Malam ini Talita melihat kondisi ibunya sangat memprihatinkan, Ibunya panas tinggi janji Talita untuk berobat terpaksa harus di tunda karena uangnya tak ada di tangan Talita lagi.
Satu-satunya jalan harus membawa Ibunya ke Dokter atau Mantri. Tapi siapa yang akan membawanya. Pak Sobry yang biasa menolongnya masih duduk di kursi roda bahkan angkotnya pun sudah terjual.
Talita kalut mau minta tolong siapa lagi, Talita harus minta tolong Pak Mantri di seberang jalan yang dulu menolong Ibunya pada saat pingsan dulu. Talita makin kalut karena Ibunya nampak kejang-kejang.
"Bu, bertahanlah. Talita akan minta tolong Pak Mantri dulu. Talita mohon bertahanlah"
Setelah mengucapkan itu seperti biasa Talita berlari ke rumahnya Pak Mantri yang ada di seberang jalan.
hah.. hah.. hah..
Nafas Talita terengah-engah karena berlarian cukup jauh.
Tok.. tok.. tok..
Pintu terbuka ternyata Mbak Mona yang membukakan pintunya.
"Ada apa Nak, ada yang bisa kami bantu"
"Mbak, apa ada Pak Mantri Surya?" tanya Talita pada Mbak Mona.
"Pak Mantri belum pulang Nak, kebetulan ada tugas di luar kota"
"Ya Allah.. Ibuuuu" batin Talita menangis mengingat Ibunya, seketika air matanya menetes.
"Ohh, iya Mbak terima kasih. Kalau begitu saya pergi dulu"
Air mata Talita menetes di pipinya. Kepada siapa lagi dia ingin meminta pertolongan untuk Ibunya.
Seketika dia teringat dengan Pak Fadly dan kebetulan ada uangnya pada Bi Ratih. Mau tak mau Talita harus meminta pertolongan padanya.
Jarak rumah Pak Fadly cukup jauh 1 kilometer dari rumahnya. Talita berlari terus dan terus berlari.
Ternyata hujan mulai turun dari langit seolah-olah menangis akan kepergian sang Ibu. Tapi Talita tak berhenti berlari di tengah jalan yang sedang di aliri dari air hujan.
hah... hah.. hah...
Talita berhenti sejenak karena kakinya sudah tak kuat berlari dan tampak nafasnya sudah tak mulai normal dan terengah-engah.
Di tengah dinginnya malam tubuh ringkih berlari-lari ingin rasanya langsung terbang ke rumahnya Pak Fadly.
"Tuhan, tolong jaga dan lindungi Ibuku"
Talita mulai berlari, rasa kram di kakinya di abaikannya. Dia terus berlari secepat mungkin. hujan deras mengguyur bumi tapi Talita tak pernah berhenti berlari. Pikirannya hanya tertuju pada Ibunya.
Akhirnya sampai juga Talita di depan rumahnya Pak Fadly. Dengan langkah cepat bahkan bajunya sudah basah kuyup tapi Talita tetap mengabaikannya.
Tok.. tok.. tok...
Tok.. tok.. tok..
Talita terus mengetuk pintunya, tapi tak ada yang membukakan pintunya. Karena hari sudah larut malam.
Talita tidak putus asa, dia terus mengetuk pintunya.
Tok.. tok.. tok..
"Aduhhh, siapa sih malam-malam bertamu" Gumam Bi Ratih.
Bi Ratih dengan tergopoh-gopoh menuju ke ruang depan untuk membukakan pintu.
kreeekkk..
Pintu terbuka dan Bi Ratih terkejut dengan kedatangan Talita.
"Bi, Tolong saya. Ibuuu _ Ibuuuuku sakit" ucap Talita dengan terbata karena sudah kecapean berlari 1 kilometer.
Tak lama Pak Fadly datang dan bertanya siapa yang malam-malam datang ke rumahnya.
Pak Fadly terkejut dengan keadaan Talita yang basah kuyup dan sedang menangis.
"Ada apa Nak?"
"Ibuuku, Ibuuku Pak. Tolong Ibuku panas tinggi dan kejang-kejang. Aku tak tau harus minta tolong pada siapa"
"Ayo, Nak. Kita akan ke rumahmu sekarang! Bi tolong bilang pada Ibu kalau saya harus ke rumah Talita untuk menolong Ibunya"
"Baik, Tuan"
"Neng, ini bawalah uangmu. siapa tau akan membantumu"
"Trima kasih, Bi"
"Sama-sama Neng"
Pak Fadly segera membuka pintu garasinya dan menyuruh Talita naik mobil bersamanya walau basah kuyup.
"Naiklah Nak, ayo cepat!"
