FITNAH KEJAM

Pagi harinya, Ameera sudah siap pergi kantor. Ia memilih mengenakan dress panjang ukuran 3/4 berwarna abu-abu dan berbahan katun. Kini ia sedang duduk di kursi makan, menunggu ART nya selesai membuatkan sarapan untuknya.

"Non, ini sarapannya," Bi Mirna menaruh sepiring nasi goreng seafood lengkap dengan telur mata sapi, sayuran hijau, buah mangga dan tidak lupa segelas susu ibu hamil.

"Terima masih bi."

Bi Mirna melanjutkan pekerjaannya, hari itu jadwal ia mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Setiap tiga hari sekali, Ameera meminta ART nya untuk mencuci pakaian dan membersihkan rumah secara keseluruhan.

Semenjak hamil, wanita itu menjadi lebih sering peduli dengan kebersihan rumah bahkan setitik noda menempel di jendelapun ia tidak ingin melihatnya.

"Non, ini pakaian tuan mau dicuci sekalian atau bagaimana?" Bi Mirna menunjukan satu set piyama biru tua ke hadapan Ameera.

"Cuci saja bi, dilemari masih ada kan piyama milik tuan?"

"Masih non."

"Ya sudah, dicuci saja kalau begitu."

Bi Mirna kembali ke kamar mandi, ia mulai menuangkan deterjen ke dalam mesin cuci, mengisinya dengan air dan terakhir memutar mesin cuci sesuai dengan timer.

Tepat pukul delapan, seluruh karyawan sudah berada di kantor. Ameera pun sudah berada diruangan, ia tengah sibuk menyiapkan berkas laporan yang dibutuhkan oleh Mark untuk rapat nanti siang.

"Meera," panggil Joe.

"Iya tuan, ada apa?"

"Apa ada yang anda butuhkan, atau saya buat kesalahan?" Ameera berdiri di depan meja kerjanya.

"Tidak ada. Kamu dan teman-temanmu bekerja sangat baik," puji Joe.

"Terima kasih tuan."

"Apa nyonya Stevanie masih sering ke rumah kontrakanmu?" Tanya Joe penuh selidik.

Ameera membelalakan mata dengan sempurna.

"Bagaimana tuan tahu?" Ameera mengecilkan suara karena ia tidak mau seluruh karyawan perusahaan mendengar percakapan mereka.

"Aku pernah memergokinya berjalan menuju tempatmu."

"Oh!"

"Apa dia melakukan tindakan yang mengancam keselamatanmu?"

Deg!

"Bagaimana tuan Joe tahu? Apakah mungkin ia memata-mataiku?" Tanya wanita itu dalam hati.

"Ehm!"

"Kamu tidak jawabpun, aku sudah tahu jawabannya."

"Meera, kamu harus hati-hati jika didekatnya jangan sampai kau celaka," Joe memperingatkan istri kedua atasannya.

"Jika sudah keterlaluan, kamu bisa melaporkannya kepada tuan Mark."

"Baik tuan, terima kasih nasihatnya," Ameera tersenyum manis.

Siang hari menjelang, Mark, Joe dan Ameera serta klien perusahaan sudah berkumpul diruang rapat. Ameera diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya di hadapan atasan dan klien perusahaan. Klien perusahaan nampak puas dengan presentasi yang disampaikan wanita itu bahkan tak ada habisnya ia memuji kecerdasan yang dimiliki Ameera.

"Perusahaan anda beruntung tuan, memiliki mahasiswa magang cerdas dan rajin seperti Nona Ameera. Sudah cantik pintar pula. Andai saya masih single, pasti detik ini juga akan saya jadikan kekasih," goda klien Mark.

Ameera hanya tersenyum mendengar pujian dari klien atasannya. Sementara Mark tersenyum kecut.

"Anda terlalu memuji tuan," ucap Ameera lembut.

"Tapi sungguh, saya tidak berbohong."

"Ehm!"

Mark pura-pura batuk untuk menghentikan pembicaraan antara istrinya dengan klien tersebut.

"Anda batuk?" Tanya Ameera polos.

Joe tersenyum geli melihat tingkah atasannya.

"Tenggorokanku gatal, tolong ambilkan air."

"Tuan, di depan anda masih ada air minum."

Ameera menunjuk segelas air putih masih terisi penuh.

"Saya ingin air putih hangat, tolong ambilkan," ucap Mark dingin.

"Baik tuan."

Ameera segera berdiri dan berlari saat ia melewati kursi milik Mark, pria itu berkata "hati-hati, kau bisa menyakiti bayi kita."

Wajah Ameera berubah merona seketika. Ia mengangguk dan berjalan santai menuju pantry. Saat ia kembali ke ruang rapat, disana hanya ada Mark dan Joe saja.

"Tuan, ini air putih hangatnya," Ameera meletakan segelas air putih hangat ke atas meja.

