Begitu gadis dengan dress putih panjang hampir lewat depan mereka, Toni menyikut Aldi
"Hadang, tanya namanya, minta no hp juga," bisik Toni gemas melihat Aldi hanya diam saja dan terus menatap gadis itu.
Wajar kalo Toni gemas melihat sikap diam Aldi, rasanya baru kali ini anak itu bereaksi ngga normal.
Gadis itu terus berjalan sambil menundukkan kepalanya dengan rambut yang menjuntai di depannya dan akhirnya melewati Aldi yang ngga melakukan apa apa.
"Gimana sih. Masa harus aku," bisik Toni kesal dan akan bergerak turun dari motornya tapi di tahan Aldi.
"Tuh, ada yang jemput," ucap Aldi sambil menunjuk mobil sedan lama yang dimasukin gadis itu
Mobil itu pun langsung pergi.
"Parah Lo. Gitu aja ngga berani," ejek Toni kemudian memakai helmnya.
Aldi hanya tersenyum saja.
"Pulang," katanya langsung menstarter motornya duluan.
"Kita ikutin mobil tadi Van," kata Toni langsung mengambil.arah yang beda dengan Aldi.
Bisa dingin soto istri gue.
Walau mengomel, tapi Vandra tetap mengikuti arah motor Toni.
*****
Akhirnya jam 1 dini hari Vandra tiba di rumah orang tuanya. Sejak hamil, Vandra dan Mia mutusin tinggal di rumah orang tua Vandra karena orang tua Mia sedang berada di Dubai. Projek raksasa itu masih lanjut sampai sekarang.
Di rumah mami dan papi jadi rame karena Elka dan Emir juga lagi menginap bersama dua buah hati mereka. Abhi juga sudah punya dua orang adik kembar. Hanya Rasya yang tinggal di Paris bersama Andre dan anak kembar mereka yang seusia Melia, anak Luvi dan Ilham.
Vandra langsung ke dapur dan memanaskan kuah soto. yang mulai dingin.
"Van, malam banget," tegur Mia sambil menyanderkan tubuhnya di punggung Vandra.
Dia tadi tertidur sebentar menunggu Vandra yang belum juga pulang. Mia terbangun karena haus. Ternyata Vandra sedang sibuk di dapur.
"Maaf ya," kata Vandra sambil mematikan kompor gas, karena kuah sotonya udah hangat.
Mia pun mengambil mangkok dan menata mie putih, tauge, perkedel dan irisan dagingnya. Juga memeras potongan kecil jeruk nipis.
Vandra lalu menuangkan kuah sotonya. Mereka lalu duduk berdampingan.
"Mau pake nasi?" tawar Vandra.
"Nggak. Gini aja," kata ia sambil mengaduk sotonya. Dia pun mencanpurkan sambal.
"Jangan banyak banyak sayang, kasian dedek bayinya," kata Vandra sambil mengambil alih sendok dan ganti mengaduk perlahan.
"Dikit kok," protes Mia manyun.
Vandra tertawa lalu mengarahkan sendok pada mulut Mia.
"Aa..."
Mia membuka mulutnya dengan wajah tersipu. Vandra terlalu memanjakannya.
"Enak ngga?" tanya Vandra sambil memperhatikan ekspresi wajah cantik Mia yang sedang menikmatinya.
"Enak, coba deh kamu rasa," kata Mia ganti menyapkan Vandra.
Vandra terdiam sebentar membiarkan indra perasanya mengetes.
"Lumayan enak juga. Ngga sia sia jadinya aku nyari sampai jauh tadi," komentarnya setelah menelannya.
Akhirnya seperti dulu dan sudah jadi kebiasaan mereka, saling ganti menyuapkan.
"Maaf ya, Van," kata Mia agak ngga enak. Dedek bayinya suka dadakan kalo minta. Ngga lihat waktu. Untung Vandra selalu berusaha mendapatkan yang dia mau.
"Nggak apa. Tadi Toni sama Aldi ikut."
