"Duh, rupanya terlalu keras aku membanting pintu, aku harus minta maaf sama Mama, jangan sampai aku jadi anak durhaka." Arkana membuka pintu lagi, lalu melongokan wajahnya keluar kamar dan berteriak "Maaf ya Ma! Tak sengaja aku! Jangan marah ya Ma..! Bahaya, cepat keriput nanti wajah Mama yang cantik itu! Hahaha... "
Setelah selesai ritual meminta maaf dengan versinya sendiri, Arkana kemudian menutup pintu kamarnya lagi, selanjutnya dengan tubuh yang masih sempoyongan ia berjalan ke ranjang tidurnya, rupanya efek miras yang tadi diminumnya bersama beberapa kawannya di depan sebuah mini market yang ada di dekat rumahnya masih terasa hingga kini.
Sebenarnya inilah efek yang dia suka dari minuman favoritenya itu, efek menenangkan, pikiran terasa plong, tubuh pun terasa ringan.
Brugh! Arkana menjatuhkan tubuhnya ke kasur. menjatuhkannya dengan posisi terlentang, perasaannya begitu tenang seolah tanpa beban.
Dua puluh menit berlalu dengan sunyi, tak seperti biasanya, jika pulang mabuk dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur maka saat itu pula ia akan langung mendengkur.
Kali ini berbeda, suasana kamar masih tenang dan damai tanpa ada suara dengkuran menyebalkan yang keluar dari mulutnya, yang selalu konsisten dengan bau alkohol menyengat, hingga beberapa saat kemudian ia teringat pada sebuah kalimat yang diucapkan oleh Mila tadi sesaat sebelum mereka berpisah di depan pintu.
‘Sabu.... sabu....sabu....'
Kata-kata itu mendadak terngiang-ngiang di telinganya, membuatnya teringat lagi saat dimana ketika dirinya dulu masih kuliah semester pertama dan belum membentuk sebuah genk motor, ia sering menghabiskan waktu liburnya di puncak bersama sahabatnya si Arnold.
Kawan satu kelas yang baru dikenalnya kurang dari satu bulan itu memang selalu mengajaknya ikut serta jika sedang ingin menikmati barang haram itu, nyabu berdua di kamar hotel, setidaknya dua atau tiga kali dalam sebulan mereka akan menghabisksn waktu bersama di hotel itu, hal yang membuat mereka semakin akrab dan merasa bergantung satu sama lain, selalu berdua kemanapun mereka pergi.
Hingga suatu hari, entah sebab apa tiba-tiba saja Arnold menghilang dari kampus, tak pernah lg kelihatan batang hidungnya, nomor handphonenya pun tak bisa dihubungi, bahkan ketika Arkana mencoba menyambangi rumahnya, rumah itu sudah kosong, hanya ada sebuah papan iklan yang menggantung di pagar bertuliskan 'RUMAH INI DIJUAL' beserta tulisan nomor handphone seseorang di bawah tulisan berhurup besar tersebut.
Arkana pernah coba menghubungi nomor yg tertera di papan iklan itu, berharap sang pemilik nomor bisa menghubungkannya dengan Arnold, namun baru saja Arkana mengucapkan kata salam dan menyebutkan nama Arnold, sebuah makian bernada tinggi langsung terdengar dari balik telpon itu, begitu tegas dan kasar.
Usut punya usut ternyata sang pemilik nomor telpon itu tak lain adalah Ayahnya Arnold, laki-laki itu sendiri yang mengatakannya kepada Arkana, ia begitu marah kepada Arkana dan menuduhnya sebagai biang masalah yang terjadi di dalam hidup Arnold, yang sudah membawa putera semata wayangnya itu menjadi seorang pecandu narkoba.
Saat itu Ayahnya Arnold mengancam akan membunuh Arkana jika Arkana masih nekad mencari Arnold, hal yang membuat Arkana akhirnya menyerah karena yang ia tahu bahwa Ayahnya Arnold adalah orang yang lumayan berpengaruh dan berduit tebal, sehingga bukan tak mungkin Ayahnya Arnold akan mewujudkan ancamannya itu kepada dirinya.
Selanjutnya, dalam kurun waktu satu hingga dua bulan, Arkana masih sering melamun teringat pada Arnold, teringat moment-moment kebersamaan yang selalu mengasyikan bersama sahabatnya itu, berbagai aktifitas seru dilakukannya bersama Arnold, seperti pergi ke club malam, ke karauke, menggoda banci-banci yang suka mangkal di pinggir jalan, lomba adu cepat lari, lomba adu banyak makan, bahkan adu nyali berjalan kaki melewati area pemakaman umum, dan menyaksikan langsung saat Arnold kencing di celana gara-gara melihat sosok berbaju putih yang sedang duduk sambil menangis di salah satu kuburan yang dilewatinya malam itu.
"Arnold... dimana kau saat ini? Aku rindu sama kau." Gumam Arkana, tak terasa matanya berkaca-kaca."Huft..." Arkana membuang nafas, kemudian bergegas turun dari ranjang dan langsung keluar dari kamar.
‘Tok tok tok!’ Arkana mengetuk pintu kamar Mila dengan kasar, membuat Mila sontak medengus kesal dan segera turun dari ranjang.
