Simalakama

Dewi Laksmi

"Assalamu'alaikuum, Maas," panggilku sambil mengetuk pintu kamar hotel.

Aku benar-benar menyesal. Bisa-bisanya aku ketiduran setelah meminum obat flu. Padahal dari jam delapan malam aku sudah siap-siap. Sudah dandan cantik dan modis. Rencananya sih mau malam pertama.

Saat aku bangun ternyata sudah jam satu malam lewat dua belas menit. Awalnya iseng sih mau tidur dulu sepuluh menit karena ngantuk berat. Sengaja menyalakan alarm agar tidak ketiduran. Eh, ujung-ujungnya malah ketiduran.

"Acaranya sudah mulai cinta."

"Kamu di mana?"

"Sudah sampai mana?"

Aku membuka dan membaca kembali pesan dari Mas Zul. Serius, aku merasa berasalah.

Dia bakal marah tidak, ya?

Aku ragu, batinku kalut. Karena tidak ada sahutan dari dalam, akupun menelepon Mas Zul. Sampai tiga kali panggilan tapi tetap tidak diangkat.

Dia pasti sudah tidur.

"Maas."

Tak putus asa, aku kembali memanggilnya. Lagi-lagi tidak ada sahutan. Aku akhirnya kembali ke resepsionis untuk meminta bantuan.

"Ya, Bu. Ada yang bisa kami bantu?"

"Maaf Kak, bisa tolong telepon kamar nomor 33? Aku istrinya pak Zulfikar Saga Antasena. Aku sudah ke unit kamarnya tapi tidak ada sahutan," keluhku pada resepsionis.

"Oh, oke. Baik Bu, mohon tunggu sebentar ya."

"Ya," aku mengangguk.

"Kalau sudah tersambung, aku mau bicara," sambungku.

"Baik," jawab resepsionis tersebut.

Rupanya, ditelepon menggunakan telepon pararelpun, suamiku sulit bangun. Kulihat resepsionis telah melakukan pangilan sebanyak tiga kali.

Higga akhirnya pada panggilan keempat, aku melihat ada titik terang. Resepsionis melambaikan tangan padaku. Aku bergegas menghampirinya dengan berlali.

"Hallo Mas, maaf Mas aku ketiduran. Aku tak sengaja Mas. Aku menyesal, aku minta maaf ya Mas. Please...."

Langsung memberondong dia dengan kalimat permintaan maaf sebelum Mas Zul bertanya ataupun mengatakan apapun.

"Oh, tidak apa-apa cinta. Mas juga minta maaf. "

Sura Mas Zul terdengar lemah dan gemetar, mungkin karena baru bangun tidur.

"Mas, aku ke kamar sekarang ya, aku sudah panggil-panggil Mas lho dari tadi, tapi Masnya gak bangun-bangun."

"Ya cinta, Mas ke-kelelahan, emm ... mungkin karena banyak yang Mas harus kerjakan," lirihnya. Lagi, suaranya lemas. Padahal, aslinya suara Mas Zul itu berat dan seksi.

"Oke." Aku menutup telepon.

"Terima kasih ya, Kak," ucapku pada resepsionis.

"Sama-sama, Bu."

Aku beranjak dengan semangat menggebu. Semoga saja Mas Zul masih bersemangat untuk melakukan malam pertama kita. Kalaupun tidak sekarang, ya ... kita bisa melakukan itu pada pagi harinya.

Di dalam lift aku tersipu karena membayangkan hal itu. Bahkan senyum-senyum sendiri sampai tak terasa sudah tiba lagi di depan kamar yang kumaksud. Aku lantas mengetuk pintu.

'Klak.' Pintu terbuka.

"Mas, maaf."

Langsung berhambur memeluknya saat Mas Zul membuka pintu. Entah kenapa, aku merasa dia kurang merespon pelukanku. Oh, mungkin suamiku masih mengantuk.

"Cantik sekali," pujinya. Menatap penampilanku.

"Ya dong, kan kamunya juga ganteng."

Aku balik memujinya sambil mengusap dada bidangnya yang masih bebalut kemeja kantor yang terlihat sudah kusut.

"Kamarnya bagus banget Mas."

