Eri menatap buket bunga aster dalam dalam. Tanpa setau yang lain, Eri mengamankan buket itu.
Tangannya menarik satu tangkai bunga Aster. Bunga ini mengingatkannya pada Angel.
Apa dia sudah di sini atau masih di Paris?
Benak Eri dipenuhi tanya. Malam semakin larut. Tapi dia masih belum bisa tidur.
Akhirnya Eri menyiapkan alat lukisnya. Dia mulai menggerakkan kuas dengan penuh perasaan.
"Maaf, aku belum bisa nikah sekarang," tolak Angel lima tahun yang lalu.
"Siapa juga yang mau nikah sama kamu," cela Eri kesal.
Hatinya sakit untuk satu penolakan yang sudah dia dipastikan.
Eri selalu menutupi perasaannya dari siapa pun. Kesibukan kuliah dan magangnya cukup membantunya untuk tidak selalu memikirkan Angel.
Saat itu tiba ketika mereka sudah lulus kuliah.
"Aku ingin berkarir sebagai model dulu," kata Angel masih pelan.
Eri tertawa sumbang.
"Terserah. Kalo putus sekalian gue malah senang," tandas Eri tajam.
Padahal hatinya sendiri yang berdarah oleh kata kata kejam yang keluar dari mulut bodohnya.
Angel menatapnya dengan matanya yang sedikit beriak. Tapi Eri benar benar ngga peduli. Dia langsung pergi meninggalkan gadis itu.
Eri benar benar pergi. Meninggalkan Paris. Meninggalkan fatty *g***irl** nya.
Udah lima tahun mereka ngga pernah bertemu. Eri menahan keinginannya untuk bertemu. Toh dia sudah cukup melihat fatty girl nya di berbagai media. Sepertinya dia sudah cukup sukses berkarir sebagai model.
Anehnya orang tua mereka ngga marah akan keputusan Angel. Luvi juga ngga membenci Angel.
Hanya dirinya sendirilah yang membenci Angel. Dalam bencinya juga ada sedikit rindu pada fatty girl nya.
Akhirnya lukisan setangkai bunga aster putih pun rampung. Eri tersenyum melihat karyanya.
Yang ini ngga akan dijual, batinnya sambil terus menatap lekat hasil karyanya.
*****
Suasana sarapan pagi di rumah Dewantara begitu rame.
"Ayo makan yang banyak. Biar cepat besar seperti Bang Abhi," celoteh mami Sonya sambil menyuapin Malik, anak Elka-Emir yang kini berusia empat tahun.
"Malik tinggal di sini aja, Eyang. Kalo sama Tante, Malik seperti kurang makan," cibir Abhi menyindir Elka.
Abhi masih mengingat, larangan tantenya tiap kali dia mau nambah porsi makanannya waktu dia masih kecil dulu
Elka tertawa mendengarnya, begitu juga Emir.
Malik memang tidak segendut Abhi waktu kecil. Tapi balita itu sangat menggemaskan karena selalui datar ekspresinya.
"Maaf ya, Abhi. Masih marah aja sama tante," rayu Elka dengan wajah menggodanya.
Abhinya yang dulu gendut kini sudah menjadi pemuda tanggung yang tampan dengan bodi atletis.
"Nggak kok. Cuma keingat aja," jawabnya cuek membuat Elka tertawa. Emir pun mengembangkan senyum gelinya.
Vandra menoyor kening remaja kelas satu SMA itu dengan gemas.
"Kamu ini, masih aja pendendam."
Abhi ngakak membuat kedua eyangnya menggeleng gelengkan kepalanya.
Sedangkan Malik tetap tanpa ekspresi menerima terus suapan eyangnya.
Begitu juga dengan adik kembar Abhi. Terlihat cuek dan ngga peduli. Terus aja melanjutkan makannya.
"Sudah berapa pacarmu sekarang?" pancing Vandra pada Abhi.
"Belum ada. Tapi yang kirim salam banyak," jawab Abhi ringan.
Vandra hanya bisa geleng geeng kepala melihat kelakuan ponakannya.
"Ayo cepat makannya. Biar om antar ke sekolah," kata Vandra mengingatkan ponakan ponakannya.
"Vandra, nanti Mia jangan sampai kelelahan," pesan mami.
"Siap, Mi."
"Mi, Elka udah nyimpan asinya buat pagi. Nanti siang orang kantor ngantar lagi asi ke rumah," kata Elka sambil menatap Lila kecilnya yang masih terlelap di box.
Sudah seminggu ini Elka bekerja lagi menemani Emir. Lila sudah berusia setahun. Mami dan Papi pengen ngurusin cucu aja katanya. Begitu juga orang tua Emir. Kehadiran anak anak Elka dan Emir membuat kedua orang tua mereka sangat bahagia.
"Iya sayang," jawab mami sambil merapikan seragam tk Malik.
