Rasa penasaran memburu hatiku. Siapa lelaki dibalik topeng itu ? apa yang sebenarnya dia inginkan dariku ? tidak cukupkah, dia telah menghinaku malam kemarin ?
Deretan pertanyaan menyerbu ulu hatiku atas apa yang telah lelaki itu lakukan kemarin malam. Kini saatnya ku bertemu dengannya, setelah usai ku kenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh para penari, akupun dengan sengaja berdandan menggunakan warna yang tidak mencolok. Dengan jubah dan topeng yang biasa ku pakai, kulangkahkan kaki ke arah ruangan yang sama. Terlihat 2 bodiguar yang sama berdiri tegap didepan pintu itu. Semuanya tidak berubah, tetap sama. Hanya saja perasaanku saat ini yang berbeda.
Hari ini, dipastikan tidak terdapat rona senyum yang terukir dibibirku, seperti kemarin malam. Bahkan kedipan sebelah mata yang kuberikan pada salah satu bodiguarnya itu takan pernah terulang lagi. Mereka seolah mengerti akan sikapku malam ini dengan cekatan dan cepat, salah satu dari mereka membuka pintu dan mempersilahkanku memasuki ruangan. Terlirik sesaat pandangan dari sang bodiguar itu seakan menekankan sesuatu melihat sikapku yang berbeda hari ini. Aku menepis pandangannya dengan cepat membuang muka ke arah seseorang yang telah menungguku didalam.
Dengan langkah penuh kekesalan, ku masuki ruangan itu. Kini terlihat jelas lelaki yang sama seperti malam sebelumnya dan masih mengenakan topeng yang sama pula. Dudukpun masih sama, dia masih menyambutku dengan menyilangkan satu kakinya dengan santainya sambil menyulutkan rokok. Mengisapnya kemudian menghamburkannya begitu perlahan. Seolah sengaja melakukan gerakan itu untuk menyambutku.
"Maaf Tuan.Anda sudah menungguku terlalu lama." Dengan terpaksa, ku menyapanya terlebih dahulu.
Kulakukan itu karena tuntutan pekerjaanku untuk selalu bersikap profesional. Padahal besar sekali keinginanku mencaci maki dirinya bahkan menjambak rambutnya bila perlu. Agar lelaki menyebalkan dihadapanku itu, merasakan luapan amarah yang sedang menggebu-gebu didadaku.
Lelaki itu menolehku.
"Kau tampak kesal, nona ?" lagi-lagi dia berucap yang menyulutkan amarahku.
"Maaf, dengan alasan apa saya merasa kesal, Tuan." Dengan nada ramah akupun menjawabnya.
Akupun terus menahan rasa amarah yang sudah mulai tersulut. Dengan membayangkan dirinya bagaikan seorang badut yang sedang bermain-main, bercanda dan menghiburku.
"Baguslah, aku khawatir kau masih marah padaku. Sander beruntung memiliki penari yang sangat tabah sepertimu." Pujinya, namun terkesan mencela.
"Anda telah memberikan banyak tips untuk saya, secara pribadi pula. Sehingga membuat saya melupakan kejadian semalam." Terangku dengan sedikit sinis.
"Jadi kau menjatuhkan harga dirimu demi uang?" terucap renyah sekali dari mulutnya yang makin menyebalkan.
"Maaf, Tuan. Saya disini untuk bekerja. Saya harap anda bisa menjaga perasaan orang lain. Rasanya perkataan tuan tidak pantas diucapkan." Tolakku, sambil mengepalkan kedua tanganku. Untuk menahan segala amarah yang telah menggunduk.
"Kalau kau tak suka dengan ucapanku. Berterus teranglah ! tidak baik memendamnya dengan cara seperti itu." Ocehnya kembali dan menyedot rokoknya yang terlupakan karena keasyikannya mengoceh.
"Maaf, Tuan. Kapan saya memulai tariannya ?" Akupun mengalihkan topik. Ku fikir lebih cepat lebih baik ku tuntaskan tugasku. Aku sudah muak untuk terus mendengar ocehannya yang menyebalkan itu.
Dia tertawa pelan. Kemudian menancapkan sisa batang nikotin itu diatas asbak dan terbangun dari duduknya melangkah menghampiriku, sangat dekat. Kini dengan jelas kulihat tubuhnya yang kekar, wangi maskulin yang menyengat hidungku, membuat aroma menyegarkan ke rongga tubuhku. Bibirnya yang menawan, matanya yang tajam. Namun sayang aku tidak bisa dengan jelas melihat keseluruhan wajahnya karena topengnya.
