Part_03 Jalan-jalan

Beberapa menit kepergian partner ranjangnya semalam, Arkan baru terbangun dan mendapati gadis itu sudah tidak ada disampingnya. Arkan menyingkap selimut hendak turun dan mendapati Setitik bercak darah yang telah mengering diatas sprei.

Arkan mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan dan mempertajam pendengarannya kearah kamar mandi berharap gadis itu masih membersihkan diri disana.

Nihil, suara gemericik air tidak terdengar. Arkan kemudian terpaku dengan sebuah cincin dan tulisan lipstik di atas meja.

Arkan mengambil cincin berlian tersebut dan mengamati setiap inci dari Cincin itu hingga Ia membaca sebuah nama disana bertuliskan Dara Wilya.

Arkan beralih menatap tulisan samar-samar diatas meja dan berusaha membaca apa isi dari tulisan itu.

(Terima kasih, Mas. Kau sudah membuat tidurku nyenyak semalam. Maaf, aku hanya memberikan cincin ini. Tapi Mas jangan khawatir harganya melebihi dari yang aku janjikan semalam)

Arkan menghela nafas kasar. Sangat disayangkan gadis itu tidak menunggu Ia bangun lebih dulu.

"Kenapa wanita itu pergi tampa berpamitan ya?" Arkan bergelut dengan pertanyaannya sendiri tampa jawaban.

Arkan membersihkan diri dan keluar. Ia meninggalkan Club' yang telah lengang untuk kembali ke Losmen miliknya dan Raka. Arkan disambut Raka sahabatnya ditempat itu. Raka adalah orang yang sangat royal pada dirinya. Dia tidak cemburu jika Arkan di kagumi semua wanita. Meski budgetnya hanya dua juta semalam Ia sangat bersyukur. Berbeda dengan yang lainnya. Semua tidak pernah mau berbaik hati denganya.

Para pemuda itu tidak akan menegurnya meski dirinya menegur lebih dulu. Bahkan tatapan mereka begitu sinis.

Raka menyajikan sarapan sambil melihat Arkan menanggalkan bajunya di gantungan dan hanya bertelanjang dada.

"Ar, kau bermain dengan siapa semalam. Benar wanita itu masih ting-ting?"

Arkan tersenyum.

"Benar ya Ka, wanita ting-ting itu. Madunya sangat nikmat," timpal Arkan pias.

"Akhirnya ngerasain juga kamu, rezeki tu," guyon Raka.

Arkan terdiam sejenak. Ada rasa kesal dalam dirinya tidak melihat gadis itu lagi saat terbangun.

"Kenapa? kamu kurang?" Raka tak berhenti menggoda dirinya.

"Dia sempurna, Ka. Tapi sepertinya gadis itu mengalami banyak penderitaan." Arkan meraih handuk dengan tatapan

kosong.

Raka mengernyitkan dahi

"Penderitaan? maksudmu?"

Arkan mengangkat bahu tanda tak mengerti. "Ya sudahlah, dia tidak mungkin datang lagi 'kan?"

"Wah, bener-bener ya. Ucapan mu tersirat pengharapan pada gadis itu. Pasti gadis itu membuat candu dirimu!" teriak Raka pada Arkan yang sudah menutup pintu.

Arkan meraih cincin disakunya dan mengamati lagi nama yang tertera disana.

"Dara, nama yang cantik secantik orangnya." Arkan meletakkan cincin itu di rak kecil yang tergantung.

Arkan tersenyum tampa henti mengamati Cincin sambil menghidupkan Shower membasahi sekujur tubuhnya.

Wajah gadis semalam terngiang-ngiang di dalam benaknya. Bahkan Setiap gerakan tubuh gadis itu saat ada didalam kungkungan nya masih nyata rasanya.

"Gadis yang malang."

Selesai mandi Arkan menyematkan jari itu di jari kelingkingnya, Ia menganggap barang itu akan menjadi kenangan terindah selama bekerja di sana.

Selesai berpakaian, Arkan menghampiri Raka yang sudah menunggunya di meja makan.

"Maaf ya, Ka. Kamu harus masak terus menerus tampa aku bantu."

"Santai saja, Bung. Toh kau juga sering ngasih aku uang jajan."

Arkan menatap pemuda yang satu tahun lebih tua darinya.

"Ka, apa kau tidak pernah berpikir untuk keluar dari pekerjaannya ini? Kau bahkan mengirimi keluarga mu dengan uang yang haram?"