"Kamu ganteng banget kayak dady kamu," puji mami sambil mentowel pipi Malik gemas.
"Eyang," tepis Malik risih membuat mami dan papi tertawa.
"Persis Emir," ucap mami gemas.
Emir tersenyum.
Dady nya.
"Beda sama Abhi ya, eyang," komen Abhi kemudian tertawa.
"Kamu cerewet. Kalo Malik mirip si kembar," timpal papi yang dari tadi hanya memperhatikan dengan wajah senang.
"Eyang, mami sama dady kapan ya, pulang?" tanya Ezra sang kakak setelah tawa eyang dan om nya udah mulai sayup sayup.
"Bulan depan katanya. Dady sama mami juga akan ke Dubai," jelas papa pada si kembar yamg baru berusia sembilan tahun.
"Malah bebas kan ngga ada Dady," kata Abhi mengompori.
Dadynya sangat kepo melebihi maminya.
"Kamu senang sih, Bang, bebas keluyuran," sarkas Erza membuat Abhi ngakak.
"Tenang, Om yang akan ngawasin kamu," sela Vandra ringan.
"Kalo Om Vandra, sih, oke oke aja. Asal bukan Dady," jawab Abhi enteng.
"Memangnya kalo Dady kenapa?" tanya Emir heran.
Menurut Emir, Valen terkesan santai sebagai dady dan membiarkan kelakuan absurd Abhi. Tapi mengapa Abhi merasa ngga nyaman?
"Uuuugh... Om Emir bisa malu kalo jadi Abhi," ceritanya penuh semangat.
"Kok, bisa?" Kening Emir berkerut saking herannya mendengar jawaban Abhi.
"Kenapa?" tanya mami tertarik. Papi, Elka, dan Mia juga kini fokus menatap Abhi, ingin tau banget.
"Abhi kan udah gede. Masa tiap Dady lihat Abhi lagi jalan sama cewe, cewenya pasti ditanyai sama dady," kata Abhi menjeda sebentar.
"Nama kamu siapa? Rumahnya dimana? Papanya namanya siapa? Kok bisa kenal Abhi? Abhi itu ulat bulu, suka nempel sana nempel sini, kamu cuma digombalin aja," terangnya sambil manyun.
Bagai koor, mereka pun ketawa tergelak gelak. Bahkan si kembar yang minim ekspresi itu mengangkat sedikit sudut bibirnya ke atas.
Abangnya memang super heboh. Dimana pun dia berada pasti suasana akan jadi rame dan menyenangkan.
Hanya Malik yang hanya melirik abang sepupunya yang menurutnya suka berisik.
"Gile Dady kamu, gimana kamu bisa punya pacar kalo gitu," tukas Vandra dalam derai tawanya.
Kelakuanmu Bang, ampun, batinnya geli.
Papi pun sampai memegang perutnya yang terasa sakit akibat guncangan tawa yang hebat.
"Itulah Om. Jadi tiap Abhi mau dekat sama cewe selalu gagal," keluhnya sewot.
"Bang Valen memang kelewatan. Padahal mudanya parah banget," omel Elka sambil menatap kasian ponakan kesayangannya.
Emir mengusap rambut Elka dengan wajah yang masih menyisakan tawa.
Dalam hati Emir kasian juga dengan Abhi. Pasti dia merasa sangat malu akibat ulah dadynya yang kelewat protektif dan menjurus kepo yang amat sangat.
"Mungkin Bang Valen ngga mau Abhi seperti dia waktu muda dulu," bisik Emir pelan.
"Mungkin juga," Elka balas berbisik.
Wajar saja abangnya khawatir, Abhi seratus persen kloning dirinya.
Bahkan anak itu udah mulai nge band.
"Tenang, Om ngga bakalan ganggu cewe kamu. Asal kamu ngga aneh aneh aja. Auw... sakit Mia," jerit Vandra di akhir nasehatnya.
Mia hanya tersenyun manis membuat Vandra gemas.
"Sakit ya?" usiknya dengan wajah usilnya.
"Tante Mia. Dari dulu idolaku itu Om Vandra," bela Abhi membuat Vandra tersenyum bangga.
"Om Emir engga?" tanya Emir ikut mengganggu.
"Iya juga dong. Pokoknya Dady mah lewat."
Kembali mereka tergelak gelak mengetawakan Valen, kecuali Malik yang tetap datar dan si kembar yang hanya sedikit menggerakkan sudut bibirnya.
Karena itu Bang, Dady kesal sama kamu, batin Erza seakan satu pendapat dengan Ezra yang kini sedang memandangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Senajudifa
kutukan cinta mampir maaf br hadir
2022-06-21
2
Aris Pujiono
lanjutlah
2022-02-28
2
Pemenang YAWW 9 😴🤕
mampir niiih...🤗🤗🤗
2022-02-26
2