Seperti pagi pagi sebelumnya, Bella kesiangan bangun. Dan yang menyebalkan adalah, Bastian meninggalkannya tanpa membangunkannya.
Dengan gerakan cepat Bella bangun dari tempat tidur dan masuk Toilet lalu membasuh mukanya. Tidak ada waktu untuk mandi, sehingga Bella langsung keluar dari toilet untuk mengganti baju tidurnya dengan seragam.
"Kak Bas jahat sekali! Awas saja jika pulang." Umpatnya menyambar tas dan mengalungkannya di pundak.
Tap... Tap... Tap...
Bella menuruni anak tangga mengingat kamarnya yang berada di lantai dua. Rumah sederhana yang di tempati adalah peninggalan kedua orang tuanya. Bella hanya tinggal berdua bersama Bastian yang terkenal super jahil. Bella kerapkali di jahili seperti sekarang. Jika Bella berprotes, Bastian pasti berkata jika dia ingin melatih Bella agar tidak manja.
Latihan itu membawa perubahan besar pada diri Bella. Sifatnya yang dulunya sangat manja, kini berubah mandiri. Apalagi kini sabuk hitam sudah Bella sandang, jadi Bella sudah mampu menjaga dirinya sendiri.
Saat keluar rumah, Bella sempat melihat ke arah rumah yang terletak tepat di sebelahnya. Rumah itu dulunya di tempati oleh sebuah keluarga kecil yang kabarnya pindah keluar kota.
Sudah hampir 7 tahun rumah itu di biarkan kosong karena harga yang terlalu tinggi di tawarkan. Namun pagi ini, Bella melihat dua orang lelaki separuh baya, sedang membersihkan rumah yang memiliki pekarangan luas.
Syukurlah sudah terjual.. Jadi kamar korden bisa ku buka nanti hehe...
Kamar Bella yang tepat menghadap ke rumah itu membuatnya sedikit takut, sehingga korden jendela tidak pernah di buka apalagi saat malam. Bella takut jika ada penampakan atau semacamnya. Apalagi setelah Sari dan Erin menginap, mereka selalu saja menakut-nakuti Bella dan mengaitkan rumah tua itu dengan hal mistis.
Bella tersenyum sejenak, sebelum akhirnya membuka pagar, kemudian menutup pintu pagar lagi dan mulai berlari menuju jalan utama untuk menunggu Angkot. Tanpa dia sadari, Stefan membuntutinya dengan mobil mewah sewaannya.
**********
"Jadi, Bapak ingin membawa Tuan ke kampung halaman?" Tanya Marko memasang wajah palsu. Di hatinya bahkan begitu bahagia mendengar keputusan yang di dengar dari Pak Salim.
"Iya. Tidak apa Kan? Dan lagi, Daniel tidak bisa mengingat apa-apa jadi untuk sementara perusahaan kamu kelola saja." Jawab Pak Salim tersenyum hangat. Dia terpaksa berbohong demi untuk menyelamatkan nyawa putra semata wayangnya. Kecelakaan kemarin sudah membuktikan jika Marko menginginkan Daniel mati.
"Lalu surat kuasanya?" Tanya Marco. Dia tahu tanpa surat kuasa dia tidak akan bisa memimpin perusahaan Daniel.
"Siapkan saja. Nanti Bapak tanda tangani."
"Sudah saya siapkan Pak." Marko mengeluarkan satu lembar kertas yang berisi surat pengalihan hak milik bermaterai.
Astaga Tuhan... Untung anakku bisa selamat dari kecelakaan itu.. Batin Pak Salim membubuhkan tanda tangan sesuai arahan Marko. Daniel sendiri hanya terdiam dan melihat kenyataan pahit tersebut. Dia tidak menyangka jika hati Marko begitu busuk hingga tega mengkhianatinya.
Hahahaha... Perusahaan itu jadi milikku sekarang. Orang tua ini bodoh sekali. Dia tanda tangan tanpa membaca jadi, aku bisa memiliki perusahaan itu tanpa perlawanan..
"Baik Pak. Apa perlu saya siapkan kendaraan?"
"Tidak perlu. Bapak sudah ada supir pribadi yang menjemput."
"Hm begitu... Saya permisi jika begitu. Banyak sesuatu yang harus saya urus." Dengan senyum mengembang, Marko memasukan surat ke dalam tas miliknya.
"Iya silahkan." Marko mengangguk sebentar sebagai salam perpisahan untuk Daniel, kemudian berjalan pergi keluar ruangan.
Dengan langkah pelan, Pak Salim mendekati ranjang dan duduk di samping Daniel." Untung saja kamu selamat Nak. Perusahaan itu tidak berarti apapun daripada nyawamu yang harus melayang." Tutur Pak Salim lirih.
"Hm Yah. Aku juga berfikir seperti itu. Ayah tidak keberatan merawatku nanti?" Jawab Daniel lemah.
"Untuk satu bulan ke depan, Ayah akan merawatmu. Perkebunan sudah ada yang mengurus. Setelah kamu sedikit pulih, Ayah akan cari perawat, Ayah tidak bisa membiarkan perkebunan di urus orang lain. " Daniel mengangguk-angguk, dia tahu jika Ayahnya sangat menyukai perkerjaannya merawat perkebunan kelapa sawit miliknya. Kebun itu sudah turun temurun di berikan sehingga Daniel bisa mengerti tentang keputusan Ayahnya tadi.
*************
Sepulang sekolah, saat Bella tengah membereskan bukunya. Sebuah surat terjatuh dari buku fisika yang akan di masukkan. Dia mengambil surat tersebut dan membacanya.
"Apa Kenan tidak juga mengerti jika aku tidak menyukai anak ingusan dan lemah seperti dia!!" Umpatnya meremas surat tersebut dan membuangnya sembarangan. Bella bergegas mengalungkan tasnya lalu berjalan keluar untuk menemui Erin dan Sari yang berbeda jurusan dengannya.
Tiba-tiba saja, Kenan muncul dan meraih pergelangan tangan Bella lembut sehingga langkahnya menjadi terhenti.
"Apa!!" Tanyanya kasar.
"Sudah baca suratku?"
"Aku tidak menyukai laki-laki loyo seperti dirimu dan lagi!! Aku masih bersekolah jadi buang perasaan sialmu itu!!" Bella menekan kata-katanya, dia tidak ingin membuat Kenan malu dengan penolakan yang di lontarkan entah berapa kali.
"Aku tidak lemah. Ini lingkungan sekolah jadi untuk apa aku menunjukkan kekuatanku." Bella menarik tangannya kasar, lalu mendorong pundak kanan Kenan sedikit, hingga Kenan terdorong ke belakang dan terduduk di tanah.
"Itu buktinya!" Bella tersenyum tipis dan pergi meninggalkan Kenan yang malah tersenyum mendapatkan perlakuan itu.
"Sial.. Seksi sekali..." Gumamnya semakin menggilai Bella. Dia memang sudah mengalami penolakan entah berapa kali. Nomernya sering di blokir oleh Bella, dan jika Bella tidak mengganti kontaknya, mungkin hingga sekarang Kenan masih saja mengganggunya.
Bella langsung menerobos masuk ketika melihat Erin terlibat pertikaian mulut dengan dua orang siswi. Sari hanya terduduk melihat, tanpa berkomentar, apalagi membela Erin yang tengah terpojok.
Pembullyan kerap kali terjadi di lingkungan sekolah elit seperti sekarang. Untung saja, Erin dan Sari adalah teman masa kecil Bella, sehingga sudah bisa di pastikan jika Bella akan membela kedua temannya yang memang terlihat culun.
"Hei... Kau menunjuk temanku." Bella meraih kerah belakang Fransisca dan Elena, lalu berjalan di antara keduanya, dan berdiri di samping Erin yang tengah tertunduk.
