19

Damian kira, dia tak akan bertemu lagi dengan Leo sinjang sialan itu. Tapi nyatanya dia harus bekerja sama dengan perusahaan yang Leo pimpin.

Suasana di dalam ruangan Meeting ini suram, mirip saat meeting dengan Ceo Laby's Corp dulu.

"Jadi Tuan Damian, semoga kerja sama kita ini. Membawa dampak baik kedepannya" Ujar Leo sopan seraya menjabat tangan Damian.

Damian hanya bergumam dan kembali menarik tangannya, dia langsung keluar diikuti Queenze di belakangnya. Tapi nampaknya tak semuda itu.

"Ah Nona Queenze, bisa kita berdiskusi sebentar?" Tanya Aiden yang tak lain adalah Sekretaris Leo.

Pria tampan berambut hitam ikal yang memiliki mata bulat coklatnya yang lucu, Damian berhenti di dekat pintu dengan kedua tangan yang mengepal.

"Ya? Mau diskusi tentang apa?" Tanya Queenze sopan karena dia masih bersifat prosfessional. Aiden tersenyum teduh dan mengajak Queenze ke sudut ruangan.

Meninggalkan Leo dan Damian dalam ruang lingkup yang menegangkan. Leo mendekati Damian dan menatapnya remeh.

"Sudahlah, Queenze tak cocok dengan pria sepertimu" Ejek Leo langsung.

Damian berbalik, aura dingin begitu kental terasa di sekitarnya. "Kau lebih tidak cocok dengan kekasihku, sinjang sialan" Ujar Damian remeh.

Leo mengepalkan kedua tangannya, giginya bergemelatuk menahan emosi.

"Cih, lihat saja. Kau akan menjadi penyebab kehancuran Queenze, kau yang akan merenggut nyawanya. Kau malapetaka bagi Queenze, camkan itu" Setelah berkata sedingin itu.

Leo berlalu.

"Aiden, ayo kembali" Aiden langsung pamit dengan Queenze dan berlari mengejar Leo. Meninggalkan Damian yang masih diam di tempatnya berdiri.

Ucapan Leo bagai alarm peringatan, karena di mimpi Damian, memang Damianlah yang membunuh Queenze. Walau sebenarnya saat itu dia sedang dirasuki demit gadis yang dia bunuh.

"Dami, kamu kenapa?" Damian tersentak, dia menoleh dan menatap kalut Queenze yang baru saja menyentuh tangannya. Kali ini Damian akan merubah semua itu.

Damian membawa Queenze ke pelukannya dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Queenze, dia berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan melindungi Queenze walau nyawanya adalah taruhannya.

"Aku bakal, jagain kamu dengan nyawaku sendiri Queen" bisik Damian yang terlewat dari pendengaran Queenze.

.

.

.

Keduanya kini dalam perjalanan menuju Mansion milik Damian, tentu saja untuk menikmati waktu berdua setelah seharian bekerja.

Tangan Damian yang bebas sedari tadi menggenggam tangan Queenze, sedangkan yang satunya memegang stir kemudi "Queen, janji sama Dami kalau Queen gabakal ninggalin Dami" Ujar Damian serius sekaligus memohon.

Queenze menoleh, dia membalas genggaman Damian "Tentu saja, aku gabakal ninggalin kamu Damian. Kamu segalanya bagi aku" Jawab Queenze seraya mencium punggung tangan Damian.

Damian lega, jika setelah ini Damian mengalami hal yang tidak mengenakan. Maka Queenze akan selalu di dekatnya dan tak meninggalkannya.

Damian siap, dia siap menghadapi takdir hidup kedepannya.

"Dami, mobil kamu makin cepet sayang. Pelankan nanti kita nabrak" Tegur Queenze. Damian tertawa pelan dan mengendurkan kakinya pada pedal gas.

Tapi..

"Eh?" Laju mobil tak berubah, semakin cepat dan tak bisa dipelankan. Damian berusaha untuk tenang dan tak panik disaat seperti ini.

