“Pagi, Ma,” sapa Adista sambil mencium pipi Anita singkat kemudian dia duduk di kursi miliknya sambil melirik kursi
yang biasa Evan gunakan. Kosong. Adista menghela napasnya dan tersenyum lebar saat Anita menuangkan susu untuknya.
Dinda : Berita besar, Dis!!
Dinda : Langit tadi nanyain lo dan minta nomor lo.
Adista mengerutkan alisnya. Langit Alaric, teman satu kelas Adista yang tidak dekat dengan Adista, padahal hampir seluruh teman kelasnya Adista dekat dengan dirinya.
Adista : Terus, lo kasih?
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu balasan dari Dinda, baru saja Adista ingin meminum susu miliknya, ponselnya kembali bergetar.
Dinda : Ya-iyalah, lo pikir? Ini kesempatan bagus, Dis.
Dinda : Lupain HARRIS!! FIGHTING!! MOVE ON!!
Adista tersenyum singkat dan menggelengkan kepalanya.
“Dis, di luar ada cowok. Katanya teman kamu,” ucap Anita sambil tersenyum-senyum.
“Siapa, Ma?”
“Cowok kamu mungkin.”
“Adista gak punya cowok, Ma!” bela Adista, tetapi Anita terkekeh dan segera mendekati Adista.
“Lumayan loh, Dis. Ganteng,” bisik Anita sambil terkekeh dan segera pergi dari hadapan Adista.
Adista segera keluar dan melihat sudah ada cowok dengan baju di keluarkan dan tas yang terlihat enteng sambil tersenyum melihat Adista yang sudah berada di hadapannya.
“Alaric?”
Langit tersenyum, Alaric.
Panggilan yang bagus, pikir Langit.
“Ngapain lo disini?” tanya Adista bingung, dan ini pertama kalinya—mungkin—mereka berbicara berdua seperti ini.
“Kamu pikir?” Langit menaikkan sebelah alisnya yang membuat Adista bertambah bingung. “Aku
jemput kamu, buruan naik,” kata Langit sambil memberikan helm yang dia bawa.
Adista mengerjapkan matanya berulang-ulang. Ayolah, ini Langit. Gue sama dia gak dekat, dan tiba-tiba aja datang jemput gue, dan panggil aku-kamuan. Apaan coba?
“Entar dulu ...,” Adista tidak jadi naik motor Langit. “Alasan kamu jemput aku apa?”
“Gak ada alasan apa-apa.”
“Gak mungkin lah. Alaric, aku sama kamu itu—”
“Kamu mau kita telat?” tanya Langit memotong ucapan Adista membuat Adista segera naik ke motor
Langit dan segera pergi menuju sekolah.
Anita tersenyum lebar sambil mengintip dari jendela, Adista—anak semata wayangnya itu sekarang
sudah tumbuh menjadi remaja yang sudah mengenal cowok dan bukannya ribut tentang Oppa-Oppa yang buat Anita pusing.
* * *
Seantreo sekolah ribut dengan kedatangan Langit yang membonceng cewek tidak dikenal. Adista yang tidak tahu kalau Langit seterkenal ini di sekolah harus menahan malu.
“Jalannya jangan buru-buru, Dis. Barengan aja,” kata Langit saat melihat Adista yang berjalan cepat-cepat. “Kita satu kelas, Dis.”
Adista mengabaikan panggilan dan teriakan Langit, yang dia inginkan sekarang adalah cepat sampai di kelas dan
menghilangkan tatapan tidak suka dari orang-orang dan tatapan penasaran dengan Adista.
“Gila,” kata Adista saat sudah berada di tempat duduknya dan melihat Dinda yang sudah senyum-senyum. “Kalo gue jalan sama Oppa gimana ya? Paling di timpuk batu gue biar lenyap dan gak gangguin Oppa.”
“Lo beneran pergi sama Langit?”
Adista mengangguk, kemudian dia melihat Langit yang masuk ke dalam kelas dengan senyum yang merekah, dan itu adalah hal yang patut diberi tepuk tangan melihat Langit sangat jarang tersenyum.
“Kayaknya Langit seneng banget,” bisik Dinda sambil melirik Langit yang berjalan menuju tempat duduknya.
Adista mengabaikan ucapan Dinda, kemudian dia melirik ke arah Langit yang tengah tertawa dengan Mikko.
“Udah ada kemajuan aja nih,” ucap Mikko membuat Langit lagi-lagi tersenyum.
“Gue ragu tadi mau jemput Adista, Lala yang nyuruh gue buat jadi cowok beneran. Ya udah, gue ngikutin apa kata Adek gue.”
“Terus gimana saat udah di depan rumah Adista?” tanya Mikko penasaran.
Langit terdiam, dia kembali mengingat kejadian tadi pagi di depan rumah Adista, dimana sudah ada Anita yang tengah menyapu halaman rumah.
“Gue ketemu Nyokapnya,” kata Langit. “Terus gue bilang mau cari Adista.”
“Emaknya gak nanya lo itu siapa?”
“Nanya. Gue jawab temen.”
Mikko berdecak sambil menggelengkan kepalanya. “Seharusnya lo jawab pacar. Biar gak ada tuh acara pedekate.”
* * *
Della mengamati ponselnya sambil menghela napas. Dia mendengar kalau tadi pagi Langit pergi dengan cewek, Della tidak tahu siapa itu. Bahkan, Della sudah mengirimkan banyak pesan kepada Langit, tapi hingga sekarang tidak ada balasan dari cowok itu.
Mungkin, memang benar, kalau Langit tidak ditakdirkan untuk bersama dengan Della.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments