Zulfikar Saga Antasena
Syukurlah, kamar nomor 33 telah berada di depanku. Tap, aku menempelkan kunci elektriknya dengan tangan gemetar. Aku mulai mabuk, pikiranku melanglang buana.
Yang ada di anganku adalah semua hal tentang Dewi. Dewi, Dewi dan Dewi. Aku tak sabar ingin menumpahkan segenap rasa ini. Aku ingin bercinta saat ini juga, n a f s u ku bergelora. Pandanganku tidak fokus, semua yang kulihat berbayang dan seolah bermutasi.
'Klak.'
Pintu kamar terbuka, aku berjalan sempoyongan sambil memijat keningku.
Deg, jantungku hampir loncat.
Benar kan? Apa kubilang, hahaha.
Dewi ternyata sudah berada di kamar, dia terlentang pasrah di tempat tidur. Resepsionis sepertinya memberikan kunci duplikat pada Dewi.
Oh ... seksinya.
Dia bahkan terlihat jauh lebih cantik dan seksi dari biasanya. Pakaian dalamnya hanya terhalang oleh singlet dan setrit. Sungguh, dia tampak berisi. Aku menatap tubuhnya sambil melucuti pakaianku.
Aku bahkan tak sempat menyapanya. Hasrat ini terlalu kuat. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku. Aku merangkak ke tempat tidur dan menindihnya.
Dewi sepertinya kaget, tapi dia juga tak mengatakan apapun. Sekilas, aku melihat matanya terpejam. Apakah dia tidur? Ah, biarkan saja, aku tak peduli.
Kucumbui tubuhnya, aroma tubuhnya berbeda, mungkin dia sengaja mengganti parfumnya untuk membuatku lebih terkesan.
Napasku tak lagi beraturan. Ini kian mendesak dan menuntut, aku memejamkan mata saat menyambar bibirnya. Terasa sedikit kaku. Dewi juga seolah ingin menghindar dari bibirku, jelas aku memaksanya. Toh, ini adalah hakku. Lagi, aroma bibirnya terasa berbeda. Tapi ... aku sangat menyukainya.
Dewi memantik gairahku, dia berakting seolah sangat pemalu dan tak pernah kissing. Hal ini membuatku semakin gemas. Aku menjamah sekujur tubuhnya, tak kulewati satu incipun, dan Dewi mulai terpengaruh. Ia m e n d e s a h - d e s a h. Terdengar syahdu di telingaku.
Saat aku berkelana di sana, lucunya ... tubuhnya menolak, dia bahkan sampai menepis tanganku. Aku jadi semakin penasaran dan nakal.
"Ja-jangan ...." Aku mendengar gumamannya.
Aku terus memaksa, aku jelas tak sabaran, tubuhku telah terpengaruh minuman itu. Aku tak terkendali, hingga akhirnya ....
Aku berhasil meraihnya dengan susah-payah. Dewi cintaku, kamu sekarang milikku seutuhnya.
"Ahh ... hmm ... sa-sakiiit ...."
Dewi kesakitan. Ya, ini pertama kalinya untuk kita berdua. Walaupun aku bukan pria baik, tapi ... tidak ada dalam kamusku teori s e k s sebelum menikah. Dewi terus merintih, bahkan menangis. Tapi aku tak peduli, aku tidak bisa berhenti.
"Ja-jangan, ti-tidak .... Huuu ... huuks." Dewi cintaku menangis. Aku meraih tangannya, aku juga menautkan bibirku agar Dewi tidak kesakitan lagi.
Lama berpacu, Dewi sepertinya jadi terbiasa. Dia memeluk tubuhku yang dipenuhi peluh, dia membelai rambutku, lalu memagut bibirku dengan gaya yang sangat lembut dan tak biasa. Aku menikmati semua ini dengan mata terpejam. Kusalurkan seluruh gelora cinta ini tanpa untaian kata.
Entah sudah berapa lama kami menyatu dan terpaut, hingga akhirnya ... aku mencapai batasku dan menumpahkan seluruhnya. Aku tak mengingat kejadian selanjutnya. Yang jelas, saat ini ... aku tengah terlelap seraya memeluk tubuh polosnya yang kulitnya terasa sehalus sutra.