"Ya cinta, inikan kamar kelas presiden," jelasnya sambil duduk di tempat tidur yang digelari bed cover.

Akupun duduk di sisinya dan memeluk bahunya. Mau menagih malam pertama, tapi malu. Lagipula, Mas Zulnya juga terlihat tidak bergairah.

"Mas, kok tempat tidurnya digelari bed cover segala?" tanyaku.

Sebenarnya tidak apa-apasih, hanya saja aku melihatnya sedikit aneh. Biasanya kan bed cover digelar di bagian ujung tempat tidur.

"O-oh, i-ini sengaja cinta, biar semakin hangat dan kasurnya makin tebal," jawabnya.

"Hehehe, dan sekarang Mas akan semakin hangat karena ada aku," rayuku. Kembali bergelayut di bahunya. Semoga saja Mas Zul mengerti kalau aku ingin segera melakukan itu.

"Cinta, emm ... a-anu ma-maaf ya, malam ini ... kita tunda dulu ya malam pertamanya, Mas lelah," katanya. Sungguh, ini kalimat yang sangat mengecewakan, tapi aku berusaha biasa saja dan baik-baik saja. Toh, ini memang salahku.

"Tidak apa-apa Mas, hehehe. Tapi, kalau pagi-pagi, boleh ya," tawarku sambil membelai rambutnya yang terlihat kusut.

"Ehm, bo-boleh," jawabnya seraya membaringkan diri.

Aku duduk di sisi tempat tidur sambil menatapnya. Mungkin hanya perasaanku saja, aku merasa Mas Zul mengatakan 'boleh' dengan sedikit ragu.

Aku kemudian mengganti busanaku dengan piyama super seksi. Lalu merebahkan kepala di lengan kokohnya, memeluk tubuhnya.

Sabar Dewi Laksmi, kamu harus sabar.

Aku mensugesti diriku sendiri. Ya, aku memang harus bersabar. Seperti halnya dulu aku bersabar saat berusaha keras untuk mendapatkan hatinya.

Aku dan Mas Zul dijodohkan. Saat pertama kali melihatnya di acara perjodohan itu, aku langsung jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Siapa sih yang tidak suka dengan pria setampan ini? Aku mengelus dadanya.

Aku percaya diri bisa mendapatkan hatinya. Kenapa? Pertama, karena banyak yang mengatakan kalau aku cantik. Kedua, aku berasal dari keluarga kaya-raya. Dari segi harta orang tua, aku dan Mas Zul sepadan. Ketiga, aku mendapatkan dukungan dari orang tua Mas Zul dan seluruh keluarga besarnya.

Papanya Mas Zul adalah kolega bisnis papiku. Mereka telah bekerja sama dalam waktu yang lama.

Mas Zul sebenarnya sempat memiliki kekasih, tapi diputuskan oleh Mas Zul karena dia gila harta. Mas Zul sering dijadikan bahan pamer oleh mantan kekasihnya. Walaupun kaya-raya, Mas Zul sangat menyukai kesederhanaan. Ia tentu saja tidak menyukai wanita sombong seperti mantan kekasihnya.

Setelah aku telusuri, mantan kekasih Mas Zul ternyata berasal dari keluarga sederhana. Hal ini membuatku semakin jatuh cinta. Mas Zul tidak sombong dengan kekayaannya. Dia menyikapi setiap perbedaan sebagai nikmat Tuhan yang harus disyukuri.

Setelah resmi melajang, ia akhirnya menerima perjodohan denganku. Kami dijodohkan oleh kedua orang tua kami. Saat pertama kali aku bertemu dan berbicara dengannya, Mas Zul berkata ....

"Maaf, aku belum mencintai kamu. Tapi aku akan berusaha. Aku sangat mencintai keluargaku. Jadi, aku tidak akan mengecewakan mereka. Jika kamu menyukaiku, mari lanjutkan perjodohan ini dan berusahalah agar aku jatuh cinta padamu."

Aku masih mengingat kalimat yang ia utarakan pada saat itu. Masih ingat jua bagaimana dinginnya mata indah ini saat menatapku.

Cup, aku mengecup kelopak matanya yang terpejam.

"Mas, gak ganti baju dulu? Aku kan bawa baju gantinya," bisikku. Dia membuka mata, lalu menarikku ke dalam dekapannya.

