Kisah Romantis Anak SMA Penyendiri
Semua orang tentu mempunyai masa lalu, tapi tak semua orang menyukai masa lalunya.
Apakah kalian ingin merasakan pahitnya kenangan? Tentu tidak, kan? Sama halnya dengan seorang pemuda di sana yang tengah duduk di suatu ruangan yang cukup luas.
Namanya adalah Daffa Pratama yang sekarang ini umurnya masih 15 tahun, dia sangat membenci masa lalunya hingga ia pernah berpikiran untuk mengubah masa lalunya, tapi sayangnya itu tak akan mungkin terjadi.
Tepatnya sebelum Daffa datang ke kota, waktu itu ia masih berada di desa bersama keluarga kecilnya dan juga neneknya. Pada saat itu Daffa masih berada di bangku SMP, di saat itulah ia mengalami semua hal yang sekarang menjadi pengalaman hidupnya.
Baik itu pahit maupun manis, ia sudah pernah merasakannya. Di awali dengan kenangan pahit, bukan berarti Daffa langsung menyerah, kehidupannya mulai sedikit berubah ketika ada seorang cowok antah-berantah muncul di hadapannya.
Dengan berpakaian ala kemewahan, seseorang tersebut selalu membantu Daffa, hingga ia tersadar bahwa orang yang sering membantunya adalah teman satu kelasnya sendiri yang baru-baru ini pindah ke sekolahnya.
Dia adalah pintu harapan bagi Daffa untuk merubah perilakunya yang selalu tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.
Daffa sangat senang sekali karena mendapatkan teman sepertinya. Setiap hari dari pagi sampai malam mereka selalu bermain, berlatih, belajar, dan bergurau riang bersama.
Hingga pada suatu saat, teman yang sudah dianggapnya sebagai sahabat tiba-tiba menghilang entah kemana.
Daffa tak lagi menangis seperti saat pertama kali bertemu, Daffa justru kagum dengan perkataannya yang seakan-akan menantangnya sehari sebelum pergi. "Daffa! Kamu harus berjanji...! Saat nanti kita bertemu kembali...! Kamu harus sudah berubah tidak seperti saat pertama kali kita bertemu...!"
Tapi itu hanyalah masa lalunya, sekarang Daffa sudah tinggal di kota bersama keluarga kecil sederhananya.
Daffa memilih pindah ke kota bukanlah tanpa alasan, itu semua terjadi karena Daffa yang mendapatkan sebuah informasi dari neneknya mengenai sahabatnya yang berkaitan dengan keluarga Aciel. Dengan berbekal informasi yang sangat sedikit itu, Daffa nekat pindah ke kota bersama kedua orang tuanya.
Wajahnya sudah terlihat berbeda, mungkin karena terdapat gambaran cahaya yang berasal dari handphone yang tergenggam di tangannya. Headset yang dipakainya membuat suara menjadi teredam.
Di handphonenya, Daffa sedang membaca blog tentang sekolah barunya yaitu di-SMA Merah Putih, sebab liburan musim panasnya yang panjang telah berakhir.
SMA Merah Putih termasuk sekolah paling favorit di kota ini, karena terkenal dengan siswanya yang cerdas di bidang akademik maupun non-akademik.
Bulan Juli tahun 2022, tepatnya besok Daffa akan memulai ajaran tahun baru 2022/2023.
Walau tampangnya terlihat biasa-biasa saja, sebenarnya perasaannya sungguh cemas dan begitu gugup mengetahui besok tak ada satu pun siswa yang dikenalnya di sana.
Pintu mendadak terbuka, dan ternyata itu adalah ibundanya Daffa yaitu ibu Ayu. Ibu Ayu menyalakan lampu kamarnya Daffa lalu mendekatinya, dia mengelus-elus rambut Daffa sembari menasihatinya supaya cepat-cepat tidur karena besok akan berangkat ke sekolah.
Daffa menuruti perkataan ibunya, dia pun segera menyiapkan buku-bukunya yang perlu ia bawa esok hari. Setelahnya, baru Daffa mematikan lampu kamar dan tidur bersama guling yang setia menemaninya.
...****************...
