalihan hak milik sehingga membuat Fanny kegirangan.
"Astaga... Aku tidak percaya bisa segampang ini."
"Hm aku juga. Jika Daniel tidak Amnesia, mungkin ini tidak akan mudah kita lakukan." Marko merangkul kedua pundak Fanny erat.
"Jika dia sembuh bagaimana?"
"Tidak akan sembuh. Kata dokter, benturan di kepalanya begitu parah." Fanny semakin bahagia mendengar itu. Dia tidak perlu membunuh, dan bisa mendapatkan kekayaan Daniel, juga memiliki Marko dalam satu waktu.
Sementara di rumah sakit, terlihat Dokter sedang memeriksa keadaan Daniel sementara Pak Salim berdiri di sampingnya.
"Sore ini sudah boleh pulang Tuan." Tutur Dokter menjelaskan. Dia menurunkan stetoskopnya dari telinga
"Bisa kita bicara sebentar Dok." Pinta Daniel berusaha duduk meski kakinya masih terasa nyeri.
"Suster, tolong keluar." Sang suster tersenyum sejenak, kemudian berjalan keluar.
"Saya tidak bisa melunasi pembayaran untuk sekarang karena Ayah saya tidak tahu menahu soal Bank. Ponsel saya juga sudah hancur di inside kecelakaan itu." Dokter tersenyum seraya mengangguk.
"Biaya rumah sakit sudah selesai Tuan."
"Maksud saya untuk membantu pemalsuan hasil pemeriksaan." Daniel meminta Dokter untuk memalsukan semua hasil pemeriksaan. Kakinya memang terluka, tapi tidak patah. Kepalanya mengalami benturan keras namun untuk Amnesia, itu hanya pemalsuan pemeriksaan yang sengaja di manipulasi.
"Astaga Tuan, itu tidak perlu. Saya ikhlas membantu. Tuan sudah banyak berjasa bagi rumah sakit ini. Jadi, anggap itu sebagai balasan kebaikan Tuan." Dokter merasa iba, mendengar kenyataan jika Marko berusaha menguasai harta Daniel yang di kenalnya sebagai orang yang sangat baik.
"Terimakasih Dok." Sahut Pak Salim tersenyum.
"Sudah seharusnya sebuah kebaikan mendapatkan balasan Pak.
"Saya tidak mengharapkan itu Dok." Dulu, perusahaan Daniel pernah memberikan bantuan dana yang begitu besar, hingga rumah sakit bisa melengkapi alat-alatnya, dan akhirnya menjadi rumah sakit terbaik di kota itu.
"Sudahlah.. Tunggu mobil Ambulance, biar nanti mereka mengantarkan Tuan ke tempat tujuan."
"Sekali lagi, terimakasih Dok."
"Sama-sama, semoga lekas sembuh Tuan." Dokter itu mengangguk sebentar kemudian melangkah pergi.
"Apa rumahnya sudah siap Yah?" Tanya Daniel seraya menurunkan kakinya, wajahnya menyeringai, menahan nyeri di kaki kanannya.
"Sudah, tapi rumahnya sedikit tua. Ayah asal ambil karena terlalu mendadak."
"Hm tidak apa Yah."
"Jika masih sakit, sebaiknya kamu beristirahat dulu." Daniel tersenyum, membuat Ayahnya hanya mampu terdiam lemah. Selama di rumah sakit, Daniel tidak bisa beristirahat dengan tenang. Itu membuat wajah Pak Salim bersedih seperti sekarang.
Pak Salim tahu bagaimana kegigihan Daniel hingga sanggup mendirikan perusahan. Dari seorang staf biasa, hingga di angkat menjadi manager lalu direktur. Dia membangun usahanya dengan uangnya sendiri bahkan tidak pernah sekalipun membebani Pak Salim. Daniel malah memilih berhutang, agar keinginannya bisa tercapai dan setelah memiliki perusahaan yang sudah berkembang pesat. Semuanya harus hancur karena pengkhianatan.
"Aku membutuhkan seseorang yang bisa ku percaya Yah."
"Jangan fikirkan soal perkerjaan dulu Nak. Uang perkebunan kelapa sawit terkumpul banyak di Bank. Kemarin Lucas melapor bahwa penjualan tahun ini sangat bagus." Ujar Pak Salim yang memang hanya orang kuno. Daniel sengaja mencarikan orang kepercayaan seperti Lucas untuk mengelola keuangan hasil perkebunan kelapa sawit.
Daniel tersenyum, Pak Salim mengira jika Daniel setuju jika kebutuhan untuk hidupnya ke depan di ambil dari hasil perkebunan sawit tersebut.