"Aku tidak ada urusan denganmu Bell." Kecantikan Bella membuat dia mendapatkan nilai khusus di mata para siswa lainnya. Meski Bella juga dari kalangan menengah bawah, namun Bella cukup populer karena kecantikan yang di milikinya.
Tak!!!!
Bella menampis kasar tangan Fransisca yang akan menyentuh Erin.
"Dia temanku. Ada masalah apa hingga harus memojokkannya seperti ini."
"Dia melirik ke arah Samuel! Kau tahu kan jika dia pacarku!!" Teriak Fransisca geram. Suasana kelas yang sepi membuat suara Fransisca menggema di seluruh ruangan.
"Melirik saja?" Tanya Bella mengulang.
"Aku tidak sengaja melihatnya Bell." Sahut Erin pelan.
"Kau meliriknya sialan!!!" Fransisca akan menjambak rambut panjang Erin namun Bella lebih dulu mendorong tubuh Fransisca hingga membentur bangku. Elena tidak tinggal diam, dia ingin membalas perbuatan Bella dan berakhir terduduk di lantai." Kau akan menyesal Bella!!" Teriak Fransisca semakin geram.
"Aku tunggu ancaman penyesalan itu. Kita pergi." Bella menarik lembut lengan Erin dan berjalan keluar bersama Sari." Sudah ku bilang jangan meliriknya." Gerutu Bella melepaskan pegangan tangannya.
"Aku tidak sengaja Bell. Aku berniat melihat Sari."
"Tapi Fransisca keterlaluan. Masa melirik saja tidak boleh, itupun tidak sengaja." Sahut Sari.
"Itulah gilanya cinta. Lalu, kenapa kalian tidak menghubungiku tadi pagi? Hampir saja aku terlambat." Eluh Bella.
"Aku sudah ke rumahmu tapi Kak Bas bilang kamu sudah berangkat."
"Kakakku benar-benar kejam!!! Awas saja nanti!!" Sari dan Erin tertawa cekikikan. Bastian memang sering mengerjai Bella seperti itu, sehingga umpatan yang di dengar keduanya sudah sering di dengar.
"Tapi Kak Bas tampan Bell hehe. Aku tidak masalah punya Kakak jahil, asal tampan."
"Itu karena kau tidak tahu rasanya seperti apa!"
"Ingin tahu juga rasanya seperti apa. Lalu kita jadi ke Mall?"
"Hm iya. Aku kan sudah janji, tapi hanya satu stell baju ya.."
"Aduh Bella, itu sudah lebih dari cukup." Ketiganya duduk di halte untuk menunggu angkot.
"Rumah samping sepertinya ada yang menempati." Erin dan Sari langsung menoleh ke Bella.
"Rumah angker itu?"
"Itu tidak angker. Tidak ada hal seperti itu." Jawab Bella menyangkal. Meski dia tidak takut dengan apapun, tapi untuk hal mistis, cukup membuatnya bergidik ngeri.
"Bangunan yang tidak di tempati selama bertahun-tahun, sudah pasti akan ada penghuninya Bell."
"Iya Bell. Apalagi rumah tua seperti itu." Bella mengusap tengkuknya kasar.
"Ganti topik ish!!"
"Tapi syukurlah, sudah ada yang menempati."
"Hmm.."
Ketiganya masuk ke dalam angkot lalu, sepuluh menit kemudian, mereka sudah tiba di Mall. Ketiganya masuk dengan senyum merekah. Tanpa mereka sadari, Stefan membututi ketiganya sejak tadi.
Setelah memilih baju sesuai selera, Bella mengantri untuk membayar. Seorang lelaki yang merupakan orang suruhan Stefan, sengaja berpura-pura akan mengambil dompet yang berada di tas sekolah Bella dan tentu saja, Stefan berpura-pura jadi pahlawan seolah sedang menggagalkan percobaan pencurian itu.
"Hati-hati jika di tempat umum.." Ucap Stefan lembut. Bella mendongak dan langsung tersihir dengan paras tampan Stefan yang terlihat sangat dewasa.