"Queen tenang, jangan panik" Ujar Damian lembut, Queenze hanya mengangguk saja.

Bagaimana dia tidak panik jika 1 kilometer di depan mereka ada lampu merah dan jajaran kendaraan berhenti.

Damian melepas seatbeltnya, dia berusaha menghindari kendaraan yang ada di dekatnya. Keringat mengalir dari pelipisnya, dia berusaha tenang tapi dia tak bisa.

Jika yang ada di dalam mobil ini hanya ada Damian, maka dengan senang hati Damian akan menabrakan mobilnya ke tiang listrik, tapi kali ini Queenze bersamanya.

Jika benar kecelakaan yang ada di mimpiku benar terjadi, aku mohon biar aku saja yang menanggung semuanya. Jangan Queenze ku-Batin Damian.

"DAMIAN AWAS!!" Sial, Damian banting stir ke kiri dan masuk ke jalur lain.

TIN! TIN!!

Damian terbelalak, Truk fuso berada di depannya. Damian bergerak ke kursi Queenze dan langsung memeluknya erat "Queen..jangan tinggalin Dami" Bisiknya lembut.

CKIIIT!

Teriakan warga mulai bergema.

BRAK!

Kecelakaan tak terelakan.

Queen....jangan tinggalin Damian ya.

.........

Queenze duduk termenung di sebelah ranjang Damian, kecelakaan yang mereka alami cukup parah. Tapi untungnya tidak ada yang tewas di dalamnya.

Hanya saja luka Damian cukup serius karena dia melindungi Queenze dari benturan. Kepalanya mengeluarkan banyak darah dan harus mendapat 15 jahitan.

Queenze menggenggam erat tangan Damian, informasi yang Dokter katakan tentang Damian membuat Queenze sedikit terpuruk.

"Dami..bangun sayang.." Bisik Queenze.

Dia tak berharap ini terjadi, Queenze sudah meminta pada Gerald untuk mencari tau siapa pelaku yang sudah merusak rem mobil Damian. Queenze masih ingat permintaan Damian padanya.

"Queen jangan tinggalin Dami"

"Yang ada, kamu yang ninggalin aku Dami.." lirih Queenze. Sesak tiba-tiba mendera Queenze, dia segera mengatur pernapasannya agar tidak memperparah sesaknya.

Bahunya bergetar, dia tak yakin bisa berada di samping Damian terus. Queenze tak yakin.

Lama dengan kesunyian yang ada, pergerakan jari Damian menyentak Queenze. Dia menarik napas dalam dan menekan tombol diatas ranjang.

Menunggu hal yang tak ingin diterima Queenze. Dia melepas genggamannya dan berdiri, sedetik kemudian kedua kelopak mata Damian terbuka. Menunjukan 2 manik hitam kecoklatan yang sayu.

Mengerjab berulang kali, sesekali meringis saat nyeri mendera kepalanya "Anda sudah sadar, Pak Damian" Ujar Queenze formal.

Damian menoleh sedikit, tatapan matanya dingin dan asing. Queenze menahan nyeri di hatinya, mata yang biasa terlihat lembut, manja dan menatap penuh cinta pada Queenze kini hilang.

"Dimana aku?" Bisik Damian bertanya dengan suaradatar seraknya. Queenze mengangguk sekali, bersikap layaknya Sekretaris.

"Anda ada di rumah sakit Pak. Lebih baik anda istirahat, Dokter sudah datang" jelas Queenze kemudian berbalik.

Menunduk dan berusaha menahan air mata agar tidak turun. Damiannya..tak akan ingat, bahwa Queenze adalah kekasihnya.

Queenze berjalan menuju sofa dan duduk, membuka laptop yang diambilnya dari kantor dan mengerjakan pekerjaan Damian.

Sedangkan Dokter tengah memeriksa keadaan Damian sekarang.