"Lucas? Aku baru mengingatnya. Bisakah Ayah suruh dia ke sini?" Pinta Daniel. Dia tersenyum karena mengingat Lucas yang lebih dulu ikut dengannya daripada Marko. Daniel sengaja menyuruh Lucas melayani Pak Salim karena Daniel yakin jika Lucas adalah orang yang sangat bertanggung jawab.
"Untuk apa Nak?"
"Aku ingin memulai semuanya dari Nol."
"Kamu bahkan masih terluka."
"Otakku masih berfungsi dengan baik Yah. Aku hanya butuh seseorang yang bisa menjadi kaki tanganku untuk membangun kembali sebuah perusahaan." Pak Salim menarik nafas panjang. Dia tahu jika ucapannya tidak akan mampu menghentikan Daniel yang notabenenya seorang lelaki perkerja keras.
"Maafkan Ayah..." Tiba-tiba saja Pak Salim merasa bersalah ketika dia menyadari soal keinginannya terakhir kali.
"Maaf untuk apa Yah."
"Ayah hanya tidak ingin kamu kesepian dan memiliki keluarga. Seharusnya kamu tidak sembarangan dalam mencari pasangan hingga membuatmu celaka seperti sekarang." Daniel memang sempat mengenalkan Fanny pada Pak Salim dan mengutarakan niatnya untuk menikah. Namun, setelah tahu kenyataan jika Fanny berselingkuh dengan Marko membuat Pak Salim mengutuk dirinya sendiri.
"Ini bukan salah Ayah. Aku hanya terobsesi pada seseorang yang memiliki kesempurnaan hidup." Daniel tersenyum mengingat seorang teman, sahabat dan saudara yang menjadi panutannya, meski kini dia tidak lagi berada di Indonesia. Aku ingin bisa mencintai seorang wanita seperti dia...
"Siapa maksudmu?" Tanya Pak Salim merasa penasaran.
"Dia sudah pergi dan jika dia masih di sini, mungkin ini semua akan mudah untuk di selesaikan. Jangan merasa bersalah atas itu, karena ini adalah salahku sendiri. Aku ingin sesuatu yang sempurna tapi nyatanya malah menghancurkan semuanya." Daniel menyadari, jika selama ini dia tidak juga mendapatkan wanita yang sempurna sesuai dengan seleranya. Itu sangat sulit dan setelah kejadian ini, dia menyimpulkan jika mungkin istri dari sahabatnya hanya ada satu dari 10 juta wanita di dunia.
"Ayah ingin kamu fokus pada penyembuhan dulu."
"Baik Ayah tapi, aku menginginkan Lucas."
"Iya nanti Ayah hubungi."
Semoga setelah ini, aku bisa kembali bangkit...
************
"Dia menyukaimu Bell." Goda Sari seraya tersenyum.
"Mana mungkin. Kau lihat saja mobilnya mewah sekali, kenapa dia harus menyukai anak ingusan seperti diriku."
"Ya. Itu mencurigakan." Sahut Erin memang merasa ganjil dengan ketertarikan yang di tunjukkan Stefan pada Bella.
"Itu karena Bella cantik Rin. Mencurigakan apa?" Jawab Sari merasa tidak ada yang aneh. Dia mengakui jika Bella memang sangat cantik.
"Meski begitu, kita hanyalah anak ingusan baginya." Stefan memang sengaja berpenampilan dewasa padahal umurnya masih 19 tahun. Dia bahkan masih saja lulus tahun lalu.
"Erin benar. Aku juga merasa begitu." Ketiganya turun di gang yang sama. Bella membayar angkot kemudian ketiganya berjalan beriringan.
"Lalu untuk apa dia meminta kontakmu?"
"Anggap saja iseng. Sudah ah! Jangan berfikiran macam-macam tanpa ada kenyataan." Bella memang berkata demikian meski di dalam hatinya berharap Stefan menghubunginya.
Mereka berhenti tepat di depan rumah Bella, ketiganya tengah memperhatikan mobil taksi yang masuk ke pekarangan rumah tua.
"Lihat kan, sudah terjual." Gumam Bella fokus melihat.
"Iya. Semoga saja orangnya betah." Bella menoleh cepat.
"Apa maksudmu dengan betah."
"Pasti di dalam sana ada penghuni lain Bell." Jawab Sari seraya fokus melihat.
"Berhenti membicarakan hal yang tidak masuk akal."
"Heiiii diamlah sialan!!" Umpat Erin lirih.
Sebuah kursi roda di keluarkan dari dalam taksi, Pak Salim keluar dan membuka pintu mobil. Dengan bantuan supir taksi, Daniel di dudukan ke kursi roda tersebut.