Daffa Pratama, seorang pemuda yang ingin merubah hidupnya tapi itu sebenarnya sangatlah sulit. Dia berpikir dia sangat beruntung karena bisa masuk ke sekolah SMA Merah Putih, walaupun nilainya tak bagus-bagus amat dan sifatnya yang cenderung menyendiri.
Tapi sebenarnya tak ada kata yang beruntung di dunia ini, karena sesuatu yang didapat olehnya tergantung dengan usahanya.
Nama ibu dari Daffa adalah ibu Ayu. Namanya juga seorang ibu, ia rela bangun pagi-pagi hanya untuk merapikan dan menyiapkan sarapan bagi sang suaminya dan anaknya.
Kriiiinngg....!
Bunyi itu bergetar dan terdengar sangat menyaring di telinga hingga Daffa terbangun oleh suara itu, ia lalu mematikan suara tersebut yang asalnya dari jam weker. Daffa pun malah tertidur kembali dengan matanya yang terlihat sepet.
Ibu Ayu ternyata sudah berada di kamarnya Daffa sedari tadi, dia berusaha membangunkan Daffa dengan ucapan kata-katanya. "Anak ibu sudah bangun, cepat mandi lalu sarapan." Ucap ibu sambil menarik tangan Daffa.
"5 menit lagi Bu..." Balas Daffa yang mengantuk sambil mengucek-ucek matanya.
"Tapi ini udah jam 6:25 loh..." Jelas Ibu Ayu.
"Haahhhh...!" Daffa tampak terkaget mendengarnya, karena 35 menit lagi upacara akan dimulai.
Daffa tergesa-gesa, ia beranjak dari tempat tidurnya, ia berlari menuruni anak tangga lalu menuju ke kamar mandi.
"Awas hati-hati, jangan lari...!" Ucap ibu
Dengan cepatnya Daffa telah selesai mandi dan mengenakan seragam OSIS. Kini matanya tak lagi sepet, melainkan merasa seger.
Daffa berlari menuju ke meja makan sembari merapikan dasinya, di sana ia mengisi perutnya dengan sarapan pagi.
Setelah melakukan semuanya hanya dengan hitungan beberapa menit, Daffa bergegas berpamitan dengan Ibunya lalu berangkat ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan pukul 6:35.
"Duh... Kayaknya telat ini mah," ucap Daffa dengan terburu-buru.
"Dan semoga hari ini aku tidak sial, seperti pada saat SD dan SMP." Ucap Daffa dalam hatinya.
Daffa berlari secepatnya mungkin tanpa mengendalikan kecepatannya saat menuju ke sekolah, dan pada saat dibelokkan tanpa disadarinya ia telah menabrak seorang Gadis yang sedang berjalan bersama kedua temannya.
Brakk...!
Brukk...!
Daffa dan Gadis itu pun terjatuh.
"Awww..." Gadis itu merintih kesakitan
"Adeh..." Daffa langsung berdiri lagi. "Seragamnya... Seragamnya sama dengan seragam punyaku! Bener-bener gawat ini mah..." Gumam Daffa dalam hatinya. Ia agak terkejut melihat seragam pakaian mereka yang ternyata satu sekolah dengannya.
"Aduhh... Kalau lari pakai mata dong!" Teriak Gadis yang terjatuh sambil dibantu berdiri oleh temannya.
"Maaf, aku sedang terburu-buru," ucap Daffa tanpa merasa bersalah.
Daffa memutuskan untuk berlari begitu aja dan meninggal gadis tersebut yang masih terjatuh di sana. "Seragam mereka bertiga sama dengan seragamku, apa berarti mereka satu sekolah denganku?" Dia terus kepikiran saat dirinya berlari langkah demi langkah.
Setelah beberapa menit, Daffa akhirnya sampai di dekat gerbang sekolah. Nafasnya tak beraturan, akibat dari dirinya yang keseringan berlari hingga keringat bercucuran di sebagian kulit tubuhnya.
Terdengar bunyi klakson mobil, Daffa yang merespon langsung segera minggir dari tengah jalan.
"Akhirnya... Akhirnya sampai juga," Gumam Daffa di depan gerbang sekolah. Sedangkan satpam yang berdiri di dekat gerbang menyuruh Daffa agar cepat untuk masuk.
