3. Di Balik Kemeja Sekolah

[081xxxxxxxx : Di, bisa bawain gue gitar ke rumah? Bokap gue katanya lagi lembur. Gue pengen latihan. -Gemma-]

Diana mengerutkan keningnya saat melihat sebuah pesan singkat masuk dalam ponselnya.

Karena ayah Gemma tidak memberikan putrinya ponsel, Gemma memang kadang-kadang mengirim pesan melalui ponsel tukang ojek pengkolan yang nongkrong tak jauh dari rumahnya. Tukang ojek bernama Burhan yang baik hati. Tapi, nomor ini bukanlah nomor Burhan dan tidak pernah tersimpan di ponselnya.

[Me: Gem, ini elo?]

[081xxxxxxxx : Iya, Di. Emang siapa lagi?]

Ya memang siapa lagi yang memanggil Diana dengan panggilan ‘Di’? Rata-rata semua teman-teman dan juga guru-gurunya akan memanggilnya dengan nama Diana, tanpa disingkat.

[Me: Mo diantar sekarang, Gem? Bokap lo ada nggak?]

[081xxxxxxxx : Aman, Di. Doi udah tahu kalau gue mau ikut lomba. Maaf ngerepotin ya, Di.]

Kening Diana makin terlipat tidak percaya.

[Me: Ha? Bokap lo setuju?]

[081xxxxxxxx : Iya. Beneran.]

[Me : Oke, gue jalan.]

Meski ada sedikit keraguan, Diana tetap akan mengantarkan gitar itu. Jarak antara rumah Diana dan Gemma juga tidak jauh, hanya beda komplek yang jauhnya tak lebih dari dua ratus meter. Jalanan di sana juga amat terang dan ramai dengan pedagang asongan, aman untuk seorang anak gadis yang berjalan seorang diri.

Setibanya di depan rumah Gemma, Diana langsung mengetuk pintu. Tetapi tidak biasanya, Gemma lambat membuka setelah mereka berjanji bertemu. Kecuali kalau ada…

“Diana?”

Pintu itu terbuka, menampilkan sosok garang Yahya, ayah Gemma yang telah lama menduda.

Auranya menyeramkan, dengan wajah kuat khas mafia. Tatapannya tajam tanpa belas kasihan. Kerutan itu memang menandakan kalau beliau tak lagi muda, tapi suara pelan dan dalam itu seakan menggelegar dan membuat siapa saja yang berhadapan dengannya gemetaran. Jangan mengira kalau ini hanyalah kamuflase. Penampilannya benar-benar sesuai dengan sikapnya.

Garis wajah yang tegas dan tatapan mata intimidatif itulah yang dimiliki Gemma, diwariskan dari sang ayah yang benar-benar galak.

“O-om? Malem Om…” ucap Diana dengan gentar. “Gemma ada?”

“Ada apa?” tanya Yahya tanpa basa basi.

“I-ini, Om. Mau ketemu Gemma.”

Kepala Gemma menyembul dari belakang Yahya. Mata Gemma terbelalak dengan horor saat melihat kedatangan Diana bersama dengan gitar miliknya.

“Ini gitar siapa?” tanya Yahya.

“Gi-gitar Gemma, Om.”

Terdengar dengusan dari mulut Yahya, tetapi dia tampak tenang. “Berikan gitar itu pada saya.”

Diana pun menatap Gemma dan Yahya secara bergantian dengan takut-takut.

“Ayo kemarikan.”

Tangan Diana mulai gemetar luar biasa saat mendapat tatapan misterius tapi menusuk dari Yahya. Dia memberikan gitar beserta soft case itu pada Yahya.

“Diana, kamu pulang sekarang.” Perintah Yahya.

Di belakang Yahya, Diana bisa melihat jelas kalau Gemma memejamkan matanya pasrah.

Diana pun hanya bisa berlari menjauh saat pintu itu tertutup. Meski dia adalah gadis kuat yang bersabuk hitam, mentalnya tidak tahan dengan peristiwa yang akan terjadi sebentar lagi.

***

Istirahat pertama, Gala dan rekan-rekan satu band-nya yang lain mendapat izin untuk latihan selama setengah jam. Mereka telah selesai latihan dan sedang membereskan alat-alat itu untuk dimasukan dalam hard case satu persatu.