Aku mengecup puncak kepalanya. Aku baru sadar kalau kulit Dewi sehalus ini. Dewi juga memintal rambut panjangnya. Biasanya, dia selalu menggerai rambutnya.
Terima kasih, i love you, jadilah bidadariku, kataku dalam hati.
...🍒🍒🍒...
Daini Hanindiya Putri Sadikin
"Emmh ...."
Perlahan aku membuka mata, entah ini jam berapa, aku tak tahu. Nyawaku belum terkumpul. Kak Listi sepertinya memelukku. Anehnya, badannya terasa berat. Padahal, Kak Listi kan tinggi dan kurus. Harusnya bobotnya tak seberat ini.
Pandangan pertama yang aku lihat adalah furniture mewah dan televisi super besar yang menempel di dinding kamar ini. Aku baru sadar jika kamar yang ku inapi ternyata semewah ini.
Aku sampai mengerjapkan mata saking tak percayanya. Tapi, pemandangan di hadapanku tidak berubah. Bukan, kamar ini bukan lagi mewah, tapi ... sangat megah.
Ya ampun, aku tidak salah kamar, kan? Ah, mana mungkin. Salah kamar hanya berlaku di dunia novel, dunia nyataku tidak mungkin seperti itu.
"Uhh ...."
Apa ini? Kenapa badanku terasa sakit? Dan di sana ... ke-kenapa? Ke-kenapa terasa ngilu dan perih?
Jantungku mulai berdegup cepat. Aku yang tidur menyamping dan dipeluk Kak Listi menundukkan kepala perlahan untuk melihat tubuhku.
Deg.
Tidaaak, apa aku tidur tanpa busana?
Segera ku bekap mulutku kuat-kuat. Ku gigit bibirku juga untuk mengendalikan segenap kepanikan ini. Mataku membulat sempurna.
Ti-tidak mungkin.
Tatapanku kemudian turun pada tangan dari sosok yang memelukku.
A-APA?!
Andai teriakanku bisa diutarakan, mungkin suara jeritanku akan menandingi pekakkan halilintar.
Tubuhku spontan gemetar. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat sebuah tangan besar melingkar di pinggangku, kulitnya kuning langsat dan bersih, dihiasi bulu-bulu ikal yang tampak terawat, serta sebuah jam tangan mahal berwarna dark silver.
Astaghfirullahaladzim ....
Apa gerangan yang telah terjadi? Apa kejadian semalam bukan mimpi? Semalam, aku ... aku telah melakukan sesuatu yang nista dan hina.
A-apa aku telah berzina?
Lalu ... siapa pria jahat ini? Apa dia sengaja menjebakku? Apa aku telah dijual atau dikerjai seseorang? Tapi ... apa alasan dari semua ini? Aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
Aku tak kuasa menahan seluruh gejolak ini. Aku ingin segera pergi dari pria biadab ini. Aku juga harus membersihkan tubuh kotor ini, lalu melapor pada polisi dan memenjarakan semua orang yang telah berani menjebakku.
"Huuuks."
Aku terisak sambil berusaha melepaskan diri dari pria b r e n g s e k ini. Aku menepis tangannya.
S i a l!
Dia malah mendekapku kian erat. Tangannya bahkan menelusup nakal ke daerah sana.
Menjijikkan!
"Ahh, lepaskan aku! K e p a r a t!"
Aku meraih tangannya, lalu kugigit dengan sekuat tenaga.
"Aaargh."
Dia beteriak, dan terbangun. Lalu duduk, dan meringis. Kemudian mengucek matanya beberapa kali.
Aku beringsut, menarik selimut dan mundur ke ujung tempat tidur. Aku menatap sosok itu seraya membelalakan mata.
Saat dia mengibas rambutnya, aku ingat benar jika pria ini adalah ....
Zulfikar Saga Antasena?
Di-dia?
Dia adalah Direktur baru perusahaanku yang semalam diperkenalkan oleh Direktur Eksekutif, pak Aryo Antesena.
Tubuhku mendadak lemas, aku tidak bisa menyikapi kenyataan ini, aku tak sanggup menghadapi fakta mengerikan ini.
Mataku berkunang-kunang, kepalaku pusing tujuh keliling. Aku shock, jiwa dan ragaku terguncang hebat. Kegelapan tiba-tiba melanda.
Aku ... aku ... terkulai dan melupakan semuanya.
Aku ....
Pingsan.