"Syukurlah."
"Gimana acara Eri? Sukses ya?" tanya Mia ingin tau.
"Sukses besar. Hampir sebagian besar udah laku. Hebat juga tuh anak sekarang."
Mia tersenyum manis melihat betapa antusiasnya Vandra bercerita.
"Tadi juga ada yang mengirimkan buket bunga tanpa nama."
"Angel mungkin," tebak Mia.
Vandra tertawa.
"Dugaan kita sama. Tapi aku yakin itu Angel."
"Kenapa kamu yakin?"
"Bunga yang dikirim bunga aster putih. Dulu di rumah Angel banyak bunga itu."
"Eri sadar ngga kalo itu Angel?" tanya Mia yang beradu pandang dengan Vandra
Vandra spontan tertawa bersama Mia.
"Kayaknya engga," ucap Vandra di sela derai tawa mereka. Mereka pun dengan kurang ajarnya terus tertawa.
"Apa Angel masih di Paris?" tanya Mia setelah tawa mereka usai.
"Mungkin ntar lagi balik ke sini."
"Kok kamu tau?" Mia menatap Vandra yang terlihat begitu yakin.
"Dia akan memghandle perusahaan papanya yang di Jakarta."
"O... iya ya. Angel kan anak tunggal."
"Tapi Eri masih terlihat marah sama Angel. Gara gara ditolak nikah lima tahun yang lalu," tawa Vandra lagi.
Mia pun ikut tertawa.
"Ramenya," sapa Emir ramah sambil menggendong bayinya yang baru berusia lima bulan.
"Lila kejaga ya Bang," ucap Mia sambil meraih bayi montok itu.
"Cantiknya," puji Mia sambil mentowel pipi tembam Lila.
"Iya. Tadi nangis. Kasian Elka, dia baru aja tidur," kata Emir lalu menyiapkan peralatan susu sambungnya.
"Menyenangkan ya, Bang, lihat Lila," ucap Vandra sambil ikut menggoda bayi itu hingga tertawa.
"Iya gitu. Lihat Lila, capek pun hilang," sahut Emir sambil menggoyangkan botol susu yang barusan dibuatnya.
"Kalian kok belum tidur?"
"Aku baru pulang abis nyari soto padang buat bumil, bang," jelas Vandra sambil meraih Lila untuk dia gendong.
"Oh iya. Waktu hamil Malik, Elka juga sering ngidam sampai enam bulan," tawa Emir kemudian memberikan susu yang dibuatnya pada bayi cantiknya, Lila.
Raut wajah Vandra terlihat sedikit menegang.
Waduh, masih dua bulan lagi, keluh Vandra dalam hati.
"Kenapa? Takut aku ngidam sampai enam bulan?" canda Mia kemudian terkikik. Dia menyadari perubahan wajah Vandra, membuatnya jadi ingin menggoda suami datarnya.
"Kamu ini," kata Vandra sambil mengacak rambut Mia gemas.
Mia pun tertawa.
"Habis kamu kayak stres gitu," canda Mia lagi lagi menggoda Vandra.
Vandra hanya melebarkan senyumnya.
Emir pun tersenyum melihat kemanisan hubungan adik iparnya.
Melihat Mia hamil muda dengan perut sedikit menonjol, dia teringat Elka waktu hamil anak pertama mereka.
Setelah menanti lima tahun, Elka pun dinyatakan hamil. Waktu itu Elka tiba tiba pingsan di kantornya. Emir yang sedang memeriksa berkas berkasnya kaget melihat istrinya terlihat senpoyongan.
"Ada apa sayang? Kamu sakit?" tanya Emir panik sambil menghanpiri istrinya.
Emir pun langsung menggendong Elka. Tapi Elka malah pingsan.
"Sayang, bangun. Kamu kenapa?"
Emir benar benar panik.
Karena Elka yang ngga terbangun walupun Emir sudah memanggil dan mengecup bibirnya yang terasa dingin, Emir pun menelpon dokter Kinar, dokter keluarganya yang dulu.