“Men, gue denger si Gemma ternyata jago juga main gitar,” ucap Adit, vokalis band sekolah.

“Iya, kok nggak pernah muncul sih dia?” ujar Victor yang tengah menggelar kain lebar untuk menutupi drum set. “Gue sempat lihat video dari Bu Rosa. Gila men, jago bener. Sepintas, permainannya kayak Joe Satriani tapi lebih akustik …”

Emon sedang mencabut kabel jek bass-nya dan menggulungya, hanya bisa geleng-geleng kepala dan menoyor kepala Victor. “Lebay ah! Diem lo, Vic.”

Takut kalau Gala akan merasa tersinggung akibat pujian Adit dan Victor. “Galalah yang paling jago, nggak usah dibanding-bandingin!”

Gala diam saja mendengar perkataan teman-temannya. Hatinya sedikit tercubit saat mereka mulai membanding-bandingkan skill Gala dan Gemma yang notabene berbeda genre. Api emosi di hatinya semakin tersulut kala mengingat pilihan Rosa yang tetap tertuju pada Gemma.

***

“Kamu!”

Panggil seorang guru pada seorang anak perempuan pendiam yang sedang makan nasi kuning di meja kantin paling pojok.

“Lepas jaketnya! Kayak nggak tahu aturan aja kamu, udah kelas 3 juga! Ini lagi, kenapa rambutnya nggak diikat?”

Mendengar nyaringnya suara guru itu, Gala sampai mengangkat kepalanya pada si sumber suara. Kebetulan mejanya tak jauh dari meja Gemma, gadis yang dimaksudkan sang guru.

Sebenarnya peraturan mengikat rambut untuk anak perempuan yang rambutnya melebihi batas bahu, banyak membuat anak perempuan jengah. Tidak semua siswi dengan ikhlas mengikuti peraturan itu. Mereka akan menggunakan berbagai alasan mulai dari sakit, tidak gaul, jelek, dan sebagainya.

Entah dari mana, Diana muncul dan menengahi guru tersebut dan Gemma. “Bu, Biarin Gemma pake jaket, ya? Dia nggak enak badan.”

Maria, guru pengawas kantin bertubuh kecil pendek itu sepertinya tidak mempedulikan pembelaan Diana. Dengan kasar, Maria menarik rambut Gemma dan mengikat rambutnya dengan karet gelang secara sembarangan.

Tiba-tiba Maria tertawa. “Anak gadis kalo kerokan jangan sampe leher dong. Malu tau, tuh keliatan!” ledek Maria saat melihat bekas kemerahan melintang di tengkuk Gemma yang sepertinya memanjang dari punggungnya.

Wajah Gemma terlihat memerah karena malu, dia tidak merespon ledekan Maria yang masih terkekeh. Belum selesai kekehannya, Maria sudah melepas paksa jaket yang Gemma kenakan.

“Kalo sampe saya lihat kamu pake jaket lagi, saya tambah poin kamu. Ngerti?” kata Maria sambil menyita jaket Gemma dan berlalu pergi.

Beberapa anak menertawakan kejadian itu. Tetapi tawa yang paling nyaring dan mencolok adalah suara tawa dari mulut Erika dan kawan-kawan.

Tanpa mempedulikan teman-teman yang menertawakan Gemma, Diana langsung menarik tangan Gemma berjalan menjauhi kantin dan berhenti tepat di depan pintu masuk WC perempuan.

“I’m sorry gue baru dateng. Tadi jam 1 dan 2, gue dipanggil ke ruang OSIS. Lo nggak apa-apa ‘kan?” tanya Diana dengan cemas. “Sini, kemariin punggung lo, gue mau liat.

Gemma mengelak. “Udah, Di. Gue nggak apa-apa kok.”

Diana menghembus napas dengan kesal dan menarik kerah belakang Gemma secara paksa hingga turun beberapa senti. Matanya membesar saat melihat ada banyak garis-garis merah menumpuk di punggung Gemma. Kalau dilihat dari atas memang seperti bekas kerokan, tapi kalau dilihat keseluruhan, sungguh mengerikan.

“Kita ke UKS, sekarang!” paksa Diana sambil menarik tangan Gemma lagi menuju unit kesehatan sekolah yang dijaga oleh salah seorang anak PMR.