"Besok saja ya cinta gantinya, tidak apa-apakan?" katanya.

Ia mengelus rambutku lalu mengecup puncak kepalaku berkali-lali. Aku bahagia, aku menghidu aroma dadanya. Mungkin aku salah, aku merasa ada aroma lain yang menempel di dada suamiku.

Ah, wajar pikikirku, kan Mas Zul baru selesai acara makan malam, ia pasti bersalaman dan berdekatan dengan banyak orang.

"Dewi ...," tiba-tiba memanggilku dengan suara lirih.

"Ya Mas, kenapa?"

Aku menengadahkan kepalaku untuk menatapnya. Dan aku terkejut. Aku melihat bibir Mas Zul gemetar. Aku juga melihat mata Mas Zul berkaca-kaca.

"Mas, kenapa?" Aku menangkup pipinya.

"Cinta ... maafkan Mas ya," dia membelai pipiku.

"M-Mas?" Aku jadi terbata-bata, aku heran pada sikapnya.

"Kenapa?" Aku bertanya lagi.

"Ti-tidak apa-apa Dewi .... Mas hanya merasa tidak pantas mendapatkan cinta dari kamu. Mas merasa belum bisa menjadi suami yang baik untuk kamu. De-Dewi ...." Dia mendekapku erat-erat. Aku semakin kebingungan.

"Mas ... kenapa berbicara seperti itu? Mas, usia pernikahan kita belum genap dua minggu, kalaupun Mas merasa belum bisa jadi suami yang baik, ya wajar. Kita masih sama-sama belajar, aku juga belum jadi istri yang baik kok," ucapku. Seraya mengecup bibirnya yang malam ini terlihat lebih merah dan tebal dari biasanya.

"Wi ... maafkan Mas jika suatu saat Mas menyakiti perasaan kamu dan mengecewakanmu."

Dia mengatakan itu sebelum memagut bibirku. Aku memejamkan mata untuk menikmatinya.

Lumayan lama kita saling terpaut, hingga aku menyadari ada sesuatu yang basah menetes ke pipiku.

Apa ini?

Aku mambuka mata perlahan. Deg, batinku terhenyak. Aku melihat sudut mata Mas Zul yang terpejam mengalirkan air mata. Ternyata ... dia menciumku sambil menangis. Aku baru kali ini melihat dia menangis.

Mas, kamu kenapa? Batinku bertanya-tanya.

Walaupun penasaran, untuk saat ini, aku akan pura-pura tidak melihat tangisannya. Aku sangat merindukannya. Sudah lama sekali aku mendamba semua hal yang dimiliki suamiku ini. Perlahan namun pasti, akupun memberanikan diri untuk membuka kancing bajunya.

"Uhhuk." Sayup kudengar suara batuk.

Aku kaget, dan Mas Zul tampak lebih kaget lagi. Kami saling menatap. Aku melihat dengan jelas dada Mas Zul terengah-engah, dan wajahnyapun memucat.

Aku jadi bingung, sedari awal Mas Zul memang terlihat aneh.

"Mas, aku mendengar su ---."

Aku tidak jadi mengutarakan apa yang kudengar karena Mas Zul tiba-tiba menyerangku. Dia menindihku dan ....

Dan sepertinya ... kami akan melakukan malam pertama kami saat ini juga. Aku pasrah dan mencoba melupakan semua hal aneh yang terjadi pada suamiku.

...~Tbc~...