Mamanya yang tiba tiba datang ke ruangannya pun ikutan panik.
"Elka kenapa Emir?"
"Ngga tau Ma. Tapi Emir udah telpon dokter Kinar," ucap Emir sambil membaringkan tubuh Elka ke tenpat tidur di ruangan pribadi mereka.
"Elka sudah makan belum?"
Mama Clarisa langsung membuka heels Elka.
"Sudah Ma. Tapi udah beberapa hari ini Elka ngga nafsu makan. Katanya ngga gitu lapar," kata Emir sambil mendekatkan botol minyak kayu putih di hidungnya.
"Kamu ngga bawa mantu kesayangan mami berobat?" sentak mama kaget.
"Elka bilang ngga pa pa Ma."
PLAK! PLAK!
Dengan gemas mami menampar lengan Emir.
"Kok Mama marah?" Emir meringis sambil memegang lengannya yang memerah.
Mama menatap Emir angker.
"Kamu kelewatan. Harusnya langsung kamu bawa ke dokter," marah Mama gemas.
"Malam ini mau Emir paksa, Ma," kata Emir pasrah, karena sekarang mendapat beberapa cubitan dari mamanya di lengannya.
Entah karena suara Emir dan mama yang kencang, atau efek dari bau minyak kayu putih di dekatnya, Elka terbangun dari pingsannya.
"Sayang," panggil Emir lega. Dia pun membelai rambut Elka lembut.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya MamaClarisa khawatir.
"Pusing banget Mi," ucap Elka pelan sambil memijat kepalanya.
"Ini tehnya Bu," ucap seorang ob perempuan yang menyodorkan secangkir teh hangat.
"Terimakasih," ucap Mama Clarisa sambil menerima teh itu.
"Emir, bantu Elka duduk. Elka minum teh dulu, biar pusingnya hilang," kata Mama Clarisa lembut.
"iya Ma," kata Emir patuh. Dengan lembut Emir mendudukkan Elka. Elka yang masih pusing pun menyanderkan kepalanya di dada Emir.
"Pusing," ucap Elka pelan.
Emir tersenyum dengan kemanjaan Elka. Dia pun mencium puncak rambut Elka penuh sayang. Mama Clarisa tersenyum melihat kemesraan keduanya.
"Minum tehnya ya sayang," kata Mama Clarisa sambil memberikan tehnya pada Elka yang langsung meminumnya sedikit.
"Udah Ma."
Mama menganggukkan kepalanya.
Pintu ruangan khusus Emir pun diketuk dan ternyata dokter Kinar sudah berdiri di situ.
"Masuk, dok," ucap Emir mempersilakan dokter Kinat masuk.
"*Hai, Cla," sapa dokter Kinar ramah.
"Kinar, tolong periksa mantu kesayanganku," tukas mama Clarisa cemas*.
"Elka kenapa Emir?" tanya dokter Kinar ramah.
"Tadi pingsan, Kin. Udah beberapa hari ngga selera makan," kata mama yang menjawab .
"Mual ngga?" tanya dokter sambil memeriksa nadi di tangan Elka.
Mama menatap Emir. Pikirannya mulai ringan terbang bersama malaikat malaikat kecil.
Hamilkah, batin mama senang.
"Kamu mual?" tanya Emir tambah khawatir apalagi melihat Elka mengangguk.
"Bulan ini kamu udah dapat belum?" tanya mama Clarisa ceria.
"Dapat apa , Ma?" tanya Emir ngga ngerti.
Elka terdiam. Dia baru ingat kalo belum didatangin tamu bulanannya.
"Belum, Ma," ucap Elka yang disambut senyum lebar mama.
"Kinar?" tanya mama dengan mata penuh binar.
Dokter pun tersenyum.
"Cla, tolong antarkan Elka ke kaamr mandi ya," kata dokter Kinar sambil mengulurkan testpack pada Mama Clarisa.