Tangannya kemudian meraih tubuhku dengan cepat dan kasar. Akupun dengan cepat menghindar dan memundurkan tubuhku, menjauhi dirinya. Namun aku kalah cepat, dia terlalu kuat untuk ku lawan. Dengan kasar, dia menarik tubuhku merapat dengan tubuhnya yang kekar itu.
"Mulai hari ini, kau jangan pernah menari lagi didepan orang lain." Bisiknya pelan tepat didepan mukaku sambil menatapku dengan matanya yang tajam. Semakin ku coba mengelakkan wajahku darinya semakin erat dia menarikku untuk lebih mendekat lagi dengan wajahnya.
"Apa hak Tuan melarang saya ? ini pekerjaan saya dan hidup saya." Bantahku sedikit bernada tinggi.
"Aku akan memenuhi segala keinginanmu. Apapun itu, akan ku berikan asal kau berhenti." Terangnya, tetap memaksa.
"Maaf Tuan, anda telah berlaku kasar dan tidak sopan pada saya. Anda telah melanggar peraturan di bar ini." Akupun mencoba mengingatkannya dan berharap dia menghentikan perlakuannya itu.
"Aturan itu tidak berlaku untukku, nona." Sambil menyeringai penuh kemenangan.
"Apa sebenarnya yang Tuan inginkan dari saya ?"
"Dirimu." Jawabnya sangat terus terang dan itu membuatku kaget.
"Tolong lepaskan saya, Tuan ! Anda membuat saya tidak nyaman." Jeritku kemudian meronta-ronta mencoba melepaskan diri.
"Aku akan melepaskanmu bila kau mengiyakan keinginanku." Dia tetap memaksaku.
Yang terfikir saat ini olehku, Lelaki ini menginginkan yang lain dariku. Apakah dia menganggapku wanita murahan ? Yang bisa melakukan pelayanan plus-plus atau wanita yang bisa dia jadikan media pemuasnya.
"Maaf Tuan ! saya bekerja sebagai penari dan harus anda catat saya tidak melayani hal lain selain pekerjaan itu." Terangku, mengingatkannya sambil memberi penekanan padanya bahwa aku tidak seburuk yang ia sangka.
Lelaki itu malah mendekap kuat tubuhku, ini sangat menakutkan. Tiba-tiba perilakunya itu mengingatkanku pada kejadian dimasa lalu. Saat Ayah tiriku mendekapku, memaksaku untuk memenuhi keinginannya. Keringat dingin mulai keluar disela keningku, aku mulai merasa perutku sakit dan mual. Ketakutan akibat traumaku yang belum sembuh total, kini menyerangku. Aku hanya diam terpaku, membatu dan memandangnya dengan ekspresi tak biasa. Gejolak hatiku Ingin berteriak padanya, agar menjauh dariku.
Semakin ku menatap matanya yang tajam itu semakin ku teringat wajah lelaki pemabuk itu. Perlahan muncul sebuah bayangan wajah garang pemabuk itu membuatku memejamkan mata untuk mengusir rasa takut yang menderaku. Tubuhku pun gemetar dan melemas. Kubuka mataku perlahan, wajah lelaki bertopeng itu, kini terlihat semakin samar. Akupun ambruk dalam pelukkannya. Terlelap dalam tidur akibat trauma hebat yang menerpaku.
Melihatku jatuh pingsan, Bastian langsung berteriak memanggil kedua bodiguarnya. Mamih Sander yang kebetulan melewati ruangan itu langsung ikut menyerbu ke dalam ruangan.
Betapa terkejutnya saat dia melihat ku terkulai lemah dipangkuan Bastian.
"Apa yang telah terjadi dengannya ?" Mamihpun langsung meraih tubuhku.
"Entahlah, dia tiba-tiba pingsan." Bastianpun menjawab masih memeluk tubuhku erat. Dia tidak mengijinkan kedua bodiguarnya menyentuhku. Padahal mereka sudah bersiap didepannya. Begitulah sifat yang ia miliki. Apa yang telah ia sukai, dia sulit memberikannya pada orang lain walaupun saat tersulit.
"Coba letakkan dia dikursi." Pinta Mamih Sander.
"Apakah sebaiknya kita bawa dia ke Rumah Sakit ?" tanya Bastian masih belum mengerti penyebab lain aku pingsan selain ulahnya.
"Ini sering terjadi padanya. Saat dia merasakan ketakutan. Kau tidak perlu khawatir !"
Ucapan Mamih Sander membuat Bastian mengerutkan keningnya, apa sebenarnya yang terjadi dengan gadis yang terkulai lemah didepannya itu. Bastianpun mengangkat tubuhku yang sama sekali tidak terlalu berat baginya dan menidurkanku dengan perlahan diatas kursi yang tadi ia duduki.
"Jelita, my baby ! bangunlah !" Mamihpun menepuk-nepuk pelan kedua pipiku.