Terpopuler

Comments

anan

anan

hadir k

2023-01-06

0

Harun

Harun

tuh kan pelakor mencuri start

2022-05-13

2

Vi II

Vi II

semangat💪☺️

2022-02-12

1

lihat semua
Episodes
1 Berawal Dari Sebuah Mimpi
2 Salah Mengenali
3 Simalakama
4 Toxic
5 Pengumuman
6 Rasa yang Membingungkan
7 Pertemuan Tak Terduga
8 Kucing yang Lucu
9 Wanita yang Berbeda
10 Fakta Mulai Terungkap
11 Sebuah Keputusan
12 Sebuah Keputusan [Bagian 2]
13 Mengorbankan Perasaan
14 Izin Pergi ke Bandung
15 Pergi ke Bandung
16 Ketegangan
17 Menjadi Pasangan
18 Madu yang Manis
19 Prahara dan Dilema
20 Hati yang Sulit Difahami
21 Memendam Rasa
22 Mansion VS Apartemen
23 Berpura-pura
24 Rasa yang Menyesakkan Dada
25 Cinta dan Luka
26 Janji Pertemuan
27 Tentang Dia
28 Sebuah Pengakuan
29 Poligami dan Perasaan
30 Pertemuan
31 Rakyat Jelata yang Merebut Hati Pangeran dari Tangan Tuan Putri [Visual]
32 Dilema
33 Asisten Manajer
34 Kebingungan Seorang Sahabat
35 Kehangatan, Kepiluan, dan Kerinduan
36 Bersitegang
37 Bersua Madu
38 Rasa yang Terbelenggu
39 Siasat
40 Bertemu Mama
41 Menghadirkan Sosokmu di Dalam Imajinasiku
42 Sahabat [Visual]
43 Cekcok
44 Membawanya
45 Membawanya [Bagian 2]
46 Menghindari Bayangmu
47 Titik Terang yang Menghangatkan Relung Hati
48 Sebuah Kabar dari Kotak Kecil
49 Madu yang Candu
50 Menghadapi Aral Melintang
51 Kesumat
52 Menolongmu
53 Rasa yang Terucap Jua
54 Terungkap
55 Pengumuman
56 Merasa Bersalah VS Merasa Tertipu
57 Kalah Langkah
58 Kabar Tak Sedap
59 Ke Paris Van Java
60 Mengungkap Tabir
61 Perang Dingin Dimulai [Visual]
62 Aura Positif
63 Aroma Durian
64 Kekhawatiran [Visual]
65 Pangilan Baru dan Fakta Baru
66 Menunggu di Gazebo
67 Pertemuan Keluarga
68 Bertambahnya Titik Terang
69 Bisakah Aku Menghapus Jejakmu?
70 Akan Melepasmu
71 Menyelamatkanmu
72 Bukan Anak Haram
73 Dua Sisi yang Berbeda
74 Sebuah Rencana
75 Berselisih
76 Menghadapi Kenyataan
77 Muai Terkuak
78 Tak Terduga
79 Penyesalan dan Keraguan
80 Sangat Membutuhkannya
81 Mengajukan Kesepakatan
82 Memberi Izin
83 Tragedi
84 Ilfeel and Goodfeel
85 Tamparan Keras
86 Akan Diperkenalkan
87 Gadis Kecil Pembuka Tabir
88 Harus Siap Menjadi Buah Bibir [Bagian 1]
89 Harus Siap Menjadi Buah Bibir [Bagian 2]