Daffa berjalan melewati gerbang, pandangan matanya langsung mendapatkan suasana yang berbeda dengan tempat sekolah sebelumnya.
Di sebelah kirinya terlihat beberapa bola tergelatak di sana, nampaknya itu adalah lapangan sepak bola, sedangkan di sebelah kanannya terdapat gedung lapangan voli. "Beh, gila... Luas sekali lapangannya..."
Di saat Daffa sedang terpesona oleh pemandangan di sekitarnya, tiba-tiba ia disenggol oleh sekelompok siswa lain.
Siswa yang sengaja menyenggolnya tampak menatap sinis wajah Daffa. "Oh, maaf... Trio F mau lewat." Dia sangat memandang rendah Daffa.
"Eh, gak apa-apa kok," Balas Daffa dengan gugup, sementara itu di dalam hatinya. "Eh... Ternyata ada juga orang-orang seperti mereka di sekolah ini."
Daffa mengalah, dan membiarkan mereka jalan duluan di depannya.
Tak butuh waktu lama, Daffa akhirnya sampai di lapangan tengah, di sana pemandangannya sangat ramai sekali karena terdapat siswa-siswi yang berbaris teratur. Namun suasananya sangat sunyi, karena ternyata upacaranya sudah di mulai.
Karena Daffa sudah termasuk terlambat mengikuti upacara, Daffa akhirnya di bina oleh kakak kelasnya agar langsung saja masuk ke dalam barisan paling belakang. Ia tak tahu dirinya masuk ke baris-barisan kelas mana, yang diketahuinya hanyalah dirinya yang menuruti apa kata pembina saja.
"Kamu juga telat, ya?" Siswa di sampingnya Daffa mengajak mengobrol.
"Iya," Balas Daffa singkat.
"Kamu telat karena apa? Kalau aku sih karena pacarku yang cerewet, haha..." Siswa tersebut mengajak mengobrol kembali.
Daffa hendak menjawabnya tapi keburu kakak kelasnya batuk bergaya. "Ehem!"
Daffa dan siswa yang di sampingnya seketika langsung fokus memerhatikan jalannya upacara. "Pacar, ya...? Kayaknya kata-kata itu gak bakal punah."
Hingga pada akhirnya upacara bendera tersebut selesai, tanpa berlama-lama Daffa langsung mencari kelasnya dengan petunjuk selembar kertas denah sekolah yang tertempel di beberapa tembok.
"Sepuluh MIPA satu... Sepuluh MIPA satu..." Daffa menghafalkannya sembari berjalan melihat-lihat. "Oh, ini dia sepuluh MIPA satu."
Daffa menemukan ruang kelasnya yang berada di lantai paling bawah, X MIPA 1 tulisan itu terdapat pada papan yang ada tepat di atas pintu kelasnya.
Sesampainya di kelas Daffa pun duduk di bangku yang paling pojok belakang. Seseorang murid menghampirinya, ketika Daffa selesai duduk di bangkunya.
"Kamu Yang tadi saat upacara, ya? Ternyata kita satu kelas."
"Iya," jawab Daffa singkat.
"Namaku Ridho salam kenal, namamu?"
"Aku Daffa,"
"Oh... Daffa yah, semoga kita bisa akrab."
Ridho pun meninggalkan Daffa dan kembali ke tempat duduknya yang berada di depan.
Sambil menunggu bel berbunyi, Daffa berinisiatif menggambar di buku tulisnya.
Setelah beberapa menit, ada tiga siswi yang masuk ke ruangan kelas Daffa dan tiba-tiba seisi ruangan kelas menjadi ribut.
"Wah yang benar saja, mereka bertiga berada di kelas ini?!" bisik salah seorang siswa-siswi.
"Kita beruntung sekali bisa satu kelas dengan mereka," bisik salah seorang siswa-siswi lainnya
"Memangnya mereka itu siapa sampai-sampai satu kelas ribut membicarakannya," ucap Daffa dalam hatinya yang penasaran, sedangkan pandangannya fokus terhadap gambarannya.
Daffa mendengar langkah kaki yang sedang menuju ke arahnya dan karena Daffa penasaran, ia pun melihat ke arahnya.
"kamuuuu!" ucap Daffa dan Siswi itu bersamaan.