"Ameera, semakin hari kau terlihat semakin cantik," goda Joe.

"T-terima kasih tuan," jawab Ameera gugup.

Joe sengaja memuji kecantikan asisten sekaligus istri atasannya. Pria itu ingin menguji apakah Mark akan cemburu atau tidak.

"Apa kau tidak punya pekerjaan lain?" Mark mendengus kasar.

"Baik-lah, baik-lah. Aku akan pergi meninggalkan kalian berdua."

Joe berlalu dan meninggalkan Mark dan Ameera berdua diruang rapat.

"Tuan, ada yang ingin saya sampaikan," ucap Ameera ragu.

Ia melirik ke arah pintu ruangan, memastikan pintu tersebut sudah tertutup sempurna. Ia duduk disamping Mark.

"Ada apa?" Tanya Mark dingin.

"Beberapa hari yang lalu, Nyonya Stevanie datang ke rumah. Ia memaksa ingin membuatkan susu untuk saya."

"Ya bagus, itu artinya ia sudah mau menerima anak itu," Mark menunjuk ke arah perut Ameera yang masih rata.

"Tapi, ada maksud tersembunyi mengapa nyonya melakukannya."

"Apa maksudmu?"

"Nyonya ingin mencelakai saya dan bayi ini."

"Omong kosong!" Teriak Stevanie.

Ameera dan Mark terperanjat karena Stevanie muncul tiba-tiba.

"Kamu tega memfitnahku, Ameera!"

"Aku benar-benar tulus melakukannya tapi mengapa malah kau fitnah," Stevanie terisak.

Mark tidak tega melihat istri tercintanya menangis. Ia berdiri dan memapah tubuh Stevanie duduk di kursi.

"Saya tidak memfitnah anda, nyonya. Saya dengar sendiri percakapan anda di telfon!"

"Sial! Wanita itu punya nyali melawanku," maki Stevanie dalam hati.

Stevanie semakin mengencangkan suara tangisannya. Mark bingung siapa yang akan ia bela. Satu sisi ada istri pertamanya yang begitu dicintai namun disisi lain ada istrinya juga yang tengah mengandung anaknya.

"Apa kau tidak percaya padaku, Mark?"

"Tuan, saya mengatakan sesungguhnya."

Ameera membela diri karena ia tidak terima difitnah oleh istri pertama suaminya.

"Diam!" Bentak Mark.

Ameera dan Stevanie terdiam menyaksikan kemarahan suami mereka.

"Ameera, jika kamu marah karena waktuku habis bersama Stevanie katakanlah. Jangan memfitnah istriku dengan cerita palsumu."

Sontak tubuh Ameera lemas mendengar bahwa suaminya lebih mempercayai istri pertamanya ketimbang ia.

"Dia pasti cemburu sayang karena kamu selalu tinggal bersamaku," ucap Stevanie.

Wanita itu memasang wajah sayu agar Mark membelanya.

"Saya ikhlas jika anda lebih sering bersama Nyonya Stevanie namun apa yang barusan diucapkan adalah kebenaran, tuan," kini mata Ameera berkaca-kaca.

"Dia bohong!"

"Kamu tahu sayang, saat aku berada disana, ia malah memperlakukanku dengan kasar. Susah payahku buatkan susu untuknya tapi malah ia buang."

"Keterlaluan!"

Kedua mata Mark memerah karena menahan amarah. Tangannya mengepal dan ia berjalan ke arah Ameera. Pria itu hendak mendaratkan sebuah tamparan ke pipi mulus Ameera.

"Seharusnya saya tahu bahwa anda akan membela Nyonya Stevanie. Tuan Mark jangan lupa, bahwa saya juga istri anda! Tuan sudah merampas kesucian saya secara paksa, bahkan di dalam sini tumbuh seorang janin hasil perbuatan anda!" Sindir Ameera.

Wanita itu pergi dengan menyisakan rasa kecewa di dalam dada, air matanya jatuh tanpa meminta izin terlebih dahulu. Hatinya begitu sakit karena difitnah oleh istri pertama suaminya dan ia malah memutar balikan fakta, seolah-olah wanita itu korban padahal dirinya sendirilah yang menjadi korban.

"Anda tega tuan!"

"Apakah saya begitu tidak berarti dalam hidup anda, tuan?" Ucap Ameera lirih.

Ia duduk di atas closet toilet khusus karyawan. Wanita itu menutup rapat-rapat mulutnya agar tidak ada orang lain mendengarkan suara tangisannya. Ameera tidak ingin orang lain tahu tentang penderitaannya menjadi istri kedua atasannya, ia menyembunyikan semua deritanya dari orang tuanya termasuk Naomi sahabat karibnya.

"Mengapa hatiku sakit saat melihat wanita itu menangis, apakah aku mulai menyukainya?" Tanya Mark dalam hati.

"Tidak, tidak mungkin. Aku tidak boleh mengkhianati Stevanie!"

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***