Wajah Elka merona. Dia tau testpack itu. Sedangkan Emir menatap testpack di tangan mama dengan bingung. Dia belum pernah lihat yang begituan.
"Emir, bantu mama antar Elka ke kamar mandi," titah mama membuat Emir menoleh pada Elka.
"Kamu mau pipis?"
Elka hanya mengangguk dengan wajahnya yang merona.
"Oke."
Emir mengangkat Elka ala bridal.
"Aku bisa jalan, Emir," kata Elka malu sambil mengalungkan tangannya ke leher Emir.
"Kalo sakit ngga boleh jalan," kata Emir membuat wajah Elka tambah merah. Padahal udah lima tahun. Tapi perasaan ini masih sama, bahkan semakin bertambah tiap harinya.
"Kamu keluar dulu. Biar Elka sama mama," kata mama ketika Elka sudah didudukkan di kloset.
"Ngga apa Ma, sama Emir aja," tolak Emir.
"Anak ini. Kalo Elka udah selesai, mama panggil kamu," kata mama gemas sambil mendorong Emir keluar.
"Mama kenapa, sih?" kesal Enir. Dokter Kinar hanya tersenyum saja melihat wajah manyun Emir.
"Emir, angkat Elka. Yang lembut. Awas sampai lecet," seru mama girang ngga lama kemudian.
"Iya Ma," sahut Emir sambil mengangkat Elka kembali. Kali ini Elka benar benar menatap Emir dengan wajah bahagia.
"Emir, Elka, besok ke lab ya," kata dokter Kinar sambil menatap Clarisa bahagia.
Emir kembali panik.
"Kamu kenapa sayang? Dokter, apa Elka sakit parah?"
Elka yang dalam gendongan Emir mengusap wajah Emir lembut.
"Kamu akan jadi papi, Emir."
Emir terpaku mendengarnya. Dia masih menatap Elka dengan bingung.
"Aku jadi papi? Maksudnya?" tanya Emir seakan jadi orang paling bodoh.
"Mama jadi nenek Emir. Jadi nenek," seru Mama Clarisa heboh saling senangnya.
"Sayang?" tanya Emir dengan bibir bergetar karena melihat kehebohan mamanya.
Jantungnya berdebar ngga menentu. Bahagia begitu memenuhi rongga dadanya.
"Aku jadi mami, Emir," kata Elka dengan mata berkaca kaca.
Dan Emir pun langsung mengecup kening Elka dengan mata yang juga basah.
"Tuhan mendengar do'a kita sayang."
*Elka mengeratkan pelukannya di leher Emir. Keduanya sama meneteskan air mata. Begitu juga mama Clarisa dan dokter Kinar juga ikut menangis.
Penantian lima tahun yang dilakoni dengan sabar dam penuh cinta akhirnya diijabah Yang Maha Kuasa*.
Setiap mengingat momen anak pertama mereka, perasaan bahagia dan haru selalu dia rasakan.
Semua terasa menyenangkan. Apalagi saat Elka mengidam dan meminta macam macam padanya.
Emir selalu berusaha mengabulkannya. Bahkan saat itu Emir lagi meeting dengan relasinya dari luar negeri. Emir sampai mempending meeting tersebut karena Elka meminta dibelikan bakso urat saat itu juga.
Emir selalu menemani Elka makan sampai benar benar habis. Bahkan selalu menyuapinya.
Malik baru berusia dua tahun dan Elka pun dinyatakan hamil lagi.
Mereka sangat bahagia walaupun sangat kerepotan. Tapi keluarga besar mereka selalu penuh semangat membantu. Karena ini adalah hadiah yang sudah lama dinantikan mereka berdua dan keluarga besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
pensi
tulisannya banyak banget Thor, pasti lebih dari seribu kata ya?
2022-07-03
1
N. Mudhayati
mantull.... 👍👍👍
2022-03-05
2
N. Mudhayati
ngidam yaaaa.... 🥰
2022-03-05
1