Astaga pengeranku...
"Hei kenapa?" Imbuh Stefan langsung membuat Bella tersadar. Sikap polosnya membuat Stefan semakin yakin jika dia bisa menipu Bella dengan sangat mudah.
"Iya Kak."
"Coba periksa. Mungkin ada yang hilang."
"Hm iya." Bella memeriksa dompet yang masih ada di tasnya." Tidak ada Kak." Imbuh Bella gugup. Baginya, Stefan adalah lelaki idaman. Bella menyukai tipe dewasa, karena menurutnya. Lelaki dewasa sudah pasti kuat dan mampu mengayomi. Tidak seperti teman-temannya yang tidak membuatnya berselera.
"Lain kali hati-hati." Seharusnya Bella mencurigai sesuatu, darimana si pencopet tahu jika di dompetnya terdapat ATM? Bukankah dia hanya pelajar? Tapi, ketampanan Stefan membutakan hatinya dan logikanya.
"Terimakasih banyak Kak."
"Sama-sama.." Meski masih SMA, dia sangat cantik... Stefan mengakui jika gadis belia yang berdiri di hadapannya sangatlah cantik.
"Sebentar Kak. Tunggu sini dulu." Bella membayar belanjaan, dan dengan jelly Stefan menghafal Pin ATM yang di tekan Bella.
Aku kasihan sebenarnya tapi, aku membutuhkan uang itu jadi.. Maaf...
Setelah selesai membayar, Bella memasukkan lagi dompetnya.
"Mari makan bersama Kak. Anggap sebagai ucapan terimakasih." Bella bukan ingin merayu meski Stefan terlihat menarik. Tapi dia benar-benar ingin berterimakasih, karena Stefan sudah menyelamatkan ATM yang begitu berharga baginya.
"Kamu masih sekolah. Nanti uang jajan mu habis." Tolak Stefan basa-basi.
"Aku ada kok Kak." Bella melambai ke arah Sari dan Erin." Aku juga kebetulan belum makan siang. Em mereka temanku." Stefan mengulurkan tangan seraya tersenyum manis.
"Stefan..." Buruk sekali temannya!! Aku harus mencuci tanganku setelah ini.
"Erin Kak."
"Sari."
"Dan kamu?" Stefan mengulurkan tangannya ke arah Bella.
"Bella Kak hehe.." Stefan menjabat tangan Bella hangat, membuat jantung Bella berdetak tidak beraturan." Kakak pilih tempatnya." Imbuh Bella menarik tangannya lembut.
"Aku terserah budgetnya saja."
"Kakak suka apa?"
"Suka kamu." Wajah Bella memerah sementara Erin dan Sari tertawa.
"Serius Kak."
"Hehehe.. Maaf.. Bagaimana jika ke sana." Stefan menunjuk sebuah resto yang tidak jauh dari tempatnya sekarang.
"Oke kita ke sana." Bella meraih jemari Sari dan berjalan duluan di ikuti oleh Erin sementara Stefan di belakang.
"Dingin sekali tanganmu Bell." Bisik Sari pelan.
"Tampan sekali Kakak itu." Jawab Bella lirih.
"Iya tampan. Bagaimana ceritanya?"
"Nanti ku ceritakan." Bella memberikan isyarat kedua temannya untuk tidak banyak bicara.
Keempatnya duduk di sebuah meja. Dengan perasaan sedikit canggung, Bella berusaha bersikap biasa saja meski rasanya memang ada getaran aneh pada hatinya.
"Kalian pulang sekolah atau bolos?" Goda Stefan mencoba akrab.
"Pulang Kak." Jawab Bella cepat." Kita itu siswi teladan. Mana mungkin membolos." Imbuhnya menjelaskan.
"Iya. Kita tidak akan membolos jika bukan karena terpaksa." Sahut Erin menimpali.
"Masa SMA memang menyenangkan. Apalagi saat berpacaran dengan belajar." Bella, Erin dan Sari langsung berhenti mengunyah.