“Minta salep luka, sama pain killer,” kata Diana. Dia sudah sering terluka saat pertandingan dan tahu obat apa saja yang biasa digunakan untuk meredakan sakit.

Gemma duduk di bed pasien dengan kepala tertunduk lesu. Dia membiarkan saja temannya itu membuka seragam putihnya dan melepas pengait branya. Kemudian, mengoleskan salep di sepanjang punggung Gemma yang terdapat luka cambukan.

“Ssshhh!” ringis Gemma dengan mata terpejam erat dan air mata yang hampir tumpah.

“Tahan ya Gem …” ucap Diana tak tega. Tapi dia harus segera mengoleskan salep ini pada tubuh sahabatnya itu.

Setelah semua garis luka teroles dengan salep, Diana membaringkan tubuh Gemma dengan posisi miring. Saat meraba kulit Gemma, Diana mengambilkan termometer dan melihat kalau suhu tubuh Gemma sudah melewati batas normal. “Badan lo hangat, Gem.”

“Hm-m. Gue cuma perlu istirahat bentar. Thanks Di.”

“Gue bakal hajar siapapun yang ngerjain lo, Gem.”

“Nggak usah, Di. Gue nggak―”

Diana sudah gelap mata. Dia keluar dari UKS dan pergi mencari orang yang dimaksud.

“Ikut gue, SEKARANG!” geram Diana saat menemukan Gala yang baru saja selesai makan di kantin. Diana menarik Gala diikuti oleh Febri dan Niko yang hanya pasrah, tidak berani mendekat kalau Diana sudah marah.

Bruk!

Tubuh Gala terhempas ke paving blok setelah diterjang Diana. Kini mereka sedang ada di parkiran sepeda yang jauh dari keramaian dan pengawasan guru-guru.

“Brengsek lo ya! Lo kalo ada masalah ama cewek, jangan begini lo. Licik banget lo kayak uler!”

Gala menggosok pantatnya. Saking kerasnya tamparan itu, bokongnya sampai nyeri. “Eh kurang ajar! Salah gue apa sampe lo lempar gue kayak gini?”

Niko dan Febri buru-buru datang dan memegangi Diana. Tetapi wanita yang sudah kepalang marah itu menatap kedua cowok tampan itu macam bocah ingusan sampai mereka ketakutan. Mereka tidak jadi mendekat karena takut dihajar. Tetapi bersiap siaga akan membawa kabur Gala jika diperlukan.

“Lo ‘kan yang ngirim SMS sama gue? Pura-pura jadi Gemma, suruh gue datang ke rumah bawain gitar. Pake bilang bokapnya Gemma ngizinin pula. Bohong lo tuh niat banget.”

Kening Gala terlipat, kepalanya sedikit miring. Dia tidak mengerti apa yang Diana bicarakan. “SMS apa sih yang lo maksud? Ngizinin buat apa? Gue bener-bener nggak ngerti dah.”

Diana mengeluarkan ponselnya dan mempertunjukkan nomor dan SMS yang masuk tadi malam. “Ini nomor lo kan? Banci lo! Lo kenapa sih nggak biarin aja Gemma ikut kompetisi itu, hah? Terluka banget kayaknya harga diri lo liat cewek yang main. Selama ini, dia nggak pernah nunjukin bakatnya dia. Gue yang kasih rekomendasi sama Bu Rosa. GUE!”

“Bentar-bentar. Ini masalahnya apaan? Itu bukan nomor gue, sumpah!” Gala semakin bingung.

“Lo jangan belagak bego! Gemma itu nggak punya hape, asal lo tau! Dia selalu pake nomor tukang ojek di depan rumahnya buat ngirim pesan sama gue kalau dia udah di rumah dan butuh sesuatu.

Tadi malam, dia minta diantarin gitar yang selama ini dia sembunyiin di rumah gue. Dan apa yang jadi harapan lo akhirnya terjadi. SELAMAT! Keinginan lo kesampaian! Dia nggak bakal ikut kompetisi itu karena bokapnya udah hancurin gitarnya dia, rusak sampe nggak berSISA!”