...🍒🍒🍒...
Zulfikar Saga Antasena
"Aaargh," teriakku.
Bukannya disambut hangat, Dewi malah menggigit tanganku. Entah apa motifnya, aku bingung. Aku duduk, dan meringis. Kemudian mengucek mataku beberapa kali. Malam pertama yang aneh pikirku, aku kan masih mau peluk-pelukan. Selain itu, tubuhku juga lelah. Aku butuh istirahat.
"Sakit tahu cinta. Lihat tangan Mas, sampai merah begini?"
Aku mengulurkan tangan pada Dewi yang tergeletak di ujung tempat tidur, wajahnya terhalang selimut, namun sebagian tubuhnya terekspos, dan itu ... sangat seksi.
Secara naluriah dan fisiologis, sistem hormonku langsung bereaksi. Aku jadi ingin mengulang kembali adegan percintaan itu.
Dewi menggigitku mungkin sebagai ungkapan balas dendam karena semalam aku telah menyakitinya. Aku tersenyum bangga, ku usap titik merah di sprei ini sambil membayangkan kembali kejadian itu.
Aku yakin jika noda merah ini berasal dari Dewi.
"Cinta, maaf ya ... semalam aku sedikit kasar."
Aku merangkak mendekatinya sambil mengusap kaki indahnya yang mengintip di balik selimut.
"Dewi cintaku, sebelum mandi, ayo kita lakukan lagi. Semalam aku agak kasar karena pengaruh obat. Aku yakin paklik dalangnya. Sekarang aku akan melakukannya dengan lembut, mau ya ...," bisikku.
Aku menempelkan bibirku di cuping telinganya.
Perlahan, aku membuka selimut yang menutupi wajahnya. Kali ini, Dewi sedikit aneh, apa maksudnya coba? Masa dia tidak merespon ucapanku? Dewi seolah-olah tak peduli dengan apapun yang ku ucapkan.
"Dewi cintaku, Mas mau ---."
DEG, jantungku bak dihantam gada. Tanganku gemetar, wajahku pastinya pucat pasi. Tubuhku kaku dan membantu. Saat selimut itu ku buka, yang ku lihat bukanlah Dewi.
Lalu ....
Siapa? Siapa wanita ini?
"Ti-tidak mungkin, ini pasti salah, ini pasti mimpi."
Aku mengelak dan sangat berharap jika yang ku lihat saat ini hanyalah fatamorgana. Ku pukul pipiku kuat-kuat. Aku ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.
'PLAK.'
'PLAK.'
Dua kali pukulan di pipi kiri dan kanan. Pukulan tanganku sangat kuat hingga telingaku berdenging.
Tapi ... apa yang terjadi?
Wanita j a l a n g itu masih tergeletak di tempat tidurku. Berarti, ini bukan mimpi?
"Tidaaak."
Aku mundur beberapa langkah untuk menjauh dari wanita terkutuk itu. Ku raba tubuhku sambil becermin. Jelas, yang aku kenakan hanya pakaian dalam bagian bawah.
"Astaghfirullahaladzim, kenapa jadi seperti ini? Kenapaaa?" teriakku.
Dadaku panas seketika, aku yakin wanita ini sengaja masuk ke kamarku untuk mendapatkan uang.
Atau ... dia sengaja dikirim oleh rivalku untuk menjatuhkan nama baikku dan nama baik perusahaan. Itu artinya, yang menaruh perangsang di jus jeruk itu pasti bukan paklik.
"K u r a n g a j a r!"
'PRAK.'
Aku meninju cermin. Pecahannya berhamburan ke lantai, buku tanganku terluka. Tapi aku tak peduli.
Aku harus memberi pelajaran pada wanita ini. Dia harus bertanggung jawab dan mengakui kesalahannya. Kalau perlu, aku akan merobek mulutnya agar dia mengatakan motif bulusnya hingga berani naik ke ranjangku, mengorbankan keperawanannya, dan mengambil keperjakaanku.
Aku memakai kembali pakaianku yang bececeran dengan tergesa. Wajahku merah padam, amarahku memuncak hingga ubun-ubun. Aku harus segera memberi pelajaran pada j a l a n g ini.
"Bangun kamu! Bangun!" teriakku. Sambil melempar bantal dan guling ke wajahnya. Tapi dia diam saja, tubuhnya bergeming bak orang pingsan.
