Bab 20

Dira berjalan keluar dari kelasnya dengan wajah murung. Mata kuliah pertama baru saja usai.

Oya, teman-teman sekelas Dira juga sempat diundang di acara resepsi pernikahannya. Ya, walau bagaimana pun, keluarga besar kedua belah pihak tidak mau menciptakan fitnah yang macam-macam.

Ya Tuhan... rasanya hidup Dira saat ini telah berubah 180°. Hari-harinya tidak ceria seperti biasanya, apalagi sekarang dia jauh dari Mama, Papa, dan juga Adit...

"Doorr...!" tiba-tiba Sisi mengagetkannya dari belakang.

"Sisiii... bener-bener ya lo!" serunya kesal.

"Hehehe... Abisnya sih lo... Ngapain sih jalan sambil ngelamun gitu. Ntar kalo kesurupan gimana. Gak lucu kan, kalo tiba-tiba ada berita 'Seorang Pengantin Baru Ditemukan Kesurupan di Kampusnya Karena Jalan Sambil Bengong' "

"Iihh, Sisii... Nggak lucu deehh...!"

Sisi cekikikan.

Namun Dira tau, sebenarnya sahabatnya itu hanya berusaha menghiburnya. Karena Sisi pasti tau saat ini perasaannya sedang galau dan hampa.

"Ke kafetaria yuk, Beb."

Dira mengangguk pelan.

Namun tiba-tiba, Andrea, salah seorang cewek teman sekelas Dira, berjalan menghampiri.

"Eh, Dir. Gue pengen nanya deh. Kok rasanya kayak ada yang aneh, ya? Kita ini kan baru masuk kuliah, kok lo tiba-tiba nikah dengan mendadak gini, sih? Apa jangan-jangan... Lo udah hamil duluan yaa...?" ucapnya dengan senyum menyeringai.

Kontan Dira menghampirinya dengan wajah merah menahan emosi, "Lo jangan sembarangan ya kalo ngomong! Gue ini bukan cewek murahan...! Kalo lo berani ngomong macem-macem lagi..., gue tampar mulut lo!" ucapnya emosi.

"Udah Dir... gak usah diladenin orang kayak gini. Buang-buang waktu aja," Sisi berusaha menenangkan sahabatnya itu sambil menarik Dira menjauhi cewek itu.

"Dan lo, kalo mulut lo masih usil, gue gak akan segan-segan ngasih pelajaran ke elo...!" ucap Sisi sambil menunjuk wajah Andrea.

Andrea melengos dan buru-buru pergi meninggalkan mereka berdua.

*****

Malamnya, pukul 20.00 WIB.

Fahri dan Dira baru saja selesai makan malam.

"Dir, tunggu," sergah Fahri ketika Dira ingin beranjak dari meja makan.

"Kenapa?" sahut Dira dengan wajah malas.

"Besok, Mama dan Papa Mas Fahri mau kesini. Dan berencana menginap 3 hari,"

Dira memang belum terlalu mengenal kedua orang tua Fahri. Dan bertemu pun hanya sekilas saat acara pernikahan mereka.

"Truus...?"

"Nanti kalau Mama Papa dateng. Kita pura-pura aja ya, bersikap mesra. Biar kayak pasangan pengantin baru pada umumnya,"

"Whatt...?" kedua mata Dira membulat dengan sempurna.

"Dan juga, kita pura-pura dulu ya... Emm... Tidur sekamar..."

"Haahhh??" kali ini Dira benar-benar terperanjat.

"Ya kamu masa gak paham. Papa dan Mama Mas Fahri pasti curiga, kalo tau kita tidur di kamar terpisah. Apalagi pengantin baru,"

"Jangan-jangan... Mas Fahri tuh cuma mau ngambil kesempatan yaaa...??" tuduhnya.

Fahri membuang napas kasar. Mencoba bersabar. "Tenang aja... Mas Fahri nggak akan macem-macem kok sama kamu,"

Dira memicingkan mata, berusaha mengorek apakah ada kebohongan di kedua netra Fahri. "Awas aja yaa... Kalo sampe berani macem-macem ke aku...!" ancamnya.

"Iya... Yaudah sana tidur, besok kamu kuliah kan?"

*****

"Yuk masuk, Ma, Pa." ucap Fahri sambil mengambil alih koper yang dibawa papanya.

Selama ini, kedua orang tuanya yang asli Klaten, memang tinggal di Jogjakarta.

"Assalamu'alaikum... Ma... Pa... Apa kabar...?" sambut Dira berusaha seramah mungkin, sambil mencium tangan kedua orang tua Fahri dengan sopan.

"Wa'alaikumsalam, alhamdulillah... Kabar kami baik. Kamu sendiri gimana kabarnya, Nak?" jawab pria paruh baya yang tak lain adalah papa Fahri, sambil tersenyum ramah.