Gala menganga, berusaha mencerna semua informasi beruntun yang dimuntahkan Diana dengan penuh luapan emosi. Tapi Gala benar-benar has no idea tentang apa yang terjadi. Berbagai pertanyaan berseliweran di dalam otaknya tentang siapa Gemma dan bagaimana keluarganya.

“Emangnya bokapnya Gemma semengerikan itu? Gosip itu … bener?”

“Lo jangan pura-pura nggak ngerti masalahnya gitu dong. Gentle jadi cowok! Akuin kalo lo emang salah!”

“Diana, gue nggak tahu gimana cara yakinin lo, tapi itu benar-benar bukan nomor gue. Kalo lo nggak percaya, tanya aja Niko atau Febri.”

Febri dan Niko mendekat, melihat nomor itu dan keduanya menggeleng dan berusaha meyakinkan Gemma kalau nomor itu bukanlah nomor Gala.

Gala menoleh pada Diana dengan tatapan penuh tanya, ingin mengkonfirmasi kalau pikirannya mungkin salah. “Emang Gemma diapain aja sama Bokapnya?”

Diana lantas memandang Gala yang sepertinya benar-benar tidak punya petunjuk apa-apa tentang kejadian ini.

“Lo bener-bener nggak pernah tahu gimana bokapnya Gemma kalo denger anaknya main gitar?”

...****************...

Visualnya nanti pas udah gede aja yaaa

kiss kiss 💋💋💋

Episodes
1 1. Prolog
2 2. Gala vs Gemma
3 3. Di Balik Kemeja Sekolah
4 4. Salah Paham
5 5. MOS
6 6. SKSD
7 7. Paramitha Wilson
8 8. Ice Cream
9 9. Keki
10 10. Siswa Lain
11 11. Julian Brengsek
12 12. An*jing
13 13. Bukan Benci
14 14. Bolehkah Aku...?
15 15. Membalas
16 16. Skandal Niko
17 17. Berkawan Dengan Erika
18 18. Duka
19 19. Aku Mau Kamu
20 20. Harga Diri yang Terluka
21 21. Rasa Ilfil Gala
22 22. Emosi Diana
23 23. Spekulasi yang Kejam
24 24. Aku Kurang Apa?
25 25. Airport
26 26. Pelukan Terakhir
27 27. Jakarta, Indonesia
28 28. Familiar
29 29. Lo Jomblo?
30 30. A Bad Dream and Insecurity
31 31. Apartemen Sebelah
32 32. Pembenaran
33 33. Butuh Teman
34 34. Di Pinggir Kolam Renang
35 35. Memori Indah
36 36. Derai Air Mata
37 37. Rapidash Express
38 38. Apartemen Baru
39 39. Bergerak
40 40. Someday
41 41. Are You Okay?
42 42. Phantom
43 43. Rahasia
44 44. Terlalu Tipis
45 45. Selamat Sayang!
46 46. Satu Per Satu
47 47. Auto Kaya
48 48. Kurang Ajar
49 49. Aku Gila
50 50. Reuni
51 51. Tipsy
52 52. Sober
53 53. Ikut
54 54. Party
55 55. Foto
56 56. Aku janji, Mas!
57 57. Sebuah Diskusi
58 58. Kita Cerai
59 59. Tarik Paksa
