Putra Raja (Season 1&2)
PENGUMUMAN!
BILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, RAS, SUKU, ATAU KELOMPOK TERTENTU, ITU HANYA KEBETULAN YANG TIDAK DISENGAJA.
Ini hanyalah cerita fiksi fantasi yang aku ciptakan sendiri dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya di dunia nyata. Kalaupun ada kejadian yang sama, semua itu semata-mata hanya kebetulan tanpa ada maksud apapun. Tujuanku menulis cerita fiksi fantasi ini, hanyalah untuk menghibur saja, tidak lebih dari itu.
Putra Raja adalah karya pertamaku. Mungkin pemakaian bahasanya masih amburadul dan juga membosankan. Tapi untuk episode 20 an ke atas, itu sudah mulai seru.
Sedang dalam tahap Revisi pelan-pelan.
mohon dimaklumi jika bab awal-awal ceritanya sama sekali tidak menarik. Serunya baru di bab pertengahan terutama di episode 20 an ke atas. Terimakasih.
******
"Kembalilah, Sayang ... Ayah mohon!" ujar ayah padaku, wajahnya terlihat sendu.
"Tidak Ayah, hidupku terasa hampa jika tidak ada ibu di sisiku," sahutku. Sejujurnya aku tidak tahu ada di mana aku sekarang dan kenapa aku mengatakan hal itu pada ayahku.
"Kita pasti bisa melaluinya bersama, Sayang ... Ayah tidak bisa menemanimu bila kau ada di sini ... kakakmu sendirian di sana. Ayo! kita pergi sekarang!" ayah mengulurkan tangannya.
"Biarkan aku tinggal di sini, Ayah ... aku mohon ... aku ingin sendiri. Aku ingin merasakan kenangan ibuku di sini, di tempat kelahiran ibu." Aku tetap teguh pada pendirianku.
"Tapi ... Bagaimana bisa ayah membiarkanmu tinggal di sini seorang diri?"
"Ayah tidak perlu khawatir, ibu mengajariku banyak hal. Mungkin ibu tahu, bahwa saat seperti ini akan tiba. Aku bisa menjaga diriku sendiri, Ayah. Aku akan kembali, jika waktunya sudah tiba."
"Sampai kapan kau akan berada di sini, anakku ... jangan membuat Ayah semakin bingung dengan keputusanmu ini?"
"Aku akan kembali jika aku sudah bisa menerima kepergian ibuku dan menemukan jati diriku yang sebenarnya. Itulah keputusanku, Ayah ... aku harap Ayah bisa mengerti."
Itulah kata-kata terakhir yang aku ingat saat ayahku semakin pergi menjauh. Raut mukanya yang suram membuatku semakin bersalah atas keputusan yang sudah ku ambil.
"Maafkan aku Ayah, aku janji akan kembali ...." gumamku.
***
Aku terbangun dari mimpi. Wajah Ayahku yang sedih terlintas lagi di pikiranku. Aku melihat alarm yang berdering keras memekikkan telinga. Segera kumatikan alarm itu dan bersiap-siap untuk pergi karena aku ada janji yang harus kutepati dengan teman-temanku.
Pagi itu kami berkumpul di rumah Mia untuk menonton film Taiwan yang kami suka setelah selesai mengerjakan tugas sekolah.
Mia, Yua, Nura, serta aku. Kami berempat menghabiskan liburan bersama untuk menghilangkan rasa bosan. Jalan-jalan di tempat yang indah, mengambil gambar, selfie, tertawa bahagia dan banyak lagi yang kami lakukan sembari melepas rasa penat. Saling meledek adalah kebiasaan kami, dan itu menjadi hiburan yang menyenangkan bagi kami.
Banyak orang bilang masa SMA adalah masa yang menyenangkan. Itu memang benar. Kau menghabiskan waktu bersama teman-temanmu yang berharga. Berbagi cerita mengenai orang yang kau suka atau nge-fans dengan artis-artis yang tidak mungkin bisa kau temui. Itulah sekilas tentang persahabatan kami dengan berbagai sifat dan karakter masing-masing. Yua yang sedikit tomboy dan cantik, Mia yang humoris dan Nura sang ratu narsis. Mereka semua adalah teman-temanku.