"Belajar saja Kak... Tidak ada pacaran."
"Itu menyenangkan Bell." Senyum maut Stefan membuat ketiga gadis yang ada di hadapannya menelan salivanya kasar.
"Itu memuakkan. Melihat pacar sendiri berada satu sekolah, apalagi satu kelas. Buruk sekali. Itu menjijikkan." Stefan tersenyum, dia kembali mendapatkan informasi soal selera lelaki yang di sukai Bella seperti apa, meskipun hanya sebuah tebakan.
"Kamu saja yang aneh Bell." Bella menoleh cepat.
"Aneh apa?"
"Para siswa di sekolah kita banyak yang tampan tapi kau saja yang tidak bisa melihatnya. Kamu terlalu sibuk memikirkan lelaki dewasa hehe." Stefan mengangguk-angguk mendengarkan ucapan yang di lontarkan Erin.
"Mana bisa tampan jika masih memakai seragam SMA." Celetuk Bella kesal.
"Lalu kau ingin mereka memakai apa? Kan memang masih sekolah."
"Aku tidak berselera dan aku tidak mau pacaran."
"Boleh minta kontak milikmu." Stefan menyodorkan ponsel mahalnya sehingga membuat ketiganya melongok.
Yang ada di fikiran Bella, Erin dan Sari mengenai sosok Stefan adalah, orang kaya, CEO atau Bos besar dan semacamnya. Padahal kenyataannya, Stefan hanya anak ingusan yang gagal dalam membangun usaha. Dia terpaksa menipu agar keinginannya menjadi pengusaha bisa tercapai dengan cara membodohi para gadis yang mau di bodohi.
"Untuk apa Kak?" Tanya Bella tidak langsung mengambil ponsel Stefan.
"Untuk telefon, berkirim kabar dan lainnya. Bukankah banyak yang bisa di lakukan?" Bella masih ragu sebab Stefan orang asing untuknya. Namun Erin langsung mengambil ponsel Stefan dan mengetikkan nomer Bella.
"Ini nomernya Kak." Bella melirik malas meski dia tidak bisa berprotes.
"Terimakasih."
"Sama-sama Kak."
"Kau lancang Rin."
"Apa salahnya berteman."
"Hm.. Banyak teman semakin bagus." Sahut Stefan kembali memakan sajian di hadapannya.
Mimpi apa aku hingga bisa bertemu lelaki setampan ini, dan dia meminta kontrakku? Astaga... Apa dia akan menelfon ku nanti..
Bella belum menyadari jika tujuan Stefan mendekatinya hanya karena uang yang ada di ATMnya. Bahkan sepulang dari bertemu Bella, mobil Stefan melaju ke sebuah apartemen untuk menemui Sella pacarnya.
"Maaf lama." Rajuk Stefan melihat raut wajah Sella yang cemberut.
"Kemana saja sih?"
"Aku tadi ada urusan. Jika urusannya lancar, kita beli tas yang kamu minta kemarin." Senyum Sella mengembang mendengar itu.
"Benarkan sayang?" Tangannya meraih lengan Stefan dan melingkarkannya.
"Iya tentu saja. Jadi? Sudah tidak marah?"
"Iya ayo kita jalan."
"Aku tidak memiliki uang." Jawab Stefan beralasan. Tujuan mendekati Sella juga sama. Dia ingin mengeruk harta Sella yang memiliki perkerjaan sekertaris di sebuah perusahaan ternama.
"Aku ada. Uangku adalah uangmu." Stefan tersenyum menang, dia merasa bangga bisa memanfaatkan ketampanannya dengan sangat baik.
Setelah semua bisa ku dapatkan, aku akan pergi dari kota ini...
~Riane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Mari ani
stefan .... mau moroti
2023-12-26
0
💮Aroe🌸
pelit juga ternyata😑 stefan
2022-01-13
0
💮Aroe🌸
inget kakak ku, super duper jail😑 kita juga cuma 2 bersaudara....
2022-01-13
0