60 60. Kunjungan Tak Terduga
61 61. Menangis Sejadi-jadinya
62 62. Happy Together
63 63. Rencana
64 64. Klub Mobil
65 65. Wanita Lemah
66 66. Di-reject
67 67. Bibit Jelek
68 68. Di Rumah Mama
69 69. Language!
70 70. Adios Madafaka!
71 71. PMS
72 72. Nggak Sabar Pisah
73 73. Aku Ingin Hidup
74 74. You Did Good
75 75. Hampir Luluh
76 76. Alasan Yahya Fransius
77 77. Indra dan Viani
78 78. Pinisi
79 79. Will You…
80 80. Sehari Sebelum Melamar
81 81. Kamar Yang Sama
82 82. Potongan Apel
83 83. Boleh Pergi
84 84. Sebelum Menikah
85 85. Pesta Bujang
86 86. Sempurna
87 87. The Wedding
88 88. Deserve to be Loved
89 89. Dua Sepupu Daryanta
90 90. Marah
91 91. Puas
92 92. Produksi
93 93. I've Lost Everything
94 94. Akibat Kejahatan
95 95. Mitos
96 96. Sleep Walking
97 97. Nggak Bisa Naik Motor
98 Epilog
99 S2 Bab 1 - Cerita Lain di Dufan
100 S2 Bab 2 – Jadian
101 S2 Bab 3 – Tidak Diundang
102 S2 Bab 4 – Penyesalan
103 S2 Bab 5 – Intervensi
104 S2 Bab 6 – Prahara Tugas
105 S2 Bab 7 – Masih Prahara Tugas
106 S2 Bab 8 – Nonton
107 S2 Bab 9 – Aku Maafin Kamu
108 S2 Bab 10 – Chat Balasan
109 S2 Bab 11 – Kebisuan Vincent
110 S2 Bab 12 – Perselingkuhan
111 S2 Bab 13 – Overprotektif
112 S2 Bab 14 – Di Club
113 S2 Bab 15 – Setengah Di-ghosting
114 S2 Bab 16 – Usaha Vincent
115 S2 Bab 17 – Rekonsiliasi
116 S2 Bab 18 – Iya, Puas?
117 S2 Bab 19 – Anak Remaja
118 S2 Bab 20 – Ketahuan
119 S2 Bab 21– Ruang Praktik
120 S2 Bab 22 – Alvin dan Viani
121 S2 Bab 23 – Bodyguard Lain
122 S2 Bab 24 - Mungkinkah Dia
123 S2 Bab 25 – Sidang
124 S2 Bab 26 – Break Sebentar
125 S2 Bab 27 – Sebuah Keputusan
126 S2 Bab 28 – Persiapan
127 S2 Bab 29 – Rasa yang Menular
128 S2 Bab 30 – Merasa Bersalah
129 S2 Bab 31 – Kunjungan Alvin
130 S2 Bab 32 – Pindah Kamar
131 S2 Bab 33 – Sudah Berdetak
132 S2 Bab 34 – Gagal Membujuk Niko
133 S2 Bab 35 - Operasi
134 S2 Bab 36 - Last Kiss
135 S2 Bab 37 - NICU
136 S2 Bab 38 - Complication
137 S2 Bab 39 - Semoga Tetap Seperti Ini
138 S2 Bab 40 – Bersiap
139 S2 Bab 41 – My Baby!!
140 S2 Bab 42 - Yang Terjadi
141 S2 Bab 43 – Rindu Ribut-ribut
142 S2 Bab 44 - Selulit
143 S2 Bab 45 - Jadi Karena Itu?
144 S2 Bab 46 - Pak Varel
145 S2 Bab 47 - Hidup Tenang
146 S2 Bab 48 - Rumah Sakit Terdekat
147 S2 Bab 49 - Mau Pakai Obat?
148 S2 Bab 50 - Sadar
149 S2 - Epilog
Episodes