"Trima kasih Pak"
Mobil pun melaju kencang di tengah derasnya air hujan. Hujan deras di sertai angin kencang ini membuat jarak pandang menjadi pendek. Sekitar 100-200 meter.
Sehingga mobil pun agak melambat di tengah jalan. Talita terus berdo'a agar Ibunya baik-baik saja.
Tibalah mereka di depan rumahnya Talita. Talita segera turun dari mobil dan membukakan pintu rumahnya. Pak Fadly pun turun dari mobil dengan menggunakan Payung.
Talita segera berlari ke dalam kamar Ibunya. Ibunya tergolek tak berdaya. Talita mendekati Ibunya. Tubuh Ibu Anna terbujur kaku.
"Ibuuuuuuuuu"
"Ibuuuuuu, bangun buuuuu"
Pak Fadly cukup kaget dengan teriakan pilu Talita. Pak Fadly berlari ke dalam kamar Ibu Anna.
Pak Fadly segera memeriksa detak nadi di tangan kanan Bu Anna. Pak Fadly berharap Ibu Anna masih bisa di selamatkan.
teeekk...
Seketika detak jantung Pak Fadly seolah-olah berhenti juga. Tak ada harapan untuk Ibu Anna.
Denyut nadinya tak di rasakan lagi.
"Innalillahi wainnaahi roji'uun" ucap Pak Fadly.
"Ibuuuu, bangun bu,, bangun jangan tinggalkan Talita sendiri buuuu.... maaf kan Talita bu. Andai Talita cepat membawa Ibu berobat,huu huu huu.." tangis pilu Talita di malam hari begitu pilu terdengar.
Pak Fadly segera menelpon istrinya, untuk menyuruh Bi Ratih datang membantu Talita mempersiapkan pemakaman Ibunya Talita seperti waktu pemakaman Ayahnya Talita.
"Ibuuu,, kenapa Ibu meninggalkan Talita Bu... Talita sendiri di dunia ini. Ibuuu, bangun Bu, Ibuuuu"
"Yang sabar Nak, Ibumu sudah bahagia. Ibumu sudah tidak sakit lagi" ucap Pak Fadly menguatkan.
Talita memeluk Ibunya dengan tangisan yang pilu.
"Ibuuuuu, banguuun buuuuu, Talita mohon" ucap Talita dengan isak tangisnya.
Pak Fadly membiarkan Talita mengeluarkan isak tangisnya karena dia tau pasti Talita sangat sedih dengan kematian Ibunya.
Pak Fadly segera ke rumahnya Ibu Mey. dan memberi kabar jika Ibu Anna sudah meninggal. Bu Mey nampak shock Mendengarnya dan segera pergi ke rumahnya Pak RT untuk mengabari kematian Ibu Anna Ibunya Talita.
Setelah dari rumah Pak RT Ibu Mey segera pergi ke rumahnya Talita untuk menguatkan Talita. Dia tau bagaimana perasaan Talita kehilangan kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
"Nak Talita yang sabar"
"Bu Mey, tolong bilang Ibu untuk membuka matanya. Talita janji akan menuruti kemauan Ibu tapi tolong bilang Ibu suruh dia buka matanya Bu Mey. Tolooong"
"Jangan begini Nak, ikhlaskan kepergian Ibumu. Ibumu sudah terbebas dari sakitnya. jangan menangis Nak"
"Jika kamu menangis nanti Ibumu akan sedih, ikhlaskan semuanya"
"Talita sendiri bu, Talita tak sanggup hidup sendiri"
"Yang sabar Nak, In Syaa Allah semua akan indah pada waktunya. Janganlah bersedih"
"Ibuuuu.... ibuuuu... maaf kan Talita bu"
Hanya tangisan pilu yang terdengar di malam ini. Besok pemakaman Ibunya Talita akan di adakan oleh perangkat desa. Semua persiapan akan di lakukan oleh perangkat desa setempat karena sudah tak ada lagi yang bisa mengurusnya.
Apalagi Talita hanyalah seorang anak yang berusia 13 tahun. Jadi yang akan menyiapkan hanya peranglat desa saja di bantu masyarakat sekitarnya.
Talita terus menangis dan mengucapkan do'a agar Ibunya akan di terima Allah di sisi Allah SWT.
Talita berdiri mengambil air wudhu dan mengaji surat yasin agar arwah Ibunya akan tenang di alam sana.
Suara merdu Talita mengaji menambah ke piluan di malam ini
TBC....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
fatiya
😭😭😭😭😭
2022-05-13
0
Maria Ulfa
stlh ini kau bisa pergi dri situ Talitha 😭😭pergi dari iblis si Felix😠
2022-05-01
0
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
mengsad 😭😭😭
2022-04-30
0