"Kamu yang tadi menabrak aku kan!? Kenapa aku harus satu kelas denganmu?!" Ucap dia dengan wajah yang marah.
"Eh... Iya, kan tadi aku udah minta maaf," Balas Daffa dengan wajahnya yang sedikit tertekan.
"Dasar...! udah nabrak orang malah lari aja," Keluh kesahnya.
"Eh... Tadi aku sedang buru-buru," Balas Daffa.
Lalu salah seorang temannya menghampirinya dan mencairkan suasana.
"Sudah-sudah, yang penting kamu kan enggak terluka," ucap salah seorang temannya
"Hmph!" Siswi yang marah-marah tersebut meninggalkan Daffa dengan raut wajah yang tampak kesal, siswi itu terlihat duduk di bangku tengah yang tak begitu jauh dari Daffa.
Daffa menghela nafas karena dia sudah pergi. Tapi seluruh kelas melihat ke arah Daffa dengan tatapan seram bagaikan ingin membunuhnya.
"Dia itu siapa, kok bisa kenal dengan mereka," bisik salah seorang murid dengan murid lainnya.
Daffa menundukkan kepala dan tangannya memegang kepalanya.
"Hadeh... Hancur sudah kehidupan SMA ku...!" Gunam Daffa dalam hatinya sambil memegang kepalanya.
(Bel masuk kelas berbunyi)
Bel berbunyi, suasana kelas yang ribut bisa menjadi tenang seketika. Hening dan sunyi itulah keadaan kelasnya Daffa ketika bel masuk kelas telah berbunyi.
Setelah beberapa menit, ada seorang guru yang memasuki ruangan kelas.
"Assalamualaikum, anak-anak..." Sapa guru itu sambil tersenyum
"Waalaikumussalam, Bu..." Satu kelas menjawabnya secara bersamaan.
"Perkenalkan nama ibu, Ibu Fitri."
"Ibu adalah wali kelas ini dan saya juga mengajar mata pelajaran Matematika wajib. Karena kelas masih baru dan belum terbentuk, bagaimana jika sekarang kita langsung membuat struktur kelas?"
"Setuju..." Murid-muridnya sepakat semua.
Ibu Fitri menyuruh siswanya yang ingin menjadi ketua kelas supaya mengangkat tangan ke atas.
Dan ternyata ada tiga orang yang mengajukan diri menjadi ketua kelas, salah satu diantaranya adalah Ridho. Ibu Fitri pun memutuskan untuk melakukan pemungutan suara terbanyak yang akan menjadi ketua kelasnya.
"Anak-anak Kalian bisa memilih salah satu antara Ridho atau Vira atau Bella," ucap Bu Fitri.
Daffa seperti pernah melihat dengan yang namanya Vira dan Bella, ternyata mereka adalah temannya si gadis yang sukanya marah-marah. "Oh... Jadi nama teman yang aku tabrak tadi itu Vira dan Bella." Gumam Daffa dalam hatinya.
"Tapi nama orang yang aku tabrak tadi siapa yah...?" Gumam Daffa dalam hatinya.
"Aku pilih Ridho aja dah, cuma dia yang aku kenal, itu pun pagi tadi," Gumam Daffa dalam hatinya.
Setelah 30 menit melakukan pemungutan suara, akhirnya yang terpilih menjadi ketua kelas adalah Ridho, wakil kelasnya Vira dan bendaharanya Bella.
Ridho memilih Farrel untuk menjadi sekretarisnya karena dia teman sekelas Ridho saat masih SMP.
"Oke anak-anak, sekarang buka buku Matematika kalian masing-masing." ucap Bu Fitri yang kemudian pelajaran pun dimulai.
Dua jam telah berlalu dan jika sesuai jadwal yang ada, sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi. Daffa tampak melihat ke arah murid lainnya, namun tak ada satupun dari mereka yang mengantuk, ketiduran, mengobrol, tapi mereka justru terlihat masih berwajah semangat.
"Gila, sekolah favorit memang beda," gumam Daffa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya karena kagum dengan mereka.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Rini Antika
Aku mampir Kak, smg berkenan mampir jg ya ke Karyaku yg msh pemula..🙏
2022-08-01
2
Taehyung
mampir
2022-05-16
1
Ken Helma
iyes
2022-03-21
1