***
Widya mencoba menenangkan diri. Berulang kali ia menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan agar rasa sesak di dadanya sedikit berkurang.
"Wid, lo baik-baik saja, 'kan?" tanya Cindy lirih karena tak ingin sampai terdengar oleh guru yang mengajar di kelas. Cindy yang sejak tadi memerhatikan Widya yang terlihat gusar jadi ikut merasa resah.
Widya hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun. Pikiran Widya benar-benar kalut, "Rasanya gue pengen kabur saja dari sini," gumamnya dalam hati.
***
Bel tanda istirahat berbunyi, Widya yang memang sejak tadi tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran semakin terlihat kacau. Widya tak menyangka surat yang dulu pernah ia tulis untuk Harsa bisa terpampang di mading sekolah, padahal hampir saja ia melupakan tentang surat itu.
"Ke kantin, yuk!" ajak Nathan, tapi Widya bergeming, ia masih diam di tempat duduknya. Karena tak ada tanggapan, Nathan menarik lengan Widya begitu saja.
Harsa yang melihat itu merasa jengkel. "Woy, anak orang itu, main tarik seenaknya saja!" protesnya.
"Sirik aja, lo,” sahut Nathan sambil berlalu menggandeng Widya ke kantin.
Harsa berdiri ingin mengejar Nathan tapi ditahan oleh Zakir. "Santai, Bro! Lo kenapa sih sekarang gampang banget emosi?" tanya Zakir pada Harsa.
Tidak menjawab Harsa justru melirik Edo sinis. Edo tak menanggapi, ia masih asyik dengan HP-nya.
"Sa, sudah dengar berita heboh tadi pagi belum?" tanya Cindy.
"Berita apa? Lo kira gue emak-emak yang suka gosip pagi-pagi," jawab Harsa ketus.
"Widya suka sama lo, Sa. Dia nulis surat cinta buat lo dan tadi pagi surat itu ada di mading sekolah. Masa lo nggak ikut baca tadi?" kata Cindy.
Harsa tak menjawab, ia langsung berdiri dan berlari ke luar kelas. Ia ingin menuju ke mading sekolah.
"Wah ... makin kacau, nih. Sa, tunggu, woy!" Zakir berteriak sambil berlari mengejar Harsa.
Di mading sekolah Harsa tak menemukan apapun. Segera Harsa menuju ke kantin, ia ingin memastikan sesuatu.
Sampai di kantin, Widya masih diam saja. Kartika dan Karin yang biasanya selalu istirahat bareng juga tidak ada di sana. Cindy juga begitu, benar-benar tidak seperti biasanya, semuanya berubah hari ini. Di sepanjang jalan menuju kantin Widya hanya menunduk, sampai di kantin ia juga masih tak berani menatap sekitarnya.
"Mau pesan apa, Wid? Kayak biasanya apa mau yang beda?" Nathan bertanya sambil tersenyum.
“Gue nggak nafsu, Nath. Lo aja, deh,” jawab Widya.
Nathan yang tadi akan melangkah langsung berbalik, tidak jadi pesan makanan ke kasir. "Memangnya nafsu lo ke mana, Wid?" Masih dengan gaya tengilnya Nathan mencoba menggoda Widya.
"Mereka semua ngomongin gue, Nath. Siapa sih, yang bikin semua jadi seperti ini. Gue sedih Nath, selama ini gue berusaha menahan perasaan ini, gue nggak mau kalau sampai ini merusak persahabatan gue sama yang lainnya, tapi kenapa semuanya hancur, Nath?" Tangis Widya pecah, ia tak sanggup lagi menahan sesak di dadanya. "Gue salah apa, Nath? Susah payah gue mencoba mengikis rasa itu, gue berusaha biar semuanya baik-baik saja, gue rela mengorbankan perasaan gue biar Harsa dan Ka—" Ucapan Widya terpotong.
Tiba-tiba Karin menggebrak meja di mana Widya sedang duduk. Widya terperanjat, pun dengan Nathan yang berdiri di samping gadis itu. Widya langsung berdiri dengan air mata yang masih terus membasahi pipinya.
"Dasar cewek bar-bar, nggak sopan lo datang-datang main gebrak meja. Lo nggak liat temen lo lagi sedih. Bukannya menghibur malah buat keadaan makin kacau saja!" teriak Nathan ke Karin.
"Diem lo! Nggak usah ikut campur, ini urusan gue sama Widya." Karin memperingatkan Nathan.
Karin menatap Widya penuh amarah, "Maksud lo apa?” teriak Karin sambil menunjuk ke arah muka Widya. "Kenapa lo tega melakukan ini ke gue, Wid? Lo sengaja ‘kan, memanfaatkan kesempatan ini buat deketin Harsa? Pintar sekali lo baca peluang, ternyata lo tipe orang yang gercep, ya? Baru tahu gue kalau lo punya bakat terpendam kayak gini. Lo sahabat gue, lo tahu gue masih sayang sama Harsa. Kenapa lo nggak bantu gue buat balikan sama Harsa, kenapa lo malah menusuk gue? Gue tahu gue salah, tapi nggak seharusnya lo kayak gini, Wid. Gue kecewa sama lo! Lo jahat, Wid! Gue benci sama lo!" Karin meluapkan amarahnya.