Wajah Daniel yang tertutupi masker, membuat Bella, Erin dan Sari tidak bisa melihat senyuman sapaan yang di tunjukkan Daniel untuk ketiganya. Apalagi melihat Pak Salim yang tua renta, membuat mereka semakin berfikir macam-macam.
"Dia menatap kita." Bisik Erin. Ketiganya mengalihkan pandangannya dan berpura-pura tidak melihat.
"Mengerikan sekali, mirip film horor yang sering ku lihat. Seorang wanita atau lelaki tua dengan anaknya yang cacat dan ternyata mereka adalah pembunuh berdarah dingin." Bella mengerutkan keningnya mendengar itu, bersamaan dengan cerita menegangkan yang di bicarakan Sari, Bastian datang dan membunyikan klakson mobilnya keras.
Tiiiiiiinnnnnnn....
Agggggghhhhhhhhh!!!!
Ketiganya berteriak sementara Bastian keluar dari mobil seraya terkekeh. Itu hiburan paling menyenangkan untuknya setelah kepergian sang Mama dua tahun lalu.
"Kak Bas!!!!" Teriak Bella kesal. Daniel ikut tersenyum tapi Pak Salim lebih dulu membawanya masuk.
"Kenapa tidak bicara di dalam dan menghalangi jalanku seperti ini." Bastian berjalan menghampiri Bella dan merangkulnya.
"Ini sudah mau pulang Kak." Jawab Erin terkesima dengan wajah tampan Bastian. Keduanya memang sudah mengidolakan Bastian sejak lama.
Paras Bastian yang tampan, membuat banyak wanita mengidolakannya meski Bastian sendiri tidak perduli. Janjinya pada Almarhum Mamanya untuk menjaga Bella, membuatnya tidak berselera menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bastian bahkan memutuskan kekasihnya dua tahun lalu, karena ingin fokus pada perkerjaan dan Bella, adik satu-satunya.
"Mengobrol dulu, nanti ku belikan es krim." Tawar Bastian tersenyum. Bella mengerucutkan bibirnya karena merasa tidak percaya dengan ucapan Bastian.
"Jangan di dengar, cepat pulang! Nanti Mama kalian marah." Bella melepaskan rangkulan Bastian dan berjalan masuk. Dia masih marah dengan kejadian tadi pagi.
"Marah lagi?" Gumam Bastian terkekeh.
"Kak Bas sih, tadi pagi katanya Bella sudah berangkat, ternyata belum."
"Hehehe maaf. Salah siapa bangun siang." Jawab Bastian tanpa rasa bersalah.
"Baik Kak, kita permisi." Erin dan Sari tersenyum sejenak kemudian melanjutkan langkahnya.
"Iya hati-hati..." Bastian kembali masuk mobil setelah membuka pintu pagar lebar. Dia memasukkannya mobilnya ke dalam garasi kemudian berjalan masuk rumah, tanpa perduli jika rumah sebelah sudah memiliki penghuni baru.
Sementara di kamar, Bella mengunci pintunya. Dia berjalan ke jendela lalu membuka tirai yang sudah lama tertutup. Raut wajahnya terlihat kecewa, ketika kamar yang tepat menghadap ke kamarnya masih tertutup rapat dan masih terlihat mengerikan. Bella menutup tirainya lagi dan mulai memikirkan ucapan Sari.
"Jika benar psikopat bagaimana? Ahhh... Teman-temanku memang sialan!!! Seharusnya mereka tidak berkata macam-macam. Tapi jika benar begitu? Akan ku habisi mereka dengan tanganku sendiri!! Mereka tidak tahu jika aku sudah memiliki sabuk hitam....."
Tok...Tok...Tok...
Bella menoleh mendengar pintunya di ketuk dengan suara Bastian yang memanggil. Bibirnya mengerucut dan memutuskan untuk duduk dan tidak perduli. Namun, ketukan Bastian tidak akan berhenti jika dia tidak keluar, sehingga dengan raut wajah kesal, Bella membuka pintu tersebut.
"Apa... Berisik!!" Umpat Bella langsung teralihkan melihat sebungkus ayam krispi yang di bawa Bastian.
Kruuuuuukkkkkkkk....
Bunyi suara perut Bella membuat Bastian tersenyum penuh kemenangan karena sudah pasti Bella akan memaafkannya.
"Ya sudah jika kamu baik-baik saja." Bastian akan berbalik badan namun Bella menghalangi langkahnya.