Di sinilah kini aku tinggal. Tempatku berada saat ini adalah tempat yang membuatku penasaran akan seseorang yang menghabiskan separuh hidupnya di sini. Seseorang yang sangat kurindukan ... seseorang yang mencintaiku dan menyayangiku ... seseorang yang berharga bagi hidupku, belahan jiwaku, dan tidak akan pernah terganti dengan siapapun. Orang itu adalah orang yang melahirkanku, dia ... ibuku.
Di lingkungan inilah tempat ibuku berasal, dan sekarang aku ingin menghabiskan masa remajaku untuk hidup dan merasakan apa yang menjadi kehidupan ibuku di masa lalu. Di sini, aku mulai merasakan kebahagiaan yang mungkin dulu juga dirasakan ibuku. Punya sahabat, sekolah, lingkungan menyenangkan yang mungkin tidak bisa kudapatkan di negara asalku.
Aku meninggalkan lintas negara hanya demi bisa kembali merasakan kebahagiaan bersama kenangan ibuku. Karena dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku ingin bersama ibuku selamanya. Tapi aku tidak bisa menyusulnya. Karena dunia kami berbeda. Karena itulah aku di sini ... sendiri, tanpa ayah dan kakakku.
Keputusan yang kuambil ini tidaklah mudah. Banyak hal sulit lain yang harus kulalui sendirian, tapi aku berhasil melaluinya, bahkan disaat usiaku masih belia.
Aku memutuskan tinggal sendiri di tempat ibuku dilahirkan. Tempat ini diapit oleh gunung, bukit, dan pegunungan yang tak kalah indah dengan negara Jepang atau negara-negara di Eropa lainnya. Meski di pedesaan, tempat ini juga tak kalah menarik dengan perkotaan, karena desa ini juga banyak terdapat tempat pariwisata yang eksotis dan menakjubkan.
Itulah kenapa aku betah berada di sini. Aku merasa aman dan nyaman, terutama saat bersama dengan teman-temanku. Merekalah yang mewarnai hari-hariku. Mereka juga yang selalu peduli padaku. Mereka, bagaikan keluarga bagiku.
"Ini film kesukaan kalian." aku mengeluarkan kaset DVD terbaru yang baru ku beli dari kota.
Mereka semua melihat judul film dan para pemainnya. Aku membiarkan mereka mengamati kaset itu sementara aku bergelut dengan beberapa tugas-tugas sekolahku.
"Aku heran, bagaimana bisa kau mendapatkan kaset ini? Apa sudah ada yang menjualnya di sini?" tanya Mia.
"Mmmmm ... itu ...." Aku tidak tahu harus bicara apa, karena aku tidak mungkin bicara yang sebenarnya. Kaset itu ku beli saat perjalanan ke Gramedia untuk membeli beberapa buku yang kubutuhkan di kota Surabaya.
Kota itu sangat jauh dari sini. Mereka pasti berpikir tidak mungkin aku ke sana Sorang diri meski faktanya, aku memang bisa. Aku bisa pergi kemanapun aku suka dengan menyembunyikan identitas asliku dari teman-temanku.
"Ada saudara yang membawakannya untukku." akhirnya aku berbohong.
"Ahhh ... aku salut sama kamu, bisa dapat kaset ini dengan mudah." Nura mengambil kaset itu sambil tersenyum senang. "Bagaimana kalau kita putar saja kaset ini sekarang?"
"Hei! Tugasmu sudah selesai, kah?" tanya Yua.
Diantara kami berempat, hanya Yua yang bersikap lebih dewasa dibandingkan Mia dan Nura. Mereka berdua kekanak-kanakan dan kerap kali bertengkar, apalagi mengenai hal-hal yang tidak penting.
"Tentu saja dia belum selesai!" Sela Mia. "Otaknya kan tertinggal di saku, akan sangat sulit baginya menyelesaikan tugas ini seorang diri."
"Apaan sih kamu, Mia?"