90 Kasus dan Fakta
91 Sabilulungan
92 Akan Diinterogasi
93 Ternyata Seorang Aa
94 Proses Interogasi
95 Pasca Interogasi
96 Dendam Kesumat
97 Ada yang Mencurigakan
98 Bestie
99 Luluh dan Menyangkal
100 Tragedi [Bagian 1]
101 Tragedi [Bagian 2]
102 Penyelamat Rahasia
103 Menenangkan Diri
104 Gurindam Tak Bersajak
105 The Mission
106 Meminta Tanda Tangan
107 Pesan Provokasi
108 Menantu Kesayangan [Visual]
109 Pembicaraan PENTING! [Visual]
110 Skenario
111 Malam yang Bimbang; Menyenangkan dan Menakutkan
112 Ada Apa Ya?
113 Peristiwa [Bagian 1]
114 Peristiwa [Bagian 2]
115 Terucap Jua
116 Ambulance Misterius
117 Maaf
118 Lolos
119 Masa Lalu
120 Tak Bisa Memutuskan
121 Mendapatkan Payung Hukum
122 Sekeping Hati
123 Hasil USG
124 Dua Sisi
125 Maaf
126 Saran dari Senior
127 Diproses Secara Hukum
128 Ancaman Misterius
129 Akur? [Visual]
130 Hari yang Mengesankan
131 Mengaguminya
132 Permohonan Maaf
133 Belum Memaafkan
134 Sudah Memaafkan?
135 Khoto Wanisyian
136 Pergi Sejenak
137 Firasat
138 Merajuk Membujuk
139 Ada yang Panik
140 Malam yang Berkesan
141 Debaran Hati [Visual]
142 Mengantarnya
143 Hasil Autopsi
144 Entahlah
145 Senyuman yang Mengalihkan Dunia
146 Perjodohan
147 Biarlah Kupertanggungjawabkan di Hadapan-Nya
148 Menunggu Jawaban dari Langit
149 Fakta dari Barang Bukti
150 Mencegah Masalah Baru [Visual]
151 Berusaha Meredam Diri
152 Lembur
153 Dampak Berbagi Ranjang
154 Trauma?
155 Mitoni
156 Obrolan di Taman Belakang
157 Sebuah Fakta VS Sebuah Ide
158 Penipu Ulung
159 Terima Kasih Orang-orang Baik
160 Persiapan Gelar Perkara
161 Demi Dia yang Tidak Berdosa
162 The Moment [Bagian 1]
163 The Moment [Bagian 2]
164 The Moment [Bagian 3]
165 Pengumuman
166 Daddy and Mommy
167 Tiga Sisi
168 Masih Bersabar
169 Pintu Maaf yang Sulit Terbuka
170 Membebaskan Diri dari Tipu Muslihat
171 Tangisan VS Senyuman
172 Milikku!
173 Hikayat Cinta
174 Menjemput Rindu
175 Sampai Demam
176 Wejangan
177 My Heavenly Angel
178 Kamar Bintang Tujuh
179 Banyak Bintangnya
180 Cinta Itu Aneh
181 Bahasa Cinta
182 Sosok yang Berbeda
183 Kakak Beradik
184 Buah Hati yang Ketiga
185 Kejutan
186 Hari yang Istimewa di Tempat yang Istimewa
187 Kabar
188 Sisi Kehidupan
189 Boncap
Episodes