Updated 149 Episodes

1
1. Prolog
2
2. Gala vs Gemma
3
3. Di Balik Kemeja Sekolah
4
4. Salah Paham
5
5. MOS
6
6. SKSD
7
7. Paramitha Wilson
8
8. Ice Cream
9
9. Keki
10
10. Siswa Lain
11
11. Julian Brengsek
12
12. An*jing
13
13. Bukan Benci
14
14. Bolehkah Aku...?
15
15. Membalas
16
16. Skandal Niko
17
17. Berkawan Dengan Erika
18
18. Duka
19
19. Aku Mau Kamu
20
20. Harga Diri yang Terluka
21
21. Rasa Ilfil Gala
22
22. Emosi Diana
23
23. Spekulasi yang Kejam
24
24. Aku Kurang Apa?
25
25. Airport
26
26. Pelukan Terakhir
27
27. Jakarta, Indonesia
28
28. Familiar
29
29. Lo Jomblo?
30
30. A Bad Dream and Insecurity
31
31. Apartemen Sebelah
32
32. Pembenaran
33
33. Butuh Teman
34
34. Di Pinggir Kolam Renang
35
35. Memori Indah
36
36. Derai Air Mata
37
37. Rapidash Express
38
38. Apartemen Baru
39
39. Bergerak
40
40. Someday
41
41. Are You Okay?
42
42. Phantom
43
43. Rahasia
44
44. Terlalu Tipis
45
45. Selamat Sayang!
46
46. Satu Per Satu
47
47. Auto Kaya
48
48. Kurang Ajar
49
49. Aku Gila
50
50. Reuni
51
51. Tipsy
52
52. Sober
53
53. Ikut
54
54. Party
55
55. Foto
56
56. Aku janji, Mas!
57
57. Sebuah Diskusi
58
58. Kita Cerai
59
59. Tarik Paksa
60
60. Kunjungan Tak Terduga
61
61. Menangis Sejadi-jadinya
62
62. Happy Together
63
63. Rencana
64
64. Klub Mobil
65
65. Wanita Lemah
66
66. Di-reject
67
67. Bibit Jelek
68
68. Di Rumah Mama
69
69. Language!
70
70. Adios Madafaka!
71
71. PMS
72
72. Nggak Sabar Pisah
73
73. Aku Ingin Hidup
74
74. You Did Good
75
75. Hampir Luluh
76
76. Alasan Yahya Fransius
77
77. Indra dan Viani
78
78. Pinisi
79
79. Will You…
80
80. Sehari Sebelum Melamar
81
81. Kamar Yang Sama
82
82. Potongan Apel
83
83. Boleh Pergi
84
84. Sebelum Menikah
85
85. Pesta Bujang
86
86. Sempurna
87
87. The Wedding
88
88. Deserve to be Loved
89
89. Dua Sepupu Daryanta
90
90. Marah
91
91. Puas
92
92. Produksi
93
93. I've Lost Everything
94
94. Akibat Kejahatan
95
95. Mitos
96
96. Sleep Walking
97
97. Nggak Bisa Naik Motor
98
Epilog
99
S2 Bab 1 - Cerita Lain di Dufan
100
S2 Bab 2 – Jadian
101
S2 Bab 3 – Tidak Diundang
102
S2 Bab 4 – Penyesalan
103
S2 Bab 5 – Intervensi
104
S2 Bab 6 – Prahara Tugas
105
S2 Bab 7 – Masih Prahara Tugas
106
S2 Bab 8 – Nonton
107
S2 Bab 9 – Aku Maafin Kamu
108
S2 Bab 10 – Chat Balasan
109
S2 Bab 11 – Kebisuan Vincent
110
S2 Bab 12 – Perselingkuhan
111
S2 Bab 13 – Overprotektif
112
S2 Bab 14 – Di Club
113
S2 Bab 15 – Setengah Di-ghosting
114
S2 Bab 16 – Usaha Vincent
115
S2 Bab 17 – Rekonsiliasi
116
S2 Bab 18 – Iya, Puas?
117
S2 Bab 19 – Anak Remaja
118
S2 Bab 20 – Ketahuan
119
S2 Bab 21– Ruang Praktik
120
S2 Bab 22 – Alvin dan Viani
121
S2 Bab 23 – Bodyguard Lain
122
S2 Bab 24 - Mungkinkah Dia
123
S2 Bab 25 – Sidang
124
S2 Bab 26 – Break Sebentar
125
S2 Bab 27 – Sebuah Keputusan
126
S2 Bab 28 – Persiapan
127
S2 Bab 29 – Rasa yang Menular
128
S2 Bab 30 – Merasa Bersalah
129
S2 Bab 31 – Kunjungan Alvin
130
S2 Bab 32 – Pindah Kamar
131
S2 Bab 33 – Sudah Berdetak
132
S2 Bab 34 – Gagal Membujuk Niko
133
S2 Bab 35 - Operasi
134
S2 Bab 36 - Last Kiss
135
S2 Bab 37 - NICU
136
S2 Bab 38 - Complication
137
S2 Bab 39 - Semoga Tetap Seperti Ini
138
S2 Bab 40 – Bersiap
139
S2 Bab 41 – My Baby!!
140
S2 Bab 42 - Yang Terjadi
141
S2 Bab 43 – Rindu Ribut-ribut
142
S2 Bab 44 - Selulit
143
S2 Bab 45 - Jadi Karena Itu?
144
S2 Bab 46 - Pak Varel
145
S2 Bab 47 - Hidup Tenang
146
S2 Bab 48 - Rumah Sakit Terdekat
147
S2 Bab 49 - Mau Pakai Obat?
148
S2 Bab 50 - Sadar
149
S2 - Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!