Tepat dimalam penyerangan brutal pendekar Negeri China ternyata dibarengi dengan kelahirannya putra Raja Prabu Panca Driya. Namun sayangnya istri Prabu Panca Driya harus menghembuskan nafas terakhirnya saat berhasil melahirkan putra pertama mereka.
Kebahagiaan dan Kesedihan bercampur menjadi satu dikerajaan Sangsakerta. Prabu Panca Driya yang sedang menangisi istrinya tak sadar bahwa dua cahaya muncul dan memasuki tubuh bayinya yang baru lahir itu. Ditengah kesedihannya Prabu Panca Driya, tiba tiba seorang Jendral Kerajaan yang bernama Dimas Ageng berlutut dihadapan Prabu Panca Driya.
"Rajaku... Aku turut berduka cita atas kematiannya Dewi Sri. Namun..." ucap Dimas Ageng kebingungan mengatakan kejadian yang terjadi digunung Slamet.
Prabu panca Driya yang larut akan kesedihannya mencoba bersikap tegar untuk menghadapi Dimas Ageng yang ia angkat sebagai Jendral Kerajaannya.
"Katakanlah." ucap Raja Prabu Panca Driya.
"Guru besar Joko Dwi Permana telah tewas..." ucap pelan Dimas Ageng sambil memberikan giok kekuatan jiwa milik Joko Dwi Permana yang telah hancur.
"Gu-guru te-tewas! " ucap terkejut Prabu Panca Driya sangat terkejut mendengar hal tersebut.
Dimas Ageng hanya diam, sedangkan Prabu Panca Driya jatuh berlutut sambil menatap atap kamar istrinya dengan tatapan hampa, bingung, sedih karena kehilangan dua orang yang ia sayangi.
"Gu-guru... Istriku..." ucap Prabu Panca Driya.
"Dimas Ageng... Kerahkan pasukan dan periksa kediaman Guru Besar serta pastikan keberadaannya." ucap Prabu Panca Driya.
"Baik raja..." ucap Dimas Ageng keluar dari kediaman.
*****
Tujuh hari telah berlalu, Prabu Panca Driya yang telah menguburkan mayat istrinya kini sedang menimang anaknya, dan menunggu datangnya kabar dari Jendral Dimas Ageng.
" Rajaku..." ucap seorang prajurit memasuki kamar Prabu Panca Driya dengan tergesa gesa.
Perasaan Prabu Panca Driya yang mulai membaik kemudian menatap prajurit tersebut dengan heran.
"Ada apa? " tanya singkat Prabu Panca Driya.
"Raja... Gu-guru besar..." ucap Prajurit tersebut tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Sontak Prabu Panca Driya menjadi heran karenanya.
"Katakan yang jelas..." ucap dingin Prabu Panca Driya tak ingin berkata keras karena anaknya sedang tertidur.
"Guru besar telah mati..." ucap Prajurit tersebut memberanikan diri.
Sontak mendengar hal tersebut, tiba tiba lutut Prabu Panca Driya bergetar dan ambruk jatuh berlutut sambil menimang anaknya yang belum ia berikan nama.
"Di-dimana mayatnya.." tanya Prabu Panca Driya yang benar benar tidak mengetahui siapa yang dapat membunuh pendekar nomor satu di Pulau Jawa itu.
"Di aula kerajaan Raja. " ucap Prajurit tersebut masih berlutut.
Dengan mencoba menguatkan mentalnya kembali, prabu Panca Driya kemudian berdiri dan berjalan keluar dari ruangannya menuju aula Kerajaan. Sesampainya, Prabu Panca Driya langsung memberikan bayinya kepada dayang yang ada didekatnya.
"Gu-guru besar..." ucap Prabu Panca Driya yang kemudian berlari kearah mayat Joko Dwi Permana.
Tubuhnya yang lemas, dan matanya yang sayu melihat kearah gurunya yang bahkan Joko Dwi Permana tak pernah menganggap dirinya sebagai murid, namun karena Joko Dwi Permana telah berjasa besar kepada Kerajaannya membuatnya memanggil Joko Dwi Permana dengan sebutan guru besar.
Air mata Prabu Panca Driya menetes, Jendral Dimas Ageng dan lima Jendral lainnya hanya diam dan menundukan kepala mereka. Setelah itu Prabu Panca Driya menatap Jendral Dimas Ageng dengan tajam.
"Dimas Ageng apakah kamu tau siapa pembunuhnya.." ucap dingin Prabu Panca Driya.
" Yang Mulia Raja Prabu Panca Driya... Hamba benar benar tidak mengetahuinya, hanya saja kami melihat ribuan mayat berkulit putih berserakan disekitar kediamannya. Dan ini plat salah satu diantara mereka." ucap Dimas Ageng menghampiri dan memberikan plat Kekaisaran Yang kepada Prabu Panca Driya.