Updated 189 Episodes

1
Berawal Dari Sebuah Mimpi
2
Salah Mengenali
3
Simalakama
4
Toxic
5
Pengumuman
6
Rasa yang Membingungkan
7
Pertemuan Tak Terduga
8
Kucing yang Lucu
9
Wanita yang Berbeda
10
Fakta Mulai Terungkap
11
Sebuah Keputusan
12
Sebuah Keputusan [Bagian 2]
13
Mengorbankan Perasaan
14
Izin Pergi ke Bandung
15
Pergi ke Bandung
16
Ketegangan
17
Menjadi Pasangan
18
Madu yang Manis
19
Prahara dan Dilema
20
Hati yang Sulit Difahami
21
Memendam Rasa
22
Mansion VS Apartemen
23
Berpura-pura
24
Rasa yang Menyesakkan Dada
25
Cinta dan Luka
26
Janji Pertemuan
27
Tentang Dia
28
Sebuah Pengakuan
29
Poligami dan Perasaan
30
Pertemuan
31
Rakyat Jelata yang Merebut Hati Pangeran dari Tangan Tuan Putri [Visual]
32
Dilema
33
Asisten Manajer
34
Kebingungan Seorang Sahabat
35
Kehangatan, Kepiluan, dan Kerinduan
36
Bersitegang
37
Bersua Madu
38
Rasa yang Terbelenggu
39
Siasat
40
Bertemu Mama
41
Menghadirkan Sosokmu di Dalam Imajinasiku
42
Sahabat [Visual]
43
Cekcok
44
Membawanya
45
Membawanya [Bagian 2]
46
Menghindari Bayangmu
47
Titik Terang yang Menghangatkan Relung Hati
48
Sebuah Kabar dari Kotak Kecil
49
Madu yang Candu
50
Menghadapi Aral Melintang
51
Kesumat
52
Menolongmu
53
Rasa yang Terucap Jua
54
Terungkap
55
Pengumuman
56
Merasa Bersalah VS Merasa Tertipu
57
Kalah Langkah
58
Kabar Tak Sedap
59
Ke Paris Van Java
60
Mengungkap Tabir
61
Perang Dingin Dimulai [Visual]
62
Aura Positif
63
Aroma Durian
64
Kekhawatiran [Visual]
65
Pangilan Baru dan Fakta Baru
66
Menunggu di Gazebo
67
Pertemuan Keluarga
68
Bertambahnya Titik Terang
69
Bisakah Aku Menghapus Jejakmu?
70
Akan Melepasmu
71
Menyelamatkanmu
72
Bukan Anak Haram
73
Dua Sisi yang Berbeda
74
Sebuah Rencana
75
Berselisih
76
Menghadapi Kenyataan
77
Muai Terkuak
78
Tak Terduga
79
Penyesalan dan Keraguan
80
Sangat Membutuhkannya
81
Mengajukan Kesepakatan
82
Memberi Izin
83
Tragedi
84
Ilfeel and Goodfeel
85
Tamparan Keras
86
Akan Diperkenalkan
87
Gadis Kecil Pembuka Tabir
88
Harus Siap Menjadi Buah Bibir [Bagian 1]
89
Harus Siap Menjadi Buah Bibir [Bagian 2]
90
Kasus dan Fakta
91
Sabilulungan
92
Akan Diinterogasi
93
Ternyata Seorang Aa
94
Proses Interogasi
95
Pasca Interogasi
96
Dendam Kesumat
97
Ada yang Mencurigakan
98
Bestie
99
Luluh dan Menyangkal
100
Tragedi [Bagian 1]
101
Tragedi [Bagian 2]
102
Penyelamat Rahasia
103
Menenangkan Diri
104
Gurindam Tak Bersajak
105
The Mission
106
Meminta Tanda Tangan
107
Pesan Provokasi
108
Menantu Kesayangan [Visual]
109
Pembicaraan PENTING! [Visual]
110
Skenario
111
Malam yang Bimbang; Menyenangkan dan Menakutkan
112
Ada Apa Ya?
113
Peristiwa [Bagian 1]
114
Peristiwa [Bagian 2]
115
Terucap Jua
116
Ambulance Misterius
117
Maaf
118
Lolos
119
Masa Lalu
120
Tak Bisa Memutuskan
121
Mendapatkan Payung Hukum
122
Sekeping Hati
123
Hasil USG
124
Dua Sisi
125
Maaf
126
Saran dari Senior
127
Diproses Secara Hukum
128
Ancaman Misterius
129
Akur? [Visual]
130
Hari yang Mengesankan
131
Mengaguminya
132
Permohonan Maaf
133
Belum Memaafkan
134
Sudah Memaafkan?
135
Khoto Wanisyian
136
Pergi Sejenak
137
Firasat
138
Merajuk Membujuk
139
Ada yang Panik
140
Malam yang Berkesan
141
Debaran Hati [Visual]
142
Mengantarnya
143
Hasil Autopsi
144
Entahlah
145
Senyuman yang Mengalihkan Dunia
146
Perjodohan
147
Biarlah Kupertanggungjawabkan di Hadapan-Nya
148
Menunggu Jawaban dari Langit
149
Fakta dari Barang Bukti
150
Mencegah Masalah Baru [Visual]
151
Berusaha Meredam Diri
152
Lembur
153
Dampak Berbagi Ranjang
154
Trauma?
155
Mitoni
156
Obrolan di Taman Belakang
157
Sebuah Fakta VS Sebuah Ide
158
Penipu Ulung
159
Terima Kasih Orang-orang Baik
160
Persiapan Gelar Perkara
161
Demi Dia yang Tidak Berdosa
162
The Moment [Bagian 1]
163
The Moment [Bagian 2]
164
The Moment [Bagian 3]
165
Pengumuman
166
Daddy and Mommy
167
Tiga Sisi
168
Masih Bersabar
169
Pintu Maaf yang Sulit Terbuka
170
Membebaskan Diri dari Tipu Muslihat
171
Tangisan VS Senyuman
172
Milikku!
173
Hikayat Cinta
174
Menjemput Rindu
175
Sampai Demam
176
Wejangan
177
My Heavenly Angel
178
Kamar Bintang Tujuh
179
Banyak Bintangnya
180
Cinta Itu Aneh
181
Bahasa Cinta
182
Sosok yang Berbeda
183
Kakak Beradik
184
Buah Hati yang Ketiga
185
Kejutan
186
Hari yang Istimewa di Tempat yang Istimewa
187
Kabar
188
Sisi Kehidupan
189
Boncap

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!