"K u r a n g a j a r!" Aku mengatur napas.
Mungkin i b l i s baru saja mengendalikan emosiku. Tadi sepintas terbesit ingin membunuhnya dengan cara menyekapnya dengan bantal, lalu merusak wajah cantiknya itu agar aku puas.
"Bangun kamu!"
Aku merangkak, lalu menarik kaki jenjangnya dengan kasar hingga tubuhnya terjatuh dari ranjang. Aku bertolak pinggang, lalu melempar selimut agar tubuhnya tertutupi.
Aku mencari apapun untuk membuatnya bangun dan sadar akan kesalahannya. Ku lihat ada teko air. Segera ku ambil, dan ....
'Syuuur.'
Aku menyiram wajahnya saat ia menggeliat dan meringis-ringis.
Dia terbangun, langsung mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar. Aku memelototinya dengan tatapan membara.
Akting dia sangat bagus. Dia seolah ketakutan dan tak ingin bersitatap denganku. Dia memeluk tubuhnya dan langsung menangis. Benar-benar profesional!
"Siapa yang menyuruh kamu, hah? Siapa?!"
Aku yang sudah dipenuhi amarah segera mendekat dan menjambak rambutnya.
"JAWAB!" bentakku.
"Huuu ... le-lepas ... ss-sa-sakit ...."
Dia malah berusaha menepis tanganku. Aku kian naik darah. Ku cengkram kuat rahangnya hingga pipinya memerah. Andai aku tidak menahan diri, kepala wanita ini sudah aku benturkan ke lantai, atau aku cekik saja lehernya.
"Cepat jawab! Dasar p e l a c u r! Beraninya kamu masuk ke kamarku!"
"To-tolong ... ha-harusnya a-aku yang marah pada Anda. Ke-kenapa Anda masuk ke ka-kamarku dan emm ... kenapa A-Anda me-meniduriku?"
Ku biarkan dia bicara, aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan emosi.
"Anda su-sudah menghancurkan masa depanku. Tak peduli jabatan Anda apa, aku akan melaporkan perbuatan Anda pada polisi, huuu ... huuuks."
"APA KATAMU?!"
J a l a n g ini pandai sekali berkilah. Dia malah menyalahkanku, dia menjawab pertanyaanku sambil memalingkan wajah dan terus menangis. Air mata buayanya bercucuran dengan derasnya. Aku sangat muak! Aku benar-benar membenci wanita ini.
"Kamu bilang aku masuk ke kamarmu?! Apa kamu yakin, hahh?!"
Karena emosi, aku menoyor kuat pelipisnya hingga ia tersungkur dan tangisannya semakin kencang.
"Huuu, a-aku tidak memiliki niat apapun, aku hanya ingin tidur di kamarku, i-itu saja ... huuks," kilahnya lagi sambil merangkak pelan memunguti pakaiannya.
Aku kembali terhenyak. Yang dia punguti sepertinya jibab dan rok panjang yang aku pribadi merasa dejavu saat melihatnya.
"Sekarang katakan! Berapa nomor kamarmu, hahh? Buktikan! Aku atau kamu yang salah masuk kamar?!"
'Tak.'
Aku melempar kunci kamar ke wajahnya. Ternyata mengenai pipinya, dia meringis. Pipinya memerah. Aku sebenarnya tidak bermaksud melempar sekuat itu. Dan dia terkejut saat melihat nomor pintunya.
"A-apa, ti-tidak mungkin, a-aku tidak mungkin salah kamar. Saat aku ke sini, pintu kamar ini terbuka, tolong percayalah, a-aku tak bermaksud apa-apa."
Tubuhnya gemetar saat melihat nomor yang tertera. Perlahan, dia menengadahkan wajah untuk sejenak menatapku, dari bola matanya jelas sekali jika dia ingin dikasihani. Tapi, aku tidak sebodoh itu.
Jangan harap aku akan iba padamu!
"Hahaha, alasan macam apa itu, hah?! Kamu dan seseorang pasti sengaja menjebakku dengan obat p e r a n g s a n g! Mana ada orang bisa masuk ke kamar hotel tanpa kunci! Kecuali kalau kamu i b l i s!" bentakku.
"To-tolong dengarkan dulu pen ---."