"Sebaiknya anda beristirahat Tuan Damian, kondisi anda belum terlalu pulih" ujar Dokter Tedi. Dokter muda berusia 25 tahun yang memiliki visual mematikan.

Anak dari Dokter Theo yang menjabat sebagai kepala Rumah Sakit disini.

Damian hanya mengangguk, dia merasa asing dengan wanita yang duduk di sofa sana. Matanya sembab tapi dia berusaha bersikap biasa saja.

Setelah Dokter Tedi keluar, Damian dan Queenze tak ada terlibat pembicaraan. Damian hanya duduk dan memandang lekat Queenze, jantungnya berdegup cepat tanpa tau alasannya.

Queenze yang merasa diperhatikan mendongak.

"Anda ingin sesuatu Pak?" Tanya Queenze tenang. Tatapan matanya teduh dan menenangkan, membuat kinerja jantung Damian semakin cepat.

Damian menggeleng pelan, dia menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.

Bersidekap dada "Coba kau kemari, ada yang ingin kutanyakan" Perintah Damian dingin.

Queenze mengangguk dan berdiri, berjalan perlahan menuju ranjang Damian.

Setelahnya berdiri tenang di sebelah ranjang Damian "Apa itu Pak?" Tanya Queenze lagi.

Damian menatap intens Queenze.

"Aku ingat siapa aku dan siapa keluargaku, hanya saja aku tidak ingat siapa kau." Ketus Damian disertai tatapan sinisnya.

Sudah dia tebak ini akan terjadi setelah Damian sadar.

"Saya adalah Sekretaris anda Pak, nama saya Queenze Agata" Queenze memperkenalkan dirinya kembali.

Senyum hangat diberikannya, Damian terpaku sejenak melihat senyum asing namun familiar itu.

Tapi kemudian tatapan penuh intimidasi dan arogan terbentuk.

"Heum, lakukan tugasmu dengan baik. Dan jangan coba-coba mendekatiku" Perkataan dingin penuh perintah itu menusuk hati Queenze.

Dia menunduk dan senyum getirnya terbentuk.

"Saya akan melakukan tugas semampu saya, dan saya tak akan melewati batas antara Bos dan bawahan Pak" ucap Queenze pelan dan sedikit bergetar.

Damian mengangguk puas, walau secuil perasaan sesak dan menyakitkan menyergap dada Damian.

Tapi dia menepisnya karena Damian tak pernah percaya dengan Cinta dari orang asing.

Baginya, cinta dari Papa dan Mamanya sudah cukup "Ingatlah posisimu Nona Agata" Ujar Damian datar kemudian merebahkan tubuhnya ke kasur.

Kepalanya terlalu pusing untuk dibawa berfikir keras. Nama Queenze Agata terus tergiang di kepalanya, Damian tak tau, hanya saja nama itu seakan selalu tersemat dikepalanya.

"Dan jangan pernah panggil aku Dami, kau bukan siapa-siapa bagiku dan kau hanya orang asing. Panggil aku Ian"

Peringatan itu, kembali menghantam Queenze pada kenyataan pahit dan kehidupan baru yang menyakitkan.

Tak masalah, karena Queenzs juga akan pergi dari hidup Damian.

Pergi, jauh dan menjauh. Sampai akhirnya hilang dari hidup seorang Damian Aelion yang baru.

Aku berjanji tak akan meninggalkan Dami, tapi kalau Ian. Aku tak pernah membuat janji pada seorang Ian, jika Dami ku tak lagi ada disana. Maka untuk apa lagi aku bertahan, dia bahkan menganggapku orang asing.

Maaf Dami, nampaknya Queenze tak bisa berada disamping Ian dalam waktu lama.

®^^®

Bersambung

Terpopuler

Comments

Arini Ulfa

Arini Ulfa

bedanya Dami dan Ian apa?

2022-04-14

0

Iky Rizky

Iky Rizky

Duuh,,, Damian jadi hilang ingatan..

2021-12-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!