Kraaaaack! Seketika plat tersebut hancur saat telah berada ditangan Prabu Panca Driya.
"Apa yang tertulis dari pesan guru besar ternyata benar apa adanya... Jika bisa mengulang waktu, aku pasti mengirim jutaan pasukan ku.." ucap sedih Prabu Panca Driya.
Prabu Panca Driya kemudian menatap seluruh petinggi kerajaan dan Jendral Kerajaannya dengan tatapan membunuh.
"Mulai sekarang jika melihat Kultivator dari Negeri seberang kalian harus menangkapnya hidup hidup! Jika mereka memberontak bunuh ditempat! " ucap Prabu Panca Driya dengan nada dendam disetiap ucapannya.
"Baik Yang Mulia Raja Panca Driya.." ucap mereka semua kompak.
Setelah itu Prabu Panca Driya yang melihat kekurangan satu murid dari Joko Dwi Permana menatap Jendral Dimas Ageng dengan tajam kembali.
"Jendral Dimas dimana mayat adik Banyu? " tanya heran Prabu Panca Driya.
"Yang Mulia... Beliau masih hidup, dan kini sedang ditangani oleh tabib kerajaan. " ucap Dimas Ageng hormat.
Mendengar jawaban Dimas Ageng, Prabu Panca Driya matanya berbinar. Kini ia memiliki salah satu petunjuk untuk mencari siapa pelaku pembunuhan guru besarnya.
"Sampaikan pesan pada tabib yang menyembuhkannya, jika adik Banyu dapat sehat seperti sedia kala maka tabib kerajaan akan mendapat hadiah satu juta kristal jiwa sebagai hadiahnya." ucap Prabu Panca Driya.
Dimas Ageng mengangguk, meskipun ia tahu satu juta kristal jiwa sangatlah mahal, namun keputusan Raja Prabu Panca Driya yang telah bulat membuatnya tak berani melawan.
Tiga hari masa berkabung dan pemakaman Joko Dwi Permana serta keempat muridnya dilakukan dikerajaan Sangsakerta. Hari keempat setelah berkabung, akhirnya Prabu Panca Driya yang telah memutuskan pemberian nama pada anaknya di aula kerajaan dilaksanakan.
"Anakku ini akan aku beri nama Lasmana Pandya, yang artinya bijaksana, tegas dan tentunya berani! Anakku ini juga akan menjadi saksi bahwa aku akan memerangi Kultivator Negeri seberang hingga titik darah penghabisan ku! " teriak penuh ambisi Prabu Panca Driya sambil mengangkat anaknya yang sedang tersenyum kearah petinggi Kerajaan dan Jendral Kerajaan.
"Hidup tuan muda Lasmana Pandya! "
"Hidup tuan muda Lasmana Pandya! "
Ucap para petinggi dan Jendral kerajaan yang menyetujui nama yang diberikan, namun ditengah kegembiraan mereka. Dua tabib yang merawat Banyu tiba diaula dan memberikan laporan mereka.
"Benarkah? " tanya Prabu Panca Driya penuh semangat.
"Yang Mulia, saat ini Banyu telah tersadar dan meminta hamba untuk mengabari Yang Mulia." ucap tabib tersebut.
"Baiklah... " ucap Prabu Panca Driya kemudian membisikan penasehat kerajaan untuk memberi hadiah sesuai apa yang ia janjikan empat hari yang lalu.
Setelah memberikan anaknya untuk dijaga oleh dayang Kerajaan, Prabu Panca Driya dan enam Jendral kerajaan termasuk Dimas Ageng segera menuju ketempat Banyu dirawat.
Sesampainya.
"Adik..." ucap Prabu Panca Driya langsung menghampiri Banyu.
Banyu yang ingin memberikan hormatnya kepada seorang yang telah ia anggap sebagai kakak seketika langsung dihentikan oleh Prabu Panca Driya.
"Adik tenanglah... Apakah kamu bisa menceritakan kejadian yan telah terjadi? " tanya Prabu Panca Driya tak sabar.
Banyu kemudian menceritakan semua yang telah ia lewati hingga membuat Jendral dan Prabu Panca Driya mengubah ubah reaksi wajah mereka.
"Apakah mereka sekuat apa yang kau bicarakan adik? " tanya Prabu Panca Driya mencoba untuk tidak percaya apa yang dikatakan oleh Banyu.
"Kakak ini kebenarannya.. Sebelum kematian guru, beliau memintaku dan keempat adik seperguruan untuk mencari bocah yang menerima takdir dua senjata Legendaris milik guru.... Tu-tunggu.." ucap Banyu terkejut tidak melihat keempat adik seperguruannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
ZeeAulia
lanjutkan
2022-01-13
3
Astri🧑🤵
adik keempat atau keempat adik?
mungkin keliru ya Thor.
2021-12-05
0