Kartika yang baru datang mencoba melerai, "Karin, sudah! Lo kenapa, sih? Malu diliat sama yang lain. Kita ini sahabat ‘kan, bisa bicarakan ini baik-baik," seru Kartika.
"Heh, cewek bar-bar, lo kenapa malah marah-marah sama Widya? Lo kenapa nggak instrospeksi diri lo sendiri, sahabat macam apa yang nggak bisa mengerti dan memahami perasaan sahabatnya sendiri. Pantaskah disebut sahabat?" Nathan semakin geram melihat Karin yang semakin memojokkan Widya. "Kalau lo memang sahabat yang baik harusnya lo tahu, harusnya lo bisa memahami Widya."
"Nath, udah! Biar gue yang jelasin ke Karin," sergah Widya. Ia merasa tidak enak hati pada Nathan yang dari tadi terus berada di pihaknya. Seolah tahu dengan apa yang dirasakannya saat ini.
Bukan mereda Karin justru semakin marah, "Gue nggak butuh penjelasan dari lo! Semuanya sudah jelas. Lo musuh dalam selimut, gue menyesal punya teman kayak lo! gue benci sama lo!" Masih dengan amarah Karin pergi meninggalkan Widya yang terus saja memanggilnya.
"Rin, dengerin gue dulu! Karin gue bisa jelasin, Rin ...." Widya berusaha mengejar Karin, tetapi ditahan oleh Nathan.
"Udah, biarin saja dulu! Percuma ngomong panjang lebar sama cewek bar-bar kayak dia," ucap Nathan.
Kartika mengusap bahu Widya, "Sabar ya,Wid. Nathan benar, tunggu amarah Karin mereda dulu baru nanti kamu bisa jelasin ke dia." Kartika memandang Nathan penuh harap, "Nath, gue titip Widya, gue coba bujuk Karin dulu, ya!" ucap Kartika sebelum berlalu mengejar Karin.
Namun, baru beberapa langkah kakinya tiba-tiba berhenti, kemudian berbalik menghadap Widya lagi. "Oh, iya. Gue minta maaf masalah tadi pagi! Gue salah tentang lo, Wid. Harusnya sebagai sahabat, gue selalu ada buat lo, bukannya malah nyudutin lo kayak tadi," ucap Kartika lirih, lalu beralih pada Nathan, "Sama lo juga, gue minta maaf!" serunya.
Setelah tadi pagi berselisih dengan Nathan, tidak lama Kartika sadar, jika ucapan Nathan tadi pagi memang benar. Widya berhak untuk jatuh cinta pada siapa saja, dan dia juga berhak untuk memendam perasaannya.
"Tenang saja, Widya aman sama gue. Gue juga udah maafin lo," jawab Nathan sambil merangkul bahu Widya. Sedangkan Widya, mencoba menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk seulas senyuman tulus di sana. Seraya menatap kepergian Kartika.
"Gue nggak bisa membiarkan kesalahpahaman ini semakin berlarut, Nath. Gue harus jelasin ke Karin." Beberapa menit berdiam diri, Widya berpikiran untuk mengejar Karin.
"Jangan sekarang!" Nathan mencoba memberi saran, "Lo lihat sendiri ‘kan, tadi si Karin masih marah, nggak ada gunanya lo menjelaskan sesuatu sama orang yang sedang emosi, percuma, Wid."
Harsa yang dari kejauhan melihat Nathan merangkul bahu Widya merasa tidak rela, tetapi dia bisa apa. Dia tidak punya hak untuk melarang Widya dekat dengan siapapun. Saat melihat Karin melabrak Widya tadi, Harsa jadi tahu sifat asli Karin yang tenyata sangat berbanding terbalik dengan saat masih jadi kekasihnya dulu. Harsa justru merasa bersimpati pada Widya, di hati kecilnya dia mulai mengagumi sosok Widya yang ternyata sangat lembut dan manis sekali.
Tanpa ada yang tahu, di tengah kekacauan yang terjadi di kantin ada seseorang yang tersenyum bahagia sedang melihat mereka dari balik pintu kantin. "Yes, rencana gue berhasil," gumamnya, yang hanya dapat terdengar oleh dirinya sendiri.
***
Nah, loh. Karin ngamuk, tuh. Gimana menurut kalian?
Jawab di kolom komentar, ya 🥰
Jangan lupa like-nya, sama vote seninnya kalau masih ada. Gift juga nggak apa-apa. Love you, all 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
syakira bee
cindy
2022-07-24
0
istri nya suga
jdi penasaran yg sama si mata²
2022-06-07
0
Ani Aira
udah Wid sahabat ky Karin gada guna ga perlu jelasin apapun ke dia.
2022-02-06
0