Dira baru saja usai mengikuti semua mata kuliah. Tangannya dengan lincah mengetik sesuatu di hp-nya. Ya, dia baru saja memesan jasa taksi online. Karena hari ini tidak ada yang bisa menjemputnya, dan Sisi pun sedang libur, alias tidak ada jadwal kuliah.
Dia mempercepat langkahnya menuju halte depan kampus. Tak lama kemudian, hp-nya berdering...
"Halo, assalamu'alaikum Ma..."
"Wa'alaikumsalam," jawab Mama di seberang sana, sambil terisak.
"Mama nangis...?? Ada apa Ma...??" tanya Dira penuh kecemasan.
"Dira... Papa kamu..." ucap Mama terbata.
"Papa kenapa Maa...??"
"Papa kamu siang tadi jatuh di kamar mandi kantornya. Lalu segera dibawa ke Rumah Sakit Pelita Harapan... Dignosa dokter, Papa kamu terkena serangan jantung mendadak. Papa sempat koma dan dirawat di ICU..." lanjut Mama sambil terisak.
"Terus gimana keadaan Papa sekarang, Ma...??" tanya Dira penuh kekhawatiran, dan dia juga mulai menangis.
"Sekarang kondisi Papa mulai membaik. Dan sudah dipindahkan ke ruang rawat..."
Isakan Dira semakin keras. "Kasih tau aku di ruang mana Papa dirawat?"
Mama-pun segera memberitahu lantai dan kamar tempat Papa dirawat.
*****
Rumah Sakit Pelita Harapan.
"Pa, Papa...!" Dira menerobos masuk ke dalam sebuah ruangan bernomor 408.
Dilihatnya Papa berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan wajah pucat dan lemah. Selang infus terpasang di tangannya. Setengah berlari Dira menghampiri papanya.
"Papa... Dira mohon... Papa jangan kenapa-kenapa ya... Papa harus sembuh..." dia sesenggukan sambil memeluk papanya.
"Maafin Dira Pa..., karena udah jadi anak yang durhaka..." tangis Dira semakin kencang.
"Mulai sekarang, Dira akan nurutin semua ucapan Papa... Dira akan patuh sama Papa... Asal Papa sembuh...!" tangis Dira semakin menjadi-jadi.
Papa membelai rambut Dira dengan lemah.
Dira berusaha berhenti menangis, diusapnya air matanya. Lalu dia menarik napas dalam-dalam, "Dira mau menerima perjodohan itu...!"
Papa, serta Mama yang sedang berdiri di samping Dira, tampak begitu terkejut.
"Kamu... yakin, Sayang...?" tanya Papa lemah.
Dira mengangguk mantap, "Selama ini, Dira belum pernah membahagiakan Mama dan Papa. Kalau perjodohan ini bisa membuat Mama dan Papa bahagia, Dira akan lakukan itu. Asal... Papa harus sembuh...,"
Mata Papa dan Mama tampak berkaca-kaca, menahan haru.
"Terima kasih banyak ya Sayang...," ucap Papa lembut.
***
Seminggu kemudian.
Pagi itu, seperti biasa Papa sedang bersiap-siap untuk ke kantor.
"Pa..." gumam Mama sambil memasangkan dasi di kemeja suaminya itu.
"Mama... Jadi merasa bersalah..." lanjutnya sambil menarik tangannya. Dasi Papa sudah terpasang dengan rapi.
"Mama lagi ngomongin apa sih...?"
"Ya tentu aja tentang kebohongan kita Pa. Sandiwara kita waktu itu, kalau Papa kena serangan jantung. Mama jadi kasian sama Dira, karena kita udah membohonginya...,"
"Apa boleh buat Ma. Itu satu-satunya cara. Agar dia mau menerima perjodohan ini. Sstt, sudah. Kita jangan bahas ini lagi. Ini hanya rahasia kita, dan juga Adit. Kalau Dira tau, bisa-bisa dia semakin marah sama kita,"
Nyonya Amanda tidak dapat berkata apa-apa lagi.
*****
Hari Minggu, sebuah kafe.
"Ada apa sih, Sayang? Tumben, kamu minta ketemuan mendadak gini," tanya Alif lembut.
Dira terdiam sesaat, berusaha mengumpulkan keberanian. Kemudian, digenggamnya tangan Alif dengan perlahan.
"Lif, maafin aku ya..."
Alif mengernyitkan dahi, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak.
"Sebaiknya... Mulai sekarang... kita... Putus."
Alif tercekat luar biasa. Seolah ada sebuah palu besar yang menghantam dadanya.
"Kamu... bercanda kan...?" balasnya sambil menarik tangannya dengan cepat.
"Aku serius," lanjut Dira sambil berusaha mengalihkan pandangannya dari Alif.
"Tapi kenapa...? Aku punya salah sama kamu...? Coba, kamu bilang. Apa salah aku. Biar aku bisa perbaikin...!"
Dira menggeleng lemah, "Kamu nggak salah apa-apa kok Lif,"
"Terus kenapaa...??" tanya Alif hampir frustasi.
"Aku... mau dijodohin,"
"Terus kamu mau!??" sentak Alif cepat.
"Aku nggak ada pilihan lain, Lif. Aku gak mau jadi anak durhaka. Apalagi Papa habis kena serangan jantung. Aku gak mau terjadi apa-apa sama Papa,"
Alif melengos.
"Maafin aku, Lif..." air mata Dira mulai merebak.
Alif membuang napas kasar, kemudian dengan perlahan dia menggenggam kedua tangan Dira dengan erat. "Kamu sayang aku kan...? Kamu cinta kan... sama aku...?"
"Iya, aku emang sayang dan cinta sama kamu. Tapi aku juga gak mau membantah keinginan Papa dan Mama..."
Alif menarik napas lagi, berusaha mengontrol dirinya yang mulai kacau, "Kita kawin lari aja!"
Kedua mata Dira membulat hebat, cepat-cepat ditariknya tangannya, "Itu gak mungkin! Bisa-bisa penyakit jantung Papa kumat lagi. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Papa, aku gak akan bisa maafin diri aku sendiri..."
Alif mengacak rambutnya dengan frustasi. "Tapi aku cinta banget sama kamu...!"
Dira mulai terisak pelan, "Maafin aku, Lif..." lirihnya. Kemudian dia bergegas bangkit dari duduk, "Sory, aku nggak bisa lama-lama..." sambung Dira sambil berlalu dari hadapan Alif dengan cepat.
"Diraaa...! Tungguuuu...! Jangan tinggalin akuu...! Aku cinta banget sama kamuuuu...!!" teriak Alif kencang, seperti orang frustasi. Tak dihiraukannya pandangan para pengunjung kafe yang lain, yang menatapnya dengan heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Yani Ekawati
itulah cinta????
2021-07-20
0
ryemi
😭😭😭😭
2021-04-25
0
Muniroh Mumun
yaaah ...kok Alif g di buat jatuh cinta sama temen kampusnya thoorr ...kan kasihan ya ....
2021-04-17
0