"Emang betul, kan? Diantara kita berempat cuma kamu yang masuk kelas IPS. Itu membuktikan kalau cuma kau yang idiot di sini!" ledek Mia meski ia hanya bercanda. Tak ada bedanya kelas IPS ataupun IPA. Semua sama saja.
"Diam kau gendut! Aku memang lebih suka jurusan IPS dibandingkan jurusan IPA yang membosankan."
"Oh iya? Bukannya karena kau tidak pandai berhitung dan menghafalkan rumus?"
"Bukan begitu ...."
"Sudahlah! Kalian berdua jangan berantem terus. Kapan selesainya tugas ini?" aku berpaling pada Nura.
"IPA atau IPS sama-sama penting bagi kita semua." Aku mencoba menengahi perdebatan mereka. "Tidak ada yang bodoh ataupun pintar di sini. Sebaiknya kerjakan dulu tugasmu Nura, kalau tidak ... jangan harap bisa melihat kaset ini lagi!" Aku merebut kembali kaset yang di bawa Nura dan menyerahkannya kepada Mia selaku tuan rumah di sini.
Tentu saja Nura jadi cemberut berat. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengerjakan tugasnya demi bisa melihat lagi film kesukaannya.
"Kau kejam sekali, Fey!" ujar Nura kesal.
Aku tidak menghiraukan ocehan Nura. Aku juga tidak ada maksud untuk membuatnya kesal. Namun, ini adalah hari terakhir kami libur. Jadi, mau tidak mau semua tugas yang diberikan guru harus selesai hari ini juga.
"Kenapa kita cuma dikasih libur tiga hari?" Keluh Yua sambil menempelkan lem kertas manila untuk tugas Prakarya.
"Itu karena anak kelas sembilan ujiannya cuma tiga hari." Jawabku santai sambiĺ mengamati tugasku. "Hadeuhhh ... apa yang harus aku tempel di kertas ini? Membingungkan sekali!"
Aku merasa kesulitan mengerjakan tugas yang satu ini. Kami harus menghasilkan sebuah karya dengan menggunakan berbagai macam media untuk dijadikan sebuah gambar yang menarik. Gambar itu juga harus dikerjakan dikertas manila yang ukurannya empat kali lipat lebih besar dari ukuran buku gambar A3.
"Kau belum menggambar apapun?" tanya Yua yang karyanya sudah separuh jalan.
Aku menggeleng. "Karena itulah aku ke sini ... untuk mendapat inspirasi."
"Kau yakin hanya aku yang belum selesai di sini?" Sindir Nura. Ia dan Mia mengerjakan tugasnya di ruang tamu. Sedangkan aku dan Yua lebih suka di teras depan.
"Aku lebih mending bila dibandingkan denganmu yang tugasnya masih setumpuk gunung itu. Urus urusanmu sendiri!" sengalku.
Nura melengos saja dan kembali fokus dengan tugas-tugasnya.
"Kau yakin kaset ini aku yang bawa?" Tanya Mia
Aku mengangguk.
"Kau yakin tidak ingin melihatnya sendiri di rumah?"
Aku menggeleng. "Aku lebih suka melihatnya di rumahmu."
"Apa kau mau setiap hari ke sini?"
Aku menggeleng lagi. "Tidak. Aku akan ke sini jika kalian ingin melihatnya bersama. Tempat ini nyamaaaannn sekali kalau dibuat nobar."
"Ku pikir kau juga suka film ini, makanya kau meminta saudaramu membawakannya. Bagaimana kalau dia mencarinya?"
"Dia tidak akan mencarinya. Kaset itu milikku sekarang, dan aku tidak begitu suka drama. Aku memberikannya karena kalian semua suka drama itu."
"Kau yakin?" Tanya Nura. "Ku kira kau mengidolakan seseorang dari aktor-aktor drakor itu."
Aku hanya tersenyum. Teman-temanku mungkin penasaran denganku. Tapi aku tahu mereka cuek dengan apapun yang ku pikirkan. Kelebihan dari mereka adalah tidak suka ikut campur urusan orang lain. Cuek is the best adalah simbol mereka. Begitu juga denganku. Kami bisa berteman, karena memiliki karakteristik yang sama meski sifat dan kriteria kami berbeda.