"Begitu saja." Protes Bella menatap fokus ke kotak makanan. Bastian merahasiakan di mana dia membeli ayam krispi favorit Bella. Bella pernah berusaha mencarinya, namun rasa ayam krispi yang di belinya sendiri tidak sama.
"Lalu bagaimana? Kamu marah kan? Ya sudah, lanjutkan saja."
"Terus itu..." Bella menunjuk ayam krispi seraya menelan salivanya kasar. Perutnya meronta dan mendadak lapar lagi.
"Ini?" Bastian mengangkat kotak makan.
"Iya. Buat aku kan Kak?"
"Iya tadinya, tapi sekarang tidak." Bastian melewati Bella sehingga Bella mengekornya.
"Kak, beli di mana itu?"
"Rahasia, istirahat sana, teruskan marahnya." Goda Bastian seolah tidak perduli. Dia duduk di ruang tengah dan membuka kotak tersebut sementara Bella duduk di sampingnya melihat.
"Kak. Untukku ya... Itu enak sekali." Rajuk Bella.
"Katanya marah?"
"Aku tidak berkata marah."
"Temanmu yang bilang."
"Mereka mengada-ada. Ayolah Kak, bagi aku. Jika tidak ingin berbagi, beritahu aku beli di mana?"
"Rahasia." Bastian seolah akan memakan ayam krispi tersebut sehingga Bella mengerucutkan bibirnya seraya berdiri." Mau kemana." Bastian menarik pergelangan tangan Bella dan memaksanya duduk.
"Melanjutkan marahku!!!" Bastian terkekeh sementara Bella menatapnya tajam." Aku lapar dan belum makan! Tega sekali!!" Padahal faktanya, Bella sudah makan bersama teman-temannya tadi.
"Setelah ini, buatkan aku sesuatu untuk ku makan." Penawaran yang bagus sebab Bella langsung mengambil kotak makan tersebut.
"Iya hehe." Tangan sedap almarhum Mamanya, telah di turunkan pada Bella. Padahal Bella hanya melihat resep di internet, tapi masakan yang di buatnya terasa begitu sedap.
Namun sayangnya, Bella tidak pernah mau memakan masakkannya sendiri. Dia bilang sudah bosan mencium aromanya saat membuatnya, sehingga Bastian selalu membelikan masakan di luar agar Bella mau memasak sesuatu untuknya.
"Jangan boros ya, ingat. Simpan uangnya untuk biaya sekolah." Ucap Bastian mengingatkan, padahal biaya sekolah Bella sudah di siapkan olehnya. Bastian hanya ingin berjaga-jaga jika mungkin terjadi sesuatu, sehingga mengajarkan Bella untuk tidak boros agar memiliki simpanan untuk masa depan.
"Hanya membelikan baju untuk Erin dan Sari. Itupun uang dari Kak Bas, aku belum menyentuh yang itu." Jawab Bella seraya mengunyah." Jika sudah melebihi lima juta, aku akan berhenti mentraktir." Bastian tersenyum mendengar itu. Dia mengerti tentang maksud Bella yang ingin berbagi kebahagiaan dengan teman-temannya yang memang tidak dari golongan kaya.
Bastian merogoh celananya dan mengeluarkan dua amplop berwarna coklat.
"Berikan pada mereka masing-masing tiga juta. Bilang saja darimu." Bella menoleh cepat, wajah konyolnya membuat Bastian kembali terkekeh." Tidak mau ya sudah." Bastian akan memasukkan lagi amplop itu namun Bella secepat kilat mengambilnya.
"Mau, maksud Kak Bas di berikan pada Erin dan Sari?" Tanyanya tersenyum girang.
"Iya. Siapa lagi." Bastian meraih tisu dan membersihkan sisa nasi pada sekitar bibir Bella.
"Terimakasih Kak Bas." Bella memeluk Bastian erat." Aku akan memberikannya." Bella akan beranjak namun Bastian mencegah.
"Habiskan dulu lalu mandi dan baru pergi ke rumah mereka."
"Baiklah Kak." Bastian tersenyum dan memandangi Adik semata wayangnya berlama-lama. Dia sangat menyanyanginya lebih dari dirinya sendiri meski, sikap yang di tunjukkan tidak sesuai dengan apa yang di rasakan.
Aku hanya ingin kamu kuat Bella. Sebab, tidak selamanya aku bisa menjagamu...
~Riane
Maaf jika ada typo 🙂🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
🌺sahaja🌺
seru tapi kok sepi ya🤔🤔🤔🤔
2022-04-10
0
💮Aroe🌸
😂😂😂😂 jail
2022-01-13
0
💮Aroe🌸
kurang di hajar ni mereka berdua😑
2022-01-13
0