"Hadeuh... mau ngapain lagi sih!" Gerutu Mila sambil mengikat rambutnya dengan ikat rambut yang baru dibelinya tadi saat perjalanan pulang dari puncak dengan ketiga sahabatnya itu, yang kata mereka itu adalah ikat rambut tanda persahabatan, karena itu mereka membeli ikat rambut dengan model dan warna yang sama.
cklek! pintu terbuka dengan cepat, Mila berdiri di ambang pintu sambil cemberut.
“Mau ngapain lagi sih, Bang?"
Tanpa basa-basi, Arkana langsung menyerobot masuk ke dalam kamar Mila.
“Tadi kan kau bilang sama abang, kau tadi habis nyabu ya sama teman-teman kau itu?”
"Teruuus?” Tanya Mila, pangkal alisnya menukik tajam.
“Terus kapan kau mau make lagi?"
“Belum tau.” Jawab Mila cuek
“Gini gini..” Arkana mendekatkan mulutnya ke telinga Mila.
"Isssh... bau sekali mulut kau itu, Bang!" Teriak Mila sambil mendorong mulut Arkana jauh-jauh dari telinganya, bahkan hingga membuat laki-laki yang habis mabuk itu tersungkur ke kasur.
Namun dengan tetap santai Arkana segera bangun lagi, kemudian mendekati Mila lagi.
"Stop! Jangan mendekat!"
Seperti kerbau di cocok hidung, Arkana pun langsung diam di tempat.
"Jadi gini... "
"Stttt...! Aku belum menyuruh kau bicara!"
Arkana refleks menutup mulutnya. Mila tersenyum, ia merasa puas mengerjai Abangnya.
"Abang mau apa, katakan pelan-pelan biar aku bisa dengar dengan jelas."
"Kau suka juga ya pake sabu?"
"Iya, terus?" Alis Mila menukik lagi.
"Begini, nanti lagi kalau mau make yang begituan ajak-ajak Abang ya, Abang juga doyan kok.”
"Serius abang mau?"
Ditanya begitu Arkana langsung sumringah, matanya berbinar-binar.
“Boleh saja…”
"Wah.. serius kau dek, baik sekali adik kesayangan Abang ni. hahaha... hahaha... "
'Dih, aneh, kenapa pula dia tiba-tiba tertawa, stres emang ni orang.'
"Jadi kapan kita berangkat ke puncak? Hahaha..."
"Ya terserah kapan saja Abang siap duitnya, kita bisa langsung cus ke puncak."
Arkana langsung sedih, tawanya mendadak terhenti.
“Ahh…! Pelit!” Teriaknya tiba-tiba, lalu berjalan keluar dari kamar Mila dan menutup pintu dengan kasar. "Kalau tahu bakal seperti itu jawaban kau, malas aku datang lagi ke kamar kau ini! Dasar adik durhaka! Seenaknya saja mengerjai Abangnya sendiri!"
Arkana merasa terdzalimi, ia mengomel sambil menunjuk2 ke arah pintu kamar Mila, kemudian melangkah pergi.
“Yeeh…Dasar cowok matre!”
Arkana tercekat marah, ia langsung menghentikan langkahnya dan balik badan lagi.
“Kau bilang apa barusan, Mil?! Kau sebut Abangmu ini cowok matre? Kurang ajar sekali mulut kau itu!” Arkana semakin kesal.
Pintu kamar terbuka dengan cepat. Mila berdiri diambang pintu sambil berkacak pinggang lagi.
“Terus apa sebutannya buat cowok-cowok yang suka mintain duit cewek kalau bukan cowok matre? Begitupun sebaliknya kalau ada cewek yang mintain duit cowok terus, berarti dia cewek matre bukan?"
“Betul juga sih.” Arkana mengangguk-anggukan kepalanya, dia baru paham maksud ucapan Mila.
“Nah itu, Abang paham.”
“Ng... Tapi kau kan adik abang, harusnya kau jangan mengatai abang seperti itu." Ujar Arkana sambil menunduk sedih.
“Okay, sekarang aku tanya sama Abang. Abang ini cowok atau cewek?”
“Ya cowok lah, cowok setampan ini masa kau ragukan?!"
“Oh... cowok ya.”
“Ho’oh, cowok.” Jawab Arkana dengan cepat.
“Abang ngerasa nggak dari tadi mintain duit aku terus?”
“Ho’oh.” Jawaban Arkana lebih seperti bocah dongo.
“Ya sudah karena Abang ini cowok dan mintain terus duit aku, itu artinya abang ini cowok matre kan? Masa aku harus nyebut Abang cewek matre?”
Arkana menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, ia berpikir keras, hingga beberapa detik kemudian ia akhirnya tersenyum.
“Hihi… bener juga apa yang kau bilang Dek, Abang ni kan cowok ya, jadi namanya cowok matre, bukan cewek matre. Hahaha…”
“Hm, baru nyambung, makanya jangan mabok mulu kerjaan kau itu, Bang!”
“Ah…sialan!” Arkana pergi dari depan kamar Mila. Sementara itu Mila tertawa geli melihat tingkah laku Arkana, seperti biasa ia suka sekali mengerjai abangnya jika sedang mabuk, karena laki-laki yang lumayan jantan dan smart itu biasanya langsung berubah dongo jika dalam keadaan mabuk, dan Mila menjadikan hal itu sebagai hiburan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Nae Sarang
jadi arkana itu germo sekaligus cowok matre ya thor? hmmm boleh boleh
2022-01-08
0