Sebenarnya, aku pernah melihat para aktor dan aktris Korea maupun Taiwan melakukan syuting film mereka sewaktu aku tinggal di Jepang dulu. Mereka memang luar biasa dan sangat profesional. Para artisnya bisa menghipnotis penggemarnya dengan drama yang romantis maupun komedi atau action, horor dan jenis genre lainnya.
Bagiku, menyaksikan proses suatu film dengan film yang sudah dirilis sangatlah berbeda.
Mereka melakukan suatu adegan seolah-olah sedang bermain dan bercengkerama dengan sesama anggota kru yang terlibat dalam film yang mereka kerjakan saat syuting film atau drama berlangsung. Semua orang biasa menyebutnya 'di balik layar'.
Saat berada dibalik layar, mereka bercanda dan tertawa ketika mereka berakting suatu adegan romantis, menakutkan, atau menyedihkan.
Penonton dibuat menangis dan baper dengan filmnya sehingga banyak yang nge-fans dengan kelihaian akting mereka. Sementara hal itu hanyalah sandiwara. Itulah yang membuatku merasa lucu jika aku harus melihat film yang sebelumnya sudah ku ketahui seperti apa proses syutingnya.
"Kau sudah dapat inspirasi?" Yua membuyarkan lamunanku.
Aku menatap lurus ke pekarangan. "Baru saja dapat!" Sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepalaku.
Aku turun dari teras dan melangkah ke taman yang ada di pekarangan rumah Mia. Aku memerhatikan bunga-bunga yang bermekaran di taman itu. "Apa aku boleh memetiknya?" Tanyaku pada Mia.
"Ambil saja!" teriak Mia. Ia lagi sibuk melihat film yang baru kupinjamkan untuknya.
Diantara kami, hanya dia yang paling rajin. Semua tugas pekerjaan rumah bisa ia selesaikan hanya dalam waktu sehari.
Selain itu, Mia juga punya kepribadian yang rapi. Rumahnya yang sederhana terlihat asri dan indah bila dibandingkan dengan rumahku yang bagai kapal pecah. Entah berapa kalipun aku merapikannya, tetap tidak akan bisa serapi rumah Mia. Karena itulah kami semua betah bermain di sini. Meski jika tidak ada tugas sekolah, setiap hari libur, kami pasti datang kemari untuk menghabiskan waktu bersama.
"Kau tidak marah jika aku memetik semuanya?" tanyaku pada Mia.
"Kau mau berikan bunga itu untuk siapa? Kekasihmu?" bukannya menjawab, Mia malah balik bertanya padaku.
"Apa maksudmu? Aku hanya ingin membuat karya, bukan untuk siapapun."
"Ambil saja ... kenapa kau selalu gugup setiap kali aku menyebut kata kekasih, apa benar kau tidak punya?"
"Apa kau pernah melihatku dengan kekasihku?"
"Kurasa tidak ... kita kan geng jomblo sejati! hehe ...."
Pertanyaan Mia mengganggu pikiranku. Ada banyak rahasia dalam diriku yang tidak diketahui oleh siapapun. Kecuali keluargaku sendiri. Jika ada yang tahu aku punya kekasih, maka siapa aku yang sebenarnya akan terungkap. Aku berharap itu tidak terjadi apalagi dalam waktu dekat ini.
Saat sedang asyik mengamati bunga yang akan kujadikan objek karyaku, tiba-tiba seseorang menghampiriku dan bertanya padaku tentang sebuah alamat yang kebetulan saja, aku mengenal tempat itu.
"Permisi, boleh bertanya sebentar?" tanya seseorang itu dari balik punggungku.
****
yang ingin tahu visual Refald dan juga yang lainnya, bisa cek igku. seperti yang ada di bawah ini.
visual Refald
Visual Fey
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Mara
Hadir disini kak...
2023-04-03
0
Lyana Gunawan
Hi kak aku mampir di sini juga, untuk mengobati kepo tentang pak polisi yg katanya pocong paling ganteng 🤭🤣
2023-02-23
0
Teh Yen
wah visual refald ganteng banget ky Oppa" Korea sana yah sarangeo refald ☺️😍
2022-08-10
0