Bastian menatap wajah gadis itu, tanpa topeng karena Sander membukanya. Hal ini merupakan sebuah keberuntungan yang langka diterima oleh pelanggan, hanya dia yang mendapatkannya bisa melihat wajah sang penari. Kecantikan yang dimilikiku membuat Bastian terperangah dan takjub. Tak lepas dia terus memandangku seakan hari esok tidak akan ia dapat lihat kembali.
"Kau berhutang penjelasan padaku, Sander." Ucapnya tegas.
"Apakah aku perlu memberitahumu ? Apa sepenting itu bagimu ? tunggu, apakah kau menyukainya ?" pertanyaan terlontar banyak dari bibir Sander. Itu sengaja ia lontarkan untuk memastikan.
"Aku menyukainya dari pandangan pertama. Namun dia menolakku." Jawabnya, sangat terus terang.
"Seorang Bastian mendapatkan penolakan ?" Sander tertawa kecil.
"Kau jangan menertawakanku, Sander !" elaknya kesal.
"Putriku yang satu ini berbeda, Bastian. Dia istimewa dan unik. Dan harus kau catat aku sangat menyayanginya." Terangnya dan menatap tajam lelaki itu.
"Apakah kau takut aku menyakitinya ?"
"Lantas, Apa yang telah kau lakukan hingga membuatnya jatuh pingsan ?"
Bastian terdiam.
"Saat kau benar-benar menginginkannya menjadi milikmu. Buang sifat kasar dan aroganmu itu. Itu akan membuatku lebih rela melepaskannya untukmu. Aku tidak ingin kau menyakitinya." Terang Sander, sambil mengelus rambutku lembut.
"Apakah kau mengancamku , Sander?"
" Anggaplah seperti itu."
Tak lama akupun membuka mataku perlahan dan menghentikan pembicaraan mereka. Terlihat Mamih Sander tersenyum padaku. Namun terlihat pula lelaki menyebalkan itu berdiri dibelakangnya.
"Untuk malam ini aku biarkan penarimu melepas tugasnya, Sander." Ucapnya datar.
"Itu hal yang bijaksana yang pernah aku dapatkan darimu." Jawab Sander sambil tersenyum padaku. Dalam berbisnis, tidak boleh ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Mamih Sander sangat memegang prinsip tersebut.
Mamih Sanderpun membantuku terduduk.
"Sebaiknya kau bawa dia ke rumah sakit !" Ucapnya kembali karena dia sadar mengantarnya hanya akan mendapatkan rasa malu dari penolakkanku.
"Tergantung nona in mau atau tidak ? aku sudah menyarankannya lebih dulu." Mamih Sanderpun mengedipkan matanya padaku.
"Apakah kau sudah baik-baik saja ?" tanya Bastian padaku.
Aku hanya terdiam tidak menjawabnya.
"Sander !" Teriaknya kembali, mengharapkan jawaban dariku.
Dasar lelaki yang tidak punya perasaan.
"Dia akan baik-baik saja setelah beristirahat. Baby, lebih baik kau pulang dan beristirahat !" Ucap Mamih dengan nada lembut.
"Baik mamih." Jawabku pelan. Terdengar lelaki itu berdecih. Namun aku tidak menghiraukannya.
"Aku akan mengantarnya pulang. Terimakasih atas kebaikkan hatimu untuk membebaskan putriku dari tugasnya hari ini." Ucap Mamih Sander.
Lelaki itu tak menjawab perkataan mamih. Dia terus menatapku saat tubuh lemahku dibopong Mamih Sander meninggalkannya. Terlintas senyum senang terukir dibibir ibu angkatku itu.
"Apa yang membuat mamih tersenyum senang seperti itu ?" ocehku pelan.
Mamih Sander tak menjawab pertanyaanku.bDan aku membuang napasku cepat, kali ini aku tidak mau memikirkannya lebih jauh.
Hari ini aku dapat lolos dari sikap brutalnya itu. Entah dihari berikutnya. Saat aku berharap datang seseorang membawaku ke dunia yang bisa membahgiakanku. Tuhan kirimkan lelaki yang tidak sesuai dengan harapanku.
Jelita membutuhkan kekuatan yang lebih besar dihari selanjutnya.Kejadian apa yang akan menimpanya dihari yang akan datang?Semoga hal baik akan Jelita dapatkan .
Jangan lupa like, vote, coment terbaiknya ya☺️😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
🌷🌿🌿🌿
2020-11-01
0
Naoki Miki
izin promote thor🙏
Haiii mampir yuk kekrya q 'Rasa yang tak lagi sama'🤗
tkn prfil q aja yaa jan lupa tingglkan jejaakk😍
vielen danke😘
2020-11-01
0
Triana R
lanjut kak
2020-09-02
0