"Entahlah Ar, aku sudah terlanjur nyaman disini. Aku tidak tahu pekerjaan apa yang aku dapat jika aku meninggalkan dunia yang terlanjur aku geluti." Wajah Raka terlihat sedih, ada penyesalan yang Ia alami.

"Aku tahu, ini berat untukmu. Mendengar cerita mu saja membuat hatiku terenyuh. Semoga Ayahmu cepat sembuh ya?" Arkan tahu kalau Ayah Raka mengindap penyakit kangker dan harus operasi. Tentu Raka harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk itu. Ia juga kasihan pada Ibunya yang harus berjualan kue keliling kampung ditambah harus menghidupi dan menyekolahkan kedua adik perempuannya yang masih kecil.

"Ar, nasibmu juga tidak baik. Kau bahkan hidup sebatang kara."

Arkan mengangguk.

"Iya Ka, aku ingin bertemu Ibuku. Tapi keberadaannya saja aku tidak tahu."

Raka menghembuskan nafas kasar.

"Oke, berhenti melo nya. Kita sarapan saja dulu." Raka tidak ingin suasana pagi mereka menjadi kacau karena banyaknya masalah yang mereka hadapi.

Selesai sarapan keduanya pergi jalan-jalan. Guna melupakan pekerjaan sedap-sedap capek yang mereka lakukan dengan motor gede milik Arkan yang Ia beli dari hasil menghibur para wanitanya.

Mereka menepi kesebuah danau untuk menikmati sungguhan air biru yang jernih dan indah.

"Kan, nanti kalau kita menikah. Kau mau ajak istri mu kemana?"

Arkan tercekat dengan pertanyaan Raka hingga Ia terkekeh.

"Emang orang seperti kita masih memikirkan menikah , Ka? bukankah kita sudah mendapatkan surga dunia setiap malam." Arkan menatap tajam kearah Raka. Rambut keduanya diterpa angin sepoi-sepoi.

"Hahaha.. malang sekali nasib kita. Apa ini akan berlangsung hingga tua. Masak Ia kita akan selama nya ada disana. Siapa yang mau sama kakek-kakek," cicit Arkan.

"Ya paling nenek-nenek lah," sahut Arkan. Keduanya kembali tertawa.

Sejenak hening. Dafa mulai serius.

"Tapi Ar, apa kau tidak pernah jatuh Cinta pada seseorang. Pada salah satu pelanggan kita misalnya?"

Arkan menarik sedikit sebelah ujung bibirnya.

"Entahlah, sampai saat ini belum. Aku hanya menganggap mereka adalah pohon uang. Lagian, siapa orang tua yang sudi menyerahkan anak gadis nya pada lelaki hina kayak kita." Arkan mengatakan kebenaran betapa buruknya pekerjaan mereka.

Raka mengangguk.

"Kau benar. Tapi bagaimana jika tiba-tiba ada gadis yang mau menerima mu apa adanya dan sebaliknya malah kamu jatuh cinta pada seorang gadis? Apa kamu akan diam?"

Kali ini Perkataan Raka sangat benar. Arkan melirik Raka sejenak kemudian kembali memandang air danau yang sedikit bergelombang.

"Ar, kita akan menua. Kita pasti butuh seseorang untuk menemani hari tua kita. Seperti mereka." Raka menunjuk kepada Keluarga kecil bahagia yang tak jauh dari mereka.

Sepasang suami istri yang menggandeng anak perempuan sembari bercanda ria.

Hati Arkan berdesir mengamati kebahagiaan mereka.

Mungkin kah pemuda penghibur seperti dirinya bisa merasakan kebahagian itu.

"Kau tersentuh, bukan?"

"Kau emang pandai ya, membuat aku menjadi iri melihat mereka," sungut Arkan.

"Iya sih, kita belum sampai ketahap itu. Kita nikmati saja masa-masa sekarang. Memuaskan birahi pada setiap wanita yang datang. Kurasa itu lebih menyenangkan."

Arkan menyungut kepala Raka.

"Dasar kau, kau melarang aku melo. Tapi ceritamu selalu mengajak sedih. Apa kau menjebak ku, ha?" Arkan merasa kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.

"Hehehe... biar kita tidak senang melulu, Ar," gelak Raka.

Terpopuler

Comments

kosong

kosong

👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼

2022-03-17

2

kosong

kosong

💪💪💪💪💪💪

2022-03-17

2

Rhiedha Nasrowi

Rhiedha Nasrowi

makanya berhenti terus cari bini🤭🤭

2022-01-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!