"Cukup! Pokoknya, aku akan melaporkan kamu ke polisi! Apa kamu tahu?! Aku sudah memiliki istri!"
"Coba kamu bayangkan bagaimana sakitnya dia kalau sampai tahu suaminya tidur dengan wanita lain! Aku bahkan belum melakukan hubungan itu dengan istriku. Tapi ... kamu tiba-tiba ada di ranjangku dan menggodaku. Aku mengira kamu adalah istriku."
Aku berbicara dengan menggebu-gebu. Tak sadar tubuhkupun bersimpuh di lantai karena teramat menyesali kejadian ini. Dadaku sesak, sakiiit. Aku memukul dadaku. Dan wanita itu, dia menatapku sekilas lalu menunduk.
Aku terjebak dalam kebingungan yang mendalam. Jika aku melaporkan wanita ini ke polisi, maka ... mau tidak mau, kasus ini akan menjadi konsumsi publik dan tentu saja akan berdampak pada perusahaan papaku.
Selain itu, wanita ini juga pasti akan jujur pada publik kalau aku telah mengambil kesuciannya.
Dan ada satu hal lagi. Dewi pasti akan sangat terluka jika mengetahui kejadian ini. Jika hubunganku dan Dewi memburuk, maka hal ini akan berdampak pula pada perusahaan. Papanya Dewi dan papaku berteman baik. Papa dan keluarga Dewi merupakan pemegang saham di perusahaan papaku.
Aku bangkit, lanjut menonjok kembali cermin dan menendang meja.
"ARGH."
Aku memasygul rambutku. Aku sangat putus asa.
"Huuu ... de-demi Allah, a-aku tidak sengaja masuk ke kamar ini. Setelah minum air putih ak ---."
"Diam kamu! Diam! Beraninya sekali kamu membawa nama Tuhan!"
Aku menunjuknya dan semakin marah. Wanita itu terdiam, memeluk lututnya, kepala menuduk, pundaknya begerak-gerak. Dia telah memakai kembali jilbabnya.
Deg, dan aku teringat pada wanita yang ku lihat saat itu. Jibabnya mirip sekali dengan wanita ini.
Apa dia orang yang sama? Apa dia karyawanku?
"Aaargh," aku kembali beteriak.
Bagaimana aku menyelesaikan masalah ini? Bagaimana aku menjelaskan ini pada Dewi?
Lalu tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Aku dan wanita itu terkejut.
"Assalamu'alaikuum, Mas," sapa seseorang dari luar.
Aku mematung, aku mengenal dengan baik suara itu, itu suara wanita yang sangat aku cintai, Dewi Laksmi. Ingin rasanya aku menghilang dari muka bumi ini detik ini juga.
Tolooong, aku harus bagaimana? Wanita ini benar-benar simalakama.
"A-aku akan bersembunyi," lirih wanita itu, dia merangkak ringkih menuju lemari sambil memeluk pakaian yang belum sempat ia kenakan.
"Tunggu."
Aku menahannya dengan cara menjambak jilbabnya. Dia benar-benar munafik. Dia menutupi jiwa j a l a n g nya dengan hijab dan busana syar'i.
"Kenapa? Tolong jangan kasar, tubuh sudah sakit akibat ulah Anda," ratapnya. Matanya memerah, kelopak matanya sembab. Wanita itu terlihat menyedihkan.
"Maaas." Dewi kembali memanggil.
"Bagaimana dengan darah itu?! Bagaimana caranya aku menyembunyikan darah itu dan merapikan tempat tidur, hahh?!" desakku.
"Tu-tutupi pakai bed cover saja," sarannya. Dia benar-benar masuk ke dalam lemari.
"Cepat kunci, Anda juga harus menyembunyikan kuncinya." Dia kembali memberi saran.
Aku yang panik segera mengikuti saran wanita itu. Menguncinya, lalu menyimpan kuncinya di bawah spring bed.
...~Tbc~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Vi II
bagus banget
2022-02-12
1
Kis Tatik
wes ono ono wae hedeh..
2022-01-03
1
Nani Evan
siapa yang jahat sama mereka ya,,Dai menyangka itu hanya air putih biasa, maka'ny di minum ampe abis, sedangkan zul juga ternyata di jebak,air putihnya tidak sepolos yang kau kira dai😁awal masalah ini bagi